🌻 3 🌻

521 61 5
                                    

Senpai, kau yang tampan pasti cocok sekali dengan jaket ini. Pemberianku tolong dipakai, ya.

"Kamu tidak perlu membaca tulisannya. Itu sangat memalukan, Hinata." Hawa panas menyerang ruang nadinya, naik ke permukaan hingga Naruto menyadari wajahnya pasti memerah. Dia malu setengah mati dipuji secara gamblang demikian.

"Mereka mengucapkan kebenaran, tidak jadi masalah 'kan? Kenapa kamu protes?" Hinata terkekeh main-main setelah mendapati perubahan warna pada air muka si Uzumaki. Tidak mengira juga bahwa ternyata pemuda ini bisa tersipu seperti itu. "Semua ninja mengenalmu dan tahu seberapa gagahnya Naruto Uzumaki, pahlawan pada perang dunia ninja ke empat." Mendadak heran ketika mengetahui segini beraninya Hinata dalam hal menggoda, atau Naruto hanya berpikir kelewat jauh.

Berusaha tetap meyakini pacarnya ini merupakan gadis yang minim basa-basi dan lebih sering mengatur pola kata-katanya. "Kau makin terkenal setelah berhasil memimpin kita memenangkan perang. Iya 'kan? Lalu, kau masih terus membuktikan eksistensimu dengan mengalahkan Toneri di bulan. Tidakkah wajar jika banyak gadis di desa kita maupun desa lain tertarik padamu? Suatu kehormatan bagiku bisa mendapatkan tempat di sisimu." Justru sekarang Hinata yang merunduk, mengabaikan rona serupa lebih mencolok muncul di kedua pipinya. Dia sungguh bersyukur entah kepada siapapun penguasa bumi dan langit.

"Bagaimana denganku?!"

"Kamu? Memangnya kenapa?!" Kontan mendongak, memperlihatkan raut lucu nan polos layaknya bocah kecil. Ekspresinya bagai sesuatu yang lucu, namun tidak untuk ditertawakan. Naruto mengaguminya. Dia menyukai segala pergantian garis di wajah mungil si Hyuuga ini. Apalagi tidak sembarang orang berkesempatan untuk melihatnya, selain dialah satu-satunya.

"Kamu juga istimewa sama seperti penghargaanmu padaku. Dan kamu bahkan tidak pernah menghiraukan fakta ini."

"Tidak sebagus itu. Aku sadar di luar sana--tidak, di desa kita pun banyak gadis lain yang lebih dari aku."

"Kamu selalu rendah hati. Tapi, aku senang dengan sikapmu yang begini. Kamu tidak menginginkan agar orang-orang terus memperhatikanmu. Dalam satu waktu dan banyak situasi berbeda, kamu tidak bosan melihatku. Untuk upayamu ini aku sangat berterimakasih, Hinata. Aku akan terus mengingat agar sesering mungkin mengungkapkannya kepadamu." Naruto melupakan perkara penting yang utama, di mana kekasihnya tersebut begitu gampang tersentuh oleh seluruh afeksinya sekalipun sederhana. Hinata mengangguk lembut, mengulas senyum ragu-ragu yang di mata si Uzumaki berlipat cantiknya. "Shikamaru, sampai kapan kau akan berdiri di situ?"

"Aku tahu kau sengaja. Apa kau suka saat orang lain menyaksikan kemesraan kalian?"

"Bukan salahku kau menghabiskan lima belas menit untuk menjadi mesum dan mengintip. Aku baru tahu kau punya hobi baru sekarang," sindir Naruto usai sempat mendesah melepaskan sedikit kejengkelannya.

Detik berikut Shikamaru menggeser jendela, melompat ke kamar untuk menghampiri posisi Naruto dan Hinata. Kedua pemuda ini berpura-pura tidak menghiraukan keadaan si gadis Hyuuga yang terpaksa menelan malu atas alasan tidak berarti. Itu penilaian dari isi kepala dua pemuda dengan tingkat apatis di angka rata-rata, kontras terhadap dia ketika terbelenggu tata perilaku di sepanjang usia.

"Mengganggu kencan seorang pahlawan bisa saja merupakan pelanggaran resmi, berlaku mulai sekarang." Sebentuk sindiran, Naruto jelas memahami kelakar penerus Nara yang merupakan sahabatnya ini.

"Hinata, pergilah keluar jika kau jenuh sendirian di sini. Aku pulang petang nanti. Jangan memaksakan diri untuk datang kalau itu cuma akan merepotkan dirimu. Tetapi, aku tidak melarang. Kau mengerti?!" Jemari dengan refleks mengusap puncak kepala gadisnya itu, bertukar senyum selaku syarat afirmasi dari masing-masing. Sejemang Shikamaru berputar, melompat jauh ke atap gedung lain, mendahului sejoli ini pada intimasi mereka.

-----

With her Laceena





NARUTO NINDEN: Hitotsu ni NaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang