🌻 7 🌻

443 56 4
                                    

Dua mangkuk ramen masih mengepul di permukaan meja. Hinata baru menghidangkan setelah memanaskan kuahnya terlebih dahulu. Kue tar yang sudah dipotong juga tersedia di sisi mangkuk, beserta dua cangkir teh lengkap dengan tekonya jika mereka ingin menuangnya ulang nanti.

"Tadinya aku pikir cuma akan menyeduh ramen instan. Tahunya kamu ada di sini, padahal sewaktu aku pulang tadi sudah jam sembilan."

"Ini hari penting untukmu, mana mungkin diabaikan. Lagi pula, aku hanya membeli kue dan ramen ekstra di warung paman Teuchi. Biarpun seadanya, kita tetap bisa merayakan hari ulangtahunmu."

"Iya, kamu benar. Tapi, aku tidak enak dengan Tuan Hiashi. Belakangan kamu jadi sering bolak-balik ke apartemenku, terkadang sampai menginap."

"Ayah percaya padamu."

"Hah... itu membuatku terbebani. Aku lebih suka menghadapi orang yang marah-marah. Kalau perlu sekalian mengamuk saja. Dititipkan pesan atau petuah layaknya orang-orang tua pada umumnya, kepalaku malah langsung pusing."  Sumpit diraih, disiapkan di antara capitan dua jemarinya. Dan Naruto tidak perlu menunggu untuk suapan pertamanya dilakukan pelan-pelan.

"Masih panas 'kan? Lidah kamu bisa-bisa terbakar, loh."

"Tidak, sayang. Ini 'kan juga hati-hati. Perutku tidak bisa menunggu, lapar sekali soalnya. Aku cuma makan nasi kare bareng Shikamaru dan tamu dari Desa Nadeshiko." Mulut yang keceplosan otomatis menyentak kesadaran, dia nyaris melupakan janji berceritanya kepada Hinata.

"Desa Nadeshiko? Aku seperti pernah mendengarnya, tapi lupa kapan dan di mana." Gantian Hinata yang kini mengambil sumpit untuk selanjutnya melahap ramen sedikit demi sedikit.

"Itu yang mau aku beritahu. Desa Nadeshiko terletak di dekat hutan yang berada di pinggir laut. Ino dan teman-teman kita pernah ke sana untuk mengumpulkan tanaman obat-obatan. Sementara, aku ke sana untuk latihan membentuk ikatan bersama Kurama. Di sana aku bertemu seorang gadis seusia kita. Aku sempat membantunya terlepas dari masalah yang cukup rumit. Para pria di sana memperebutkan dia untuk dinikahi atas alasan tahta dan--ehm, wajahnya yang menurutku memang lumayan cantik. Kurasa karena itu mereka sampai rela bertarung untuk memenangkan perhatian dia. Namanya Shizuka."

-----

"Masih memikirkan omonganku kemarin?!" Sejoli paling serasi di penjuru Konoha tersebut sama-sama tengah berdiri di bingkai pintu. Naruto dengan gelagat tenangnya hendak berpamitan keluar. Tidak ada yang mengherankan, jika menilik bahwa ini bukanlah kali pertama Hinata menginap di situ. Dia sering melakukannya, berawal sejak hubungan mereka berjalan tiga bulan. Usai menemukan pacarnya menggeleng mahfum, seringai Naruto pun menyusul serempak erangan napasnya mengudara rendah.

Pada tiap lipatan detik, kaki diayun mendekat, menepis jarak hingga tersisa sekian inchi. "Kamu sudah boleh pergi, dan selesaikan urusan kamu agar bisa langsung pulang."

"Tunggu aku, ya. Malam ini kamu menginaplah juga. Aku masih ingin merayakan ulang tahunku sama kamu, Hinata." Serta merta lengan-lengannya yang kokoh mendekap pinggang ramping di depannya. "Ada sesuatu untuk mengurangi kecemasan kamu." Dan Hinata tidak sempat menimbang-nimbang tentang apa ketika sekujur tubuhnya merasakan geli yang menyenangkan.

Bibir mereka beradu, menempel tanpa dia sadari caranya. Itu hanya begitu cepat terjadi, terlalu tiba-tiba. Namun, Hinata sungguh menyukai gaya si Uzumaki mencumbunya selembut ini, kentara memperkirakan pergerakannya agar tepat menembus kewarasan. Gadisnya tentu melayang, sungguh. Hinata terpejam, meresapi pertukaran saliva penghantar kehangatan itu merasuk ke billah-bilah nadinya. Dia merengek tertahan.

"Sampai nanti, aku tidak akan terlambat pulang." Kondisinya melongo sekarang, seolah Hinata cuma  memahami setengah penuturan demikian. "Baru dicium mukamu sudah semerah ini, seingatnya kita juga sering 'kan?" Sengaja menggodanya dengan permainan kata. Hinata yang pada hakikatnya gadis pemalu punya ekspresi sedap buat dipandang, khusus menurut pengamatannya. Dia tidak perlu memikirkan opini orang lain bukan? Ya, dan sekali lagi Hinata banyak melamun gara-gara afeksi yang diberikan si Uzumaki.

-----

With Laceena

NARUTO NINDEN: Hitotsu ni NaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang