mata lentik itu terbuka saat matahari menerpa wajah nya, dia terduduk dengan keadaan bingung dan heran, seingatnya dia tadi sudah mati karna di bunuh, kenapa dia disini?.
"nyonya, segeralah bersiap tuan sedang menunggu nyonya di ruangannya"
***
"sep...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
*flashback anatasyaII*
"bagaimana antasya apa kamarnya nyaman?"
"nyaman sekali nyonya, terimakasi bnyak sudah memberikan tempat yang nyaman"
"ahhh tentu bukan kah kita sekarang sudah menjadi bagian keluarga?"
"ya tentu nyonya"
"kau tak perlu memanggilku nyonya, emm panggil aku lentera, Karna aku sedikit lebih tua panggilan kak"
katanya sambil tertawa, benar kata orang-orang istri tuan jakson memang secantik dan sebaik itu, tapi sayang dia tak bisa mempunyai keturunan, rumor yang beredar bahwa nyonya lentera mengalami keguguran yang menyebabkan dia tak bisa hamil kembali, tapi bagai angin yang bertiup kencang berita itu tak terdengar lagi, seperti sudah tertupi.
"baik kak lentera"
"sudah berapa bulan dia disini dik?, apa kau pernah memeriksa nya ke tabib?"
"dia sudah 5 bulan, dan dia baik disini, tapi aku belum pernah memeriksanya kak"
"emm baiklah besok akan ku panggil tabib untuk memeriksa nya, kau lanjutlah istirahat dan jangan banyak bergerak"
"tentu kak, kakak juga sebaiknya istirahat, kakak terlihat pucat hari ini"
"ahh tadi kakak lupa memakai hiasan wajah, yasudah kakak balik dulu"
dia pergi setelah mengelus kepala ku dengan lembut, aku tau dia hanya berbohong bahwa dia baik baik saja, wajah nya yang pucat menandakan dia tak baik baik saja, emm mungkin aku akan menanyakan tabib besok tentang keadaannya.
***
"bagaimana keadaan adik ku?"
"ah... tentu dia dalam keadaan sehat dan bayinya juga sehat"
"wah syukurlah, terimakasih tuan sudah memeriksa adik saya"
"sudah kewajiban saya nyonya"
"baik tuan biar saya antar keluar"
aku baru saja di periksa oleh tabib, ntah kebaikan apa yang telah aku lakukan tapi benar kak lentera baik sekali, di mata nya hanya ada ketulusan, aku sangat menyangi nya, dan yah seperti yang kalian tau aku tak sempat menanyakan keadaannya dengan tabib Karna dari awal aku di periksa dia di sebelahku sambil menatapku dengan cemas, bagaimana aku bisa bertanya.
"aku istirahat saja lah rasanya lelah sekali, halo anak ibu sehat sehat yah sayang 4 bulan lagi kita bertemu ibu sayang sekali denganmu"
kataku sambil mengelus perutku, dan tertidur, tapi sebelum aku tertidur lelap aku melihat seorang pria dewasa berdiri dan tersenyum,aku langsung terlelap begitu saja.
rasanya nyaman sekali tidur ku ini, ada tangan yang mengelus pelan perutku, mungkin saja tuan Jakson sedang inggin menyayangi anaknya, ah walaupun bukan anak kandung tapi tak apalah. Aku lanjut tidur terlelap tanpa beban.
***
"nyonya bangunlah, nyonya lentera dan tuan Jakson sudah menunggu diruang makan"
"enghh, ya tolong siapkan air mandi dan pakaianku"
"ya, nyonya"
aku mandi dan pakaian di bantu pelayan setelahnya aku menunju meja makan, di sana kak lentera dan tuan Jakson sudah duduk di meja makannya, lihatlah wajah si Jakson itu, padahal dia tadi kekamarku untuk mengelus anaknya sekarang wajahnya sangat dingin sekali.
"selamat datang antsya duduk si sebelahku, kau mau makan apa?"
"terimakasih kak, aku makan daging saja"
"owhh nah sekarang silahkan dimakan, makan yang banyak yah agar kamu sehat dan bayinya juga sehat"
"iya kak, kakak juga yah"
"istriku makan lah, dia sudah besar dan dia tau mana makanan yang harus dia makan, kau jangan terlalu memanjakan dia"
"ahh suamiku, dia kan istrimu juga tak apa aku sudah menganggapnya adik ku"
katanya sambil memegang tangan suaminya, tuan Jakson ini sangat unik sekali yah tadi dia sangat baik sekarang dia malah membuatku kesal.
"ya betul apa kata tuan Jakson kak, sebaiknya kakak makan, tak perlu mengambil makanan ku"
kataku sambil memasuki makanan ke dalam mulut, sebenrnya kak lentera ingin membalas tapi tangan suaminya langsung memegang, aku melihat dari ujung mataku kepala nya mengeleng seperti berbicara 'sudahlah biarkan saja', aku tak terlalu menghiraukan jadi biar saja.