1. Asvathama

2.1K 287 85
                                    

Hai, hallo! Salam kenal, selamat datang di kehidupan Genevieve, Venan, dan Akassa. Kali ini, aku dan mbak Gev serta mas-mas di atas mau mengajak Teman-teman  untuk baca drama dengan bau-bau rumah duka. Tapi, tenang ... ini bukan novel horor. Ini novel cinta-cintaan. Hiihi. Entah akan romantis atau skeptis, semoga kehadiran Sepi Terjauh mampu menjadi teman yang baik dan dinanti-nanti untuk Teman-teman pembaca di sini. 

Jangan lupa, dukung kami, ya. Votes dan komentar dari Teman-teman akan menjadi hal yang sangat berharga dan alasan kami untuk selesai di sini. Terima kasih, jangan lupa Wattpad-ku di-follow, ya. Hehe.

*** 

Ada tidak orang yang tenang-tenang saja saat ditinggal mati oleh sang terkasih? Tidak menangis, tidak menjerit pilu, dan masih bisa tersenyum.

Kalau Ammary Genevieve Reswara, tidak bisa. Dulu dia menangis meraung-raung saat mamanya meninggal dunia dengan cara yang begitu tragis.

Tetapi, sampai sekarang gadis yang biasa dipanggil Gev itu masih berada di antara damai dan tidak damai.

"Cantik, ya?" Seorang teman bersuara dengan tenang.

Sementara Gev yang tadinya sedang mengucurkan air dan membasuh badan seseorang dengan shower gel seharga 1,2 juta per botol kecilnya, ikut tersenyum menyetujui. "Lihat, sabunnya saja bisa buat ngopi berkali-kali."

"Orang kaya memang beda."

Gev menyeringai. "Emang ada yang mandi di sini tapi nggak kaya?" Diusapnya bagian tubuh yang lain dengan telaten. Tangannya yang mengenakan sarung, dengan tekun membersihkan sela-sela tubuh seorang wanita.

Aroma buah-buahan menguar di ruangan suram itu. Ruangan dengan berbilik-bilik shower nan mewah, namun tetap saja, kata indah kurang pantas untuk melabelinya.

"Mas-mas yang nungguin di depan, tuh, menurut lo siapanya mbak ini, Gev?" Lagi-lagi, perempuan bernama Gemora itu bersuara.

"Suaminya."

"Kok, lo tahu, Gev?"

"Gem, kalau mau berisik please jangan ikut-ikutan shower lagi. Lagian gabut amat, sih, segala ikut-ikutan ke sini!" Gev menyudahi aktivitasnya, mematikan aliran air, dan mulai mengeringkan perempuan yang sedari tadi sedang dia mandikan.

Lagi-lagi, handuk yang dipakai juga bukan handuk biasa. Handuk senilai 2 jutaan dari Frette Triplo Bourdon itu sangat lembut dengan pinggiran katun dan satin. Gev menggelengkan kepala saat terpikir untuk membawa handuk itu pulang nanti. Tentu tidak! Tidak akan pernah dia membawa pulang barang-barang dari ruangan itu.

Kembali Gev mengusap perempuan di atas pembaringan dengan lembut sampai kering. Bau wanginya menyebar ke mana-mana. Wajah perempuan itu juga seolah begitu terang dan damai dalam lelapnya.

Untuk menyudahi pekerjaannya, Gev meraih tangan perempuan itu, lalu bersalaman sambil berkata, "Selamat jalan, ya. Dunia kadang memang terlalu licik untuk terus didiami oleh manusia secantik kamu. Kapan-kapan aku nyusul."

Gev memakaikan sehelai selimut yang menutupi leher hingga ujung kaki. Selanjutnya, dengan menekan beberapa tuas pada ranjang pemandian, lapisan teratas ranjangnya akan terangkat, lalu bergerak ke samping, Gev bisa memindahkan sang perempuan ke brankar lainnya dengan mudah.

Gev akan sedikit memiringkan tubuh perempuan itu agar lapisan teratas ranjang pemandian bisa menarik diri dan menempati posisi semula. Setelahnya, brangkar itu dia dorong menuju ruangan lainnya.

Di luar ruangan, pria muda yang sedari tadi menunggu segera berdiri. Matanya memerah, sembab, dan wajahnya pucat bukan main. Menatap Gev yang baru saja muncul dengan mendorong brankar, di mana ada jenazah Coralia Gheonasara, istri tercinta yang baru saja pergi untuk selama-lamanya.

SEPI TERJAUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang