"Aku mau mati aja." Alannar bersuara dengan tatapan mata kosong di depan kedua orang tuanya. Baru saja tadi, dia nyaris menenggak segenggam obat tidur jika saja Irena tidak masuk ke kamar dan menampik tangan Alannar.
Obat tidur itu terberai di lantai dan Alannar kini hanya bisa menundukkan kepala sambil meremas rambutnya.
Irena masih terisak menangis. Wanita dengan usia nyaris senja itu menatap putra bungsunya dengan teriris. "Jangan gini dong, Nak. Jangan bikin mama sedih."
"Aku nggak mau nikah sama Viora, Ma. Aku cuma cinta sama Gev! Aku nggak bisa kalau nggak sama dia!"
Alvian, sang kepala keluarga yang kini berdiri di depan anak dan istrinya pun mengepalkan tangan. Ingin sekali memukul Alannar, namun, belum dipukul saja anaknya sudah hancur.
"Salahmu sendiri. Kamu cinta sama Gev tapi kamu nggak bisa jaga diri. Kamu malah tidur sama Viora, sampai dia hamil pula. Jangan jadi pecundang, Lan. Kamu harus bertanggung jawab!"
"Oke, aku bakalan tanggung jawab atas anak itu, tapi aku nggak mau nikah sama Viora!" Alannar berdiri, menatap Alvian Abhipraya dengan mata sayu mengiris jiwa.
"Terus, kamu pikir, setelah itu Gev mau nerima kamu dan anak di luar nikahmu itu? Pikir, dong! Gev perempuan baik-baik, dia punya harga diri, nggak sama kamu pun, dia bisa dapat laki-laki yang lebih baik."
"Pa!" Alannar menjerit. Wajahnya kusut bukan main. Hari demi hari, rasanya mau kiamat. Dia tidak bisa membayangkan seumur hidup berumah tangga dengan perempuan yang tidak dia cinta.
"Aku ... demi Tuhan! Aku dijebak! Aku nggak selingkuh sama Viora. Malam itu aku datang ke bachelor party-nya Noah, aku mabuk, iya, aku mabuk. Tapi aku nggak pernah, kan, selama ini mabuk sampai lupa batasan. Malam itu aku yakin aku dijebak, aku dikasih obat! Tahu-tahu besoknya aku bangun di hotel dan ada Viora di sana!"
"Pikiran kamu terlalu sinetron. Di sana cuma ada sahabat-sahabat kamu, Lan. Atas dasar apa mereka menjebak kamu, hah? Pokoknya, sekarang ... suka nggak suka, mau nggak mau, kamu harus bertanggung jawab. Viora hamil. Kita bisa tes nanti setelah anaknya lahir apa dia anakmu betulan atau bukan. Tapi, kalau iya, kamu nggak bisa berkelit. Pernikahan di depan Tuhan itu cuma 1 kali seumur hidup. Kamu harus tetap jadi suami Viora yang baik bagaimana pun caranya."
"Papa ...." Alannar ambruk, bersimpuh, menangis meraung di kaki Alvian. Pemuda itu meledah, hancur sehancur-hancurnya.
"Aku cinta sama Gev, Pa. Aku bahkan udah mimpi mau ngajak dia nikah di mana. Aku udah nabung banyak sekali uang buat nyenengin dia. Aku udah persiapin diri untuk ngabulin semua apa pun yang dia mau, Pa. Aku nggak bisa kayak gini, aku nggak bisa ngejalanin hidup selain sama Gev."
Irena menghapus air matanya, mengusap wajah dengan kedua tangan. Mengembuskan napas sejenak lalu beranjak, ikut bersimpuh, memeluk tubuh putra bungsunya dari belakang. "Yang sabar, Tuhan maha baik. Kamu harus terima dengan lapang dada, Lan. Jangan kayak gini, Lan. Alannar anak mama bukan manusia yang mudah putus asa seperti ini. Semua pasti ada hikmah dan tujuannya, Lan. Yang sabar ...."
Alannar menangis tersedu-sedu.
Sudah beberapa hari, nomornya diblokir oleh Gev. Dia tidak bisa menyusul ke apartemen seperti biasa karena kartu aksesnya sudah diminta. Tadi pagi, barang-barang yang pernah dia berikan untuk Gev, datang diantar kurir. Gev mengembalikannya. Gev tidak lagi sudi menyimpan barang-barang darinya.
"Aku masih mau ketemu sama Gev, Ma. Tapi gimana kalau Gev nggak mau lagi lihat mukaku, gimana kalau nanti aku nggak bisa lihat Gev lagi?"
Venan yang baru saja pulang dari kantor, tak sengaja mendengar semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEPI TERJAUH
RomanceGenevieve hidup bersama kebencian yang teramat banyak dan dia sendiri tidak berniat untuk meredakannya. Baginya, kebencian itu membuatnya tetap bernyawa. Lahar yang tersembunyi di dalam tubuh tenangnya, membuat Genevieve lebih suka menyelami pekerja...