7. Getaran Berbahaya

817 197 58
                                    

Akassa menghela napas sambil menundukkan kepala di sudut ruang kerjanya. Sudah berkali-kali dia mencoba untuk fokus bekerja, nyatanya, wajah Coralia selalu melintas begitu saja.

Sudah sejak seminggu lalu Akassa mulai berangkat ke kantor pusat di daerah Kuningan. Sedang dikejar target untuk proyek baru mereka yang bekerja sama dengan perusahaan otomotif asal Belanda. Tetapi, jangankan untuk bekerja, untuk melanjutkan hidup saja Akassa enggan.

"Ya, Tuhan, Sa!" Seorang pria dengan wibawa yang menguar ke segala arah itu memekik begitu saja saat mendapati salah satu manajer kepercayaannya sedang duduk lunglai menatap kaca stopsol dan memandangi langit dengan mata kosong. "Berangkat ke kantor bukannya kerja malah melamun."

Akassa menoleh sekilas, lalu berdiri dengan malas. Bila bukan atasannya yang masuk, mungkin dia akan dengan senang hati melanjutkan pamer kehancurannya saat itu juga. Sayangnya, yang baru saja masuk ke ruangannya adalah Arayi Madaharsa, penguasa Gajah Mada Integrated, perusahaan tempatnya bekerja.

"Pak." Akassa menyapa kecil.

Sedangkan Arayi hanya bisa berkacak pinggang sambil mengembuskan napas. Dalam hati, sedikit bersyukur. Di dunia ini, dirinya bukan satu-satunya suami ngenes yang hancur gara-gara istri. Namun, agak menyayangkan juga dengan sikap Akassa yang dinilai menjadi kurang profesional.

"Doovervoort butuh sentuhanmu, lho, Sa. Biar kejual banyak. Bukannya saya nggak paham gimana rasanya jadi kamu, saya juga ngalamin rasanya ditinggal istri meski konteks kita beda. Tapi, ya, bisnis dan hidup harus tetap berlanjut. Pelan-pelan aja, kamu pasti bisa." Arayi maju, menepuk pundak Akassa sekilas.

Akassa mengangguk kecil. "Maaf, Pak. Saya masih sulit lupa."

"Jangan dilupain. Nggak ada yang nyuruh kamu ngelupain Coralia. Tapi, kehidupan kamu jangan sampai keteteran, Sa. Kalau di agama saya, terlalu lama berduka dan meraung memikirkan kematian seseorang, hanya akan memberatkan langkah mereka di akhirat sana. Nggak tahu kalau di agama kamu gimana. Tapi, saya yakin Coralia sudah berada di tempat yang nyaman bersama Tuhan. Tugas kamu di sini adalah ngedoain dia sering-sering, bukan ngehancurin diri sendiri sering-sering." Arayi tersenyum. Lalu berbalik badan hendak meninggalkan ruangan Akassa.

Untung anak emas.

Coba kalau bukan, mungkin Arayi sudah murka hingga ke langit ke tujuh.

"Pak." Akassa ikut berbalik, menatap punggung Arayi yang kini menghentikan langkah dan kembali menghadap Akassa. "Saya ... nggak bisa kerja di saat seperti ini. Saya ...."

"Jangan gegabah. Jangan resign. Nggak ada di dunia ini perusahaan yang akan mempermudah hidup kamu selain Gajah Mada." Arayi berhenti sejenak, lalu berdeham kecil seraya memindai tubuh Akassa dari atas ke bawah.

Matanya sedikit nanar tatkala mendapati ada bekas goresan-goresan luka di pergelangan tangan hingga ke siku Akassa. "Tapi, take your time, Sa. Jangan berhenti dari Gajah Mada, kamu bisa kerja dari mana saja. Dengan catatan harus siap sedia untuk online meeting dan briefing setiap hari."

Agar saya tahu kamu masih tetap hidup setiap hari, Sa.

Arayi tersenyum kecil. Berkat Akassa, setiap Gajah Mada mengeluarkan produk spare part, aksesoris kendaraan, atau pun unit mobil terbaru, semuanya berjalan dengan lancar dan mendapat banyak keuntungan. Untuk melepaskan Akassa, Arayi tidak rela. Tapi, untuk membelenggu Akassa, Arayi tidak mau.

"Deal, Sa?"

Akassa terdiam. Dia ingin mati, menyusul Coralia, bukan ingin bekerja dari mana saja.

"Sa, hiduplah. Saya tahu kamu mengalami kehilangan yang teramat parah. Tapi, banyak orang yang hidupnya akan kesulitan kalau kamu menyerah, Sa. Kamu ingat, staf-staf di divisimu menganggap kamu adalah malaikat sebab apa yang kamu kerjakan dan pikirkan selalu membawa dampak baik untuk kehidupan mereka. Jadi ... jangan menyerah. Orang yang pergi karena dipanggil Tuhan, tidak akan dipertemukan dengan orang yang menyongsong kematiannya sendiri."

SEPI TERJAUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang