11 . Care

33 3 2
                                    

"Di semesta ini, kamu‐aku adalah matahari dan bulan, Yeonjun."

-o-

"Tunggu sebentar, ya!" pinta Ryujin sebelum meninggalkan tiga manusia itu di salah satu meja cafetaria untuk pergi ke toilet.

"Okay! Jangan buru-buru, ya! Hati-hati!" kata Yeji sedikit berteriak karena Ryujin dan dirinya sudah berjarak. Tanda 'OK' Ryujin buat dengan jemarinya. Yeji tersenyum simpul dan mengangguk.

Melepas kepergian sahabatnya yang hilang di balik tembok, Yeji pun melihat dunia kecil di depannya. Hening dalam buaian cuitan-cuitan manusia di cafetaria, Yeji memperhatikan dua Choi di samping dan di depannya. Tidak memakan tiga puluh detik, Yeji tidak tahan dengan mereka yang sibuk dengan ponsel masing-masing.

"Yeonjun? Beomgyu?" panggilnya.

Yang dipanggil pun menegakkan kepala. Mereka memandang wajah manis Yeji dengan raut bertanya.

"Apa kalian sedang bertengkar?" tanya gadis Hwang penuh telisik juga hati-hati.

Dipandanginya wajah mereka satu persatu, tetapi tidak ada yang kunjung menjawab. Saat fokus penglihatan Yeji bersirobok dengan mata Beomgyu, pemuda itu langsung mengalihkan pandangan. Hampir sama dengan manusia yang menggenggam tangannya, Yeonjun pun memilih untuk kembali menatap layar ponsel.

"Kalian diam? Berarti benar dugaanku. Apa yang terjadi?" tanya Yeji dengan lembut.

"A—"

"Kami tidak bertengkar," sambar Yeonjun ketika yang lebih muda ingin membuka suara.

Dari Yeonjun yang telah membalas tatapannya, Yeji menoleh pada Beomgyu. Pemuda itu memberikan sorot mata yang tidak biasa pada Yeonjun. Napas yang berisi sebuah makna berembus kuat dari bibirnya. Itu bisa Yeji sadari melalui bahu Beomgyu yang naik lebih tinggi dari keadaan normal ketika dirinya bernapas. Meskipun, Yeji tidak memiliki kekuatan super yang bisa membaca pikiran orang lain, tetapi ia yakin bahwa ada hal yang terjadi di antara keduanya.

Yeji kembali melihat Yeonjun. Dia masih menaruh atensinya pada gadis itu rupanya. Dua detik terdiam, Yeji lalu berujar, "Aku tidak akan memaksa kalian. Masing-masing dari kalian sudah dewasa. Aku hanya berharap, kalian bisa menyelesaikannya dengan cara yang baik."

Senyum Yeonjun muncul. Disertai anggukan, dia menjawab, "Iya."

Beomgyu juga tersenyum pada Yeji. Namun, senyum itu terlihat sekali bukan datang dari hati. Bukannya Yeji tidak menyadari. Dia tahu. Hanya saja, ia lebih memilih untuk tidak mencampuri urusan mereka.

"Terima kasih," kata Yeji selagi tersenyum hangat. Setidaknya, ia merasa lega karena bisa menyadari arti kebisuan itu.

Seperti yang Yeji harapkan, dia tidak ingin masalah itu kian berlarut. Salah satu titik bahagianya mengalami penurunan grafik begitu atmosfir di antara mereka mulai berubah. Dan Yeji tidak menyukai itu. Yeji sangat-sangat dan saaangat bahagia jika orang-orang di sekitarnya juga bahagia.

Asal muasal permasalahannya terjadi di malam sebelumnya. Iya, ketika Beomgyu berniat menginap di rumah Yeonjun. Setelah telepon Yeonjun dan Lia berakhir, Beomgyu kembali dengan membawa minuman kaleng. Memberikan satu pada kakaknya, dia duduk di samping Yeonjun dan bertanya topik apa yang tadi dibahas dengan gadis Choi itu.

Penjelasan berjalan lancar. Bahkan, Yeonjun meminta Beomgyu untuk menemaninya pergi bertemu dengan Lia, Sabtu petang. Takut terjadi sesuatu yang tidak pernah diinginkan.

"Hyung, kau ... tidak main-main, 'kan, dengan Yeji Noona?"

Dan pertanyaan bersarat keraguan—baik bagi Beomgyu sendiri untuk menanyakannya maupun kesungguhan perasaan Yeonjun—ini menjadi awal perdebatan mereka.

Èvasion • Yeji&YeonjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang