mata lentik itu terbuka saat matahari menerpa wajah nya, dia terduduk dengan keadaan bingung dan heran, seingatnya dia tadi sudah mati karna di bunuh, kenapa dia disini?.
"nyonya, segeralah bersiap tuan sedang menunggu nyonya di ruangannya"
***
"sep...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
*flashback end*
aku turun setelah menghias diriku, pria dengan pakaian kebangaan nya sudah berdiri seperti menunggu ku, tentu aku senang, aku mempercepat jalan ku, tersenyum dan tunduk sedikit sebagai tanda hormat kepada suami ku.
"terimakasih sudah menunggu tuan", kata ku dengan senyum yang merekah
"hmm", kata nya sambil mengangguk kecil, aku tersenyum bangga seperti ada ruang di hati nya untuk ku.
kami pergi mengunakan kereta kuda, aku duduk di sebelah nya tersenyum senang, rasanya senang sekali melihat pria yang ntah beberapa tahun ini tak menunjukan batang hidung nya sekarang bersama ku.
"ekhem! nyonya anatsya ada yang inggin saya katakan kepada anda"
aku terkejut saat dia memanggilku, aku tersenyum, apakah dia mulai membuka hati nya untuk ku?, apa selama ini dia pergi untuk menyadarkan perasaan nya padaku?, aku tak sabar sekali apa yang di katakan selanjutnya.
"ya, tuan Jakson katakan lah"
"berperilaku lah yang layak di sana, dan aku tak bisa mengangkat mu menjadi istri ku, kau akan menjadi selirku, dan putramu aku akan memberikan nya pendidikan terbaik, bersikap lah sebagaimana pangkatmu"
aku terkejut dengan ucapan nya, apa apaan ini, maksudnya apa!, aku terdiam, aku menunggu menghadapi dan menanti nya selama ini, aku selalu sabar dan sadar hidup sendiri, benar tak ada ruang di hati nya untuk ku, aku hanya selir nya dan tetap begitu.
aku tertawa hambar, benar seperti lelucon sampah saja perkataan nya itu.
"begitukah tuan?, baik saya akan berperilaku baik tuan, tentu, dan benar saya akan menjadi selir tuan, tentang putraku, untuk apa kau memikirkan nya?, dia putraku, biarlah aku yang memikirkan nya, kau tau tuan, kau meninggalkanku di saat aku butuh dirimu, menantimu, apakah tidak ada aku di hati mu tuan?"
"benar, tidak ada dirimu di hatiku, hanya ada istriku tidak ada dirimu, baik jika kau tak mau putramu mendapatkan pendidikan yang layak aku tak masalah, seperti yang kau katakan itu putramu bukan putraku"
"baiklah tuan, aku akan mengikuti perintah mu"
rasanya seperti di tampar kenyataan sakit sekali, aku terdiam, menantao jendela luar,menangis pun untuk apa aku sudah biasa seperti ini, dia juga sudah meninggalkan ku dan putraku dulu.
***
kami sudah sampai di acara debut tersebut, lumayan jauh sekitar 6 jam perjalanan, kami si sambut dengan senyuman, tentu saja tak lepas dari pandangan menjijikan, aku tak mengerti maksud tatapan tersebut.
tuan Jakson pergi dengan teman nya, aku duduk di dekat meja pantry yang berisi makanan ringan,pergerakan ku tak lepas dari tatapan orang orang, aku sudah biasa di pandang seperti itu, tiba tiba ada 3 wanita dengan baju yang glamor mendekat, aku tak memperdulikannya.
"ck inikah selir tuan Jakson itu nyonya meneer?"
"ya, Ra terlihat menyedihkan bukan hahahaha, pasti dia yang menggoda tuan Jakson, atau dia yang meracuni istri tuan Jakson agar dia bisa mengantikan posisi nya, hahaha~~"
"seperti begitu nyonya menner, aku dengar dengar dia hamil duluan, memalukan sekali bukan"
"iya lau, aku pernah dengar gosip tersebut dari arah timur, sepertinya itu bukan hanya gosip, lihat dia dan pakaian nya kusam sekali"
"hahahaha benar nyonya"
aku menatap sinis wanita di depan ku, padahal aku hanya diam, seperti kata tuan Jakson aku harus berperilaku layak di sini, aku hanya menatap lalu mendesis, lebih baik aku makan saja dari pada mendengar mereka membicarakan ku.
"lihat lah menner dia pergi mengambil makanan, sepertinya setelah menjual dirinya dia tak di beri makan"
"sepertinya begitu Ra, lebih baik kita mengikuti nya, sepertinya sangat seru mengerjai wanita murahan itu" katanya sambil berjalan memegang kipas di tangan nya.
"ekhem!, nyonya antasya, perkenalkan saya menner dari arah barat, salam kenal"
"ya aku Naura dan kembaran ku Laura, kami juga berasal dari barat, salam kenal nyonya anatsya"
"ya salam kenal"
"anda ini irit sekali bicara yah, emm saya ingin bertanya apakah anda selirnya tuan Jakson nyonya sepertinya begitu"
"cuih-!, untuk apa bertanya jika sudah tau, kenapa rupanya jika aku selir, apakah salah di mata mu?"
"ahh~, santai saja nyonya saya hanya bertanya, sebenarnya tidak salah saya hanya heran, istrinya tuan Jakson kan sudah tiada kenapa kau tak di jadikan istrinya?"
"apakah penting untuk mu tentangku nyonya menner yang terhormat?"
aku pergi setelah mengatakan itu, ternyata dia mengambil teh panas di atas meja pantry dan melemparkan nya ke pada ku, gaun ku basah karna nya, dia dan buntut nya tertawa, aku geram dan membalas nya, lupakan tentang Jakson, ini masalah wanita!.
"bajingan rasakan ini"
byurrr
aku melemparkan minuman dinggin ke wajah nya, antek antek nya terkejut dan dengan sigap menyuru pelayan membawa kain untuk membersihkan wajah nyonya menner.
"dasar selir tidak punya etika dan urat malu, lihat saja aku akan melaporkan ini"
orang orang mulai berkumpul memojokan ku, aku takut tak berani menunjukan wajahku, tatapan semua orang seperti membenciku, aku melihat tuan Jakson berdiri di sudut sana, dia tak membantuku, dia hanya melihat, sakit sekali rasanya tak di perdulikan orang yang kita cintai.
petugas membawa ku keluar, mereka langsung membubarkan kerusuhan tadi, Karna acara segera di mulai, aku di bawak keruangan hukuman, percuma saja menjelaskan ujung ujungnya selir seperti ku akan kalah dengan nyonya menner.
aku terdiam Karna mendapatkan hukuman cambuk 100x, tentu itu hukuman di sini, belum di kastil ku, setelah perdebatan panjang akhirnya aku memilih pergi dari kastil ini, dan hidup menjadi rakyat biasa.
benar hal itu tak bisa aku tolak dari segi mana pun, aku di cambuk mengunakan pakaian hitam, tuan Jakson tak membantu ku, dia hanya melihat, aku benci tatapan nya, aku benci dirinya.
aku menatap nya sambil tersenyum kecut, tatapan itu akan selalu aku benci, aku bersumpah, sampai cambukan ke 99 aku tak kuat dan berakhir pingsan.
mereka mengira aku pingsan ternyata aku pergi untuk selamanya.