"Di semesta ini, kamu‐aku adalah matahari dan bulan, Yeonjun."
-o-
Decitan-decitan yang dihasilkan oleh gesekan antara sepatu dan lantai lapangan basket sekolah saling bersahutan. Teriakan para pemain dan penonton tidak membiarkan tempat berupa aula itu untuk hening walau sesaat. Ini bukanlah pertandingan antar sekolah. Hanya anak-anak tim basket sekolah yang sedang latihan dengan mengadakan perlawanan antar kelas 12 dengan kelas 11 di tengah-tengah jam istirahat.
"Ya Tuhan!"
Penonton dari pihak siswi terkesiap saat melihat Yeonjun yang sedang melambung untuk memasukkan bola pada ring bertabrakan dengan tubuh pemain lawan. Alhasil, tubuh jangkung pemuda itu ambruk dengan keras pada permukaan lantai.
Permainan dihentikan dan keadaan menjadi kacau karena mereka yang ada di sana mulai menggerakkan kaki ke lokasi Yeonjun terbaring.
Beomgyu menjadi orang pertama yang meraih Yeonjun dan mendapatinya sudah tidak sadarkan diri. Ditepuknya pipi itu, tetapi tidak ada respon dari sang pemilik.
"Aku minta maaf. Aku tidak bermaksud mencelakainya." Permohonan itu melesat dari bibir pemain yang tadi berusaha menggagalkan kapten basket tersebut untuk mencetak skor.
"Tidak apa-apa, Sunbae-nim. Jangan khawatir," balas Beomgyu mewakili kakaknya.
"Tolong bantu aku membawa Yeonjun Hyung ke UKS," lanjut Beomgyu dan dengan mudah mendapat persetujuan siswa tadi-panggil saja dia dengan sebutan Minho. Dengan bantuan beberapa pemain lagi, tubuh Yeonjun berhasil dievakuasi ke atas ranjang pesakitan UKS.
"Aku benar-benar minta maaf," pemuda tadi lagi-lagi mengatakannya seraya menunduk dalam. Rasa bersalah begitu jelas tampil di wajah rupawannya.
Beomgyu meraih pundak Minho dan berujar selagi senyumnya merekah, "Minho Sunbae-nim, sudah tidak apa-apa. Yeonjun Hyung juga baik-baik saja."
Mereka berempat; Beomgyu, Minho, Yeji, dan Ryujin melihat sekilas Yeonjun yang masih belum sadar di atas pembaringan.
"Kalian kembali ke kelas saja lebih dulu. Biar aku dan Yeji yang menjaganya sampai bangun," pinta Ryujin selagi mengecek jam di pergelangan tangan.
Beomgyu dan Minho mengangguk, lalu pamit undur diri dari hadapan kedua gadis itu. Sepeninggal mereka, Ryujin meminta izin untuk pergi ke toilet. Yeji pun mengiyakan tanpa keraguan.
Pintu sudah ditutup. Kini, hanya ada sepasang anak manusia di dalam ruang UKS. Yeji memandang kasihan pada Yeonjun dari jarak sekitar dua meter. Sedikit paksaan dia menelan ludah. Jantungnya berdegup seperti pada umumnya ketika berada di sekitar Yeonjun.
Ingat! 'Seperti pada umumnya ketika berada di sekitar Yeonjun!' Itu berarti, jantung Yeji sedang berdetak tidak normal saat ini.
Yeji mulai mengikis jarak. Walau memiliki rasa bimbang yang kuat, tetapi ada hal yang ingin Yeji cari tahu dari sosok Choi itu.
Senyum manis nan hangat gadis Hwang terpatri di bibir ranumnya. Ia trenyuh kala mengamati wajah Yeonjun. Apa dia sedang tidur? Pikir Yeji sementara netranya terus memandangi wajah pemuda yang terbilang sangat menggemaskan di saat ia terlelap, seperti sekarang ini.
Yeonjun terlihat sangat pulas dan bagi Yeji itu begitu menenangkan.
Tersadar bukan itu tujuannya mendekati Yeonjun, Yeji akhirnya mengamati kemeja putih yang melekat pada tubuh pemuda Choi ini. Semakin lama dia menumpukan fokus penglihatannya di sana, maka semakin cepat pula jantung Yeji memompa darah. Tangan Yeji mengepal kemudian. Dengan satu tarikan dan hembusan napas kuat, dalam hati, dia membulatkan tekad.
KAMU SEDANG MEMBACA
Èvasion • Yeji&Yeonjun
Fanfiction"Di semesta ini, kamu-aku adalah matahari dan bulan, Yeonjun." 𝐄̀𝐕𝐀𝐒𝐈𝐎𝐍 noun /ɪˈveɪʒ(ə)n/ (tindakan menghindari sesuatu) Yeji merasa menjadi manusia paling beruntung saat Yeonjun-teman seangkatannya sekaligus kapten basket sekolah-mau membala...