Aku tidak ingin hidup seribu tahun. Jika aku hidup sampai hari ini, itu sudah cukup.
–Portgas D. Ace
Ace mendongak ke arah air terjun. Pemuda bersurai hitam itu tersenyum, wajah teman-temannya terbayang mengingat kala mereka terdampar di Wano. Hampir tiga hari perjalanan laut dengan kecepatan maksimal akhirnya Ace sampai tujuan. Tubuh tegak itu berdiri di atas sekoci kecil, wajahnya basah karena percikan air mengarah kepadanya.
"Sudah lama sekali. Yamato, Otama, akhirnya aku bisa menepati janji ku kepada kalian berdua."
Menghela nafas, Ace menghirup udara sebanyak mungkin lalu membuangnya perlahan. Perasaannya tidak bisa ia gambarkan karena terlalu senang untuk pertemuan kali ini. Bukan hanya karena akan bersenang-senang dengan adik cengengnya, tapi pada akhirnya ia bisa menuntaskan apa yang telah ia janjikan.
Ace menyeringai dan mengambil posisi, "Yosh, saatnya mendaki." Sekoci bergerak cepat kala Ace mengeluarkan api dari kakinya sebagai tenaga pendorong. Ikan koi besar mengikutinya dari arah samping kiri dan kanan. "Hoo, mau berlomba?" sekoci semakin cepat dan ikan koi pun berenang tidak kalah cepat.
"Harusnya Sabo ikut bersama ku, ini menyenangkan," teriaknya seorang diri. Rambut hitam Ace bergerak tersapu angin, membawanya ke belakang dan hanya wajah tampannya yang nampak gembira. Sekoci memanjat hampir hingga puncak air terjun, beberapa detik berlalu Ace tiba dan pusaran air menyambutnya.
"Waahhh, hampir saja. Aku lupa tentang pusaran air ini." Ace hampir masuk ke dalam pusaran andai telat sedikit saja untuk membelok arah. Sekoci menjauhi air terjun dan terus melaju. Mendekati pesisir pantai, Ace mencari tempat untuk menyembunyikan sekoci kecil itu agar tidak ditemukan oleh siapa pun. Lama menyusuri tebing bebatuan matanya menangkap sebuah kapal besar dengan kepala singa dan bendera bajak laut yang ia kenal. Ace tersenyum lebar, itu adalah kapal Bajak Laut Mugiwara.
"Lebih baik disembunyikan di sini saja. Tempat ini mungkin aman," monolognya. Setelah selesai dengan pekerjaannya, Ace mengeluarkan vivre card dan meletakkannya di telapak tangan. Benda itu bergerak ke arah depan dan Ace mengikutinya seperti kompas.
×××××
Sebuah den den mushi kecil berbunyi. Garp menyibak sedikit jubah kebesarannya untuk mengambil benda itu dari dalam baju yang ia gunakan.
"Moshi moshi."
"Garp san, ini aku."
"Katakan informasi yang kau dapatkan."
"Tidak ada informasi penting. Tapi dari yang kudengar Vegapunk mengirim senjata ke Mariejoa."
"Itu adalah informasi penting, bakayaro."
"Hai, sumimasen."
Garp mengernyitkan kening dan memijatnya pelan. Pasti sesuatu akan terjadi jika pemerintah meminta senjata dari Vegapunk. Informasi ini harus Garp berikan kepada Dragon untuk kelancaran misi yang akan Sabo laksanakan.
"Dan Gososei akan melakukan uji coba untuk senjata itu. Mungkin saat ini mereka sedang memikirkan target yang tepat, bisa saja mereka memusnahkan suatu pulau."
Wajah Garp terlihat berpikir, "Target? Jika mereka berpikir akan menargetkan suatu pulau berpenghuni sebagai target percobaan itu sangat tidak masuk akal. Tapi mereka adalah puncak tertinggi sebagai penindas." Garp menyampaikan isi kepalanya kepada lawan bicaranya.
"Untuk hal itu kami sedang menyelidikinya lebih jelas. Dan saat ini hanya itu informasi yang kami dapatkan."
"Baiklah. Kalian sudah melakukan tugas dengan baik. Jangan sampai tertangkap."