16. Please, Use Me Like A Drug

55 3 25
                                    

"Di semesta ini, kamu‐aku adalah matahari dan bulan, Yeonjun."

o

"Ini tidak bisa dibiarkan!"

"Ryujin?" Yeji yang tiba-tiba menggenggam pergelangan tangan Ryujin membuat si empu sedikit terperanjat. Hanya melalui tatapan bingung, Ryujin seakan bertanya-tanya mengenai sikap sahabatnya yang sedang memandangnya tajam. "Aku ingin bicara," lanjut Yeji selagi menyeret gadis itu.

Ryujin clueless. Ia ingat bahwa baru saja Yeji tersenyum tanpa beban di depan Yeonjun dan Beomgyu sebelum mereka pamit di depan pintu kelas mereka. Namun, sekarang? Belum juga satu menit, air muka gadis bermata kucing itu sudah berubah dingin.

"Ada apa sebenarnya?" sergah Yeji begitu mereka menghentikan langkah di ujung lorong yang sepi manusia. Mata itu masih sama.

"A-apa maksudmu, Yeji?" Jujur, sorot mata Yeji yang demikian membuat Ryujin sedikit nervous.

Napas berat Yeji berembus di kala dia membuang pandang.

"Ryujin?" Panggilan itu masih belum mampu menjadikan Ryujin paham akan inti permasalahan. "Apa kamu pikir aku tidak memperhatikanmu selama beberapa hari terakhir?"

Gotcha! Wajah grogi itu berhasil Yeji baca.

"Y-yeji?"

"Apa masalahnya? Tidak bisakah kamu membagikan sedikit saja masalah itu? Kenapa kamu terus menyimpannya sendiri?"

Mata Ryujin seketika melebar mendengar rentetan pertanyaan tersebut. Kedua tangannya pun dengan sigap meraih lengan Yeji. "Y-yeji?" panggilnya mencoba untuk menghentikan persona yang jelas-jelas tengah kalap tersebut.

"Apa gunanya aku sebagai sahabatmu? Bukankah kita pernah berjanji tidak akan ada rahasia antara kita?"

"Yeji?"

"Aku berusaha diam dan memendam rasa ingin tahuku dengan menunggumu menceritakannya sendiri padaku, tetapi apa?! Kamu masih saja membisu!"

"Y-yeji, a-aku bisa jelaskan." Berusaha, kalimat ini terdengar diantara kalimat panjang itu.

"Apa kamu tahu? Aku tidak tahan lagi dengan sikapmu yang berbeda itu, Shin Ryujin!"

Ryujin terkesiap mendapati Yeji yang meninggikan suaranya di akhir seraya menghentakkan kaki layaknya anak kecil meski tangan Ryujin sendiri masih setia menggenggam lengan gadis tersebut.

Pandangan keduanya bersirobok. Dan dapat Ryujin lihat, di depan mata juga untuk pertama kalinya, napas Yeji menderu dengan cepat akibat dari kalimat-kalimat marahnya beberapa waktu lalu saat matanya memerah disertai air menggenang di pelupuk mata. Lantas, Ryujin segera menarik Yeji dalam pelukan.

"Maaf," bisik Ryujin.

Suasana terasa sepi di antara mereka. Entahlah kenapa. Yang jelas, ini masih ada sekitar lima menit lagi menuju bel masuk akan berdering.

"Aku sangat mengkhawatirkanmu," ungkap Yeji. "Please, use me like a drug."

"Aku ... minta maaf, Yeji."

Yeji merenggangkan pelukan. "Jadi, apa kamu bersedia menceritakannya padaku?" Tatapan tajam itu melembut.

Ryujin pun mengangguk serta tersenyum. "Tentu."

Cerita Ryujin dimulai dengan kesehatan neneknya yang sudah lanjut usia. Kondisi fisik yang tidak lagi kuat juga kesehatan yang beberapa kali menurun mengakibatkan beliau yang tidak tinggal satu rumah dengan keluarga Ryujin harus dirawat inap di rumah sakit. Sudah terhitung satu minggu, tetapi belum ada perkembangan atas kondisi beliau. Ditambah lagi, kakeknya yang menyusul untuk dirawat juga menjadikan pikiran Ryujin bercabang--tidak tenang. Dia belum siap jika harus kehilangan salah satu dari mereka. Yeji pun paham akan bagaimana Ryujin menyayangi mereka. Kemudian, cerita itu berlanjut dengan me-mention nama Felix.

Èvasion • Yeji&YeonjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang