PROLOG

496 40 1
                                    

Ketika malam itu bergayut, Peat duduk termenung di atas ranjang, entah kenapa malam ini tidak seperti biasanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketika malam itu bergayut, Peat duduk termenung di atas ranjang, entah kenapa malam ini tidak seperti biasanya. Peat merasa ngeri, rasa ngeri ini hampir sama dengan kengerian yang selalu menyerangnya di malam-malam dulu. Burung di pepohonan depan yang rimbun berbunyi-bunyi dengan suara menakutkan, mencicit seolah memberi pertanda.

Tetapi pertanda apa?

Peat bolak-balik memeriksa alarm pintunya, dan menghela napas panjang. Alarm sudah terpasang dengan sempurna, pintu sudah tertutup rapat dengan kunci dan gerendel terpasang.

Tapi... kenapa aku tetap merasa takut?

Peat masuk lagi ke kamar, mengunci pintu kamarnya dan berbaring, lalu menarik selimutnya sampai ke punggung. Seharusnya aku sudah merasa bebas, seharusnya aku tidak didera ketakutan lagi. Tetapi kenapa perasaan ini sama? Rasanya sama seperti dulu... jauh di masa lalu, dimana kenangan buruk menyeruak, kenangan yang sangat ingin aku lupakan.

Tiba-tiba terdengar suara keras di pintu belakang rumahnya. Peat begitu terperanjat sampai terlompat dari tempat tidurnya. Jantungnya berdebar dengan keras, dia menatap ke arah pintunya dan meringis.

Apakah aku tadi sudah mengunci pintu kamarku? Apakah ada seseorang yang menerobos pintu belakang rumahku? Bagaimana kalau orang itu masuk ke kamarku?

Pertanyaan-pertanyaan itu mendorong Peat melompat panik, dan kemudian memeriksa kunci pintu kamarnya.

Terkunci. Tentu saja!

Peat menghela napas panjang, dan menyandarkan tubuhnya di pintu. Lama dia menunggu, mungkin akan ada suara-suara lagi diluar sambil menahankan debaran jantungnya yang membuatnya semakin sesak napas. Tetapi suasana sungguh hening, tidak ada suara apapun. Peat bahkan merasa bahwa dia hampir mendengar debaran jantungnya sendiri yang berpacu dengan begitu kuatnya.

Apa suara di pintu belakang tadi hanyalah halusinasiku saja?

Setelah menghela napas panjang, Peat membuka kunci pintunya. Dia tahu bahwa dia telah melakukan tindakan bodoh seperti di film-film horor yang sering dilihatnya, saat mendengar suara aneh, bukannya lari dan bersembunyi tetapi malah mendatangi bagaikan ngengat yang tertarik mendatangi api yang akan membunuhnya.

Rumah Peat hanyalah rumah sederhana berukuran kecil sehingga kamarnya langsung mengarah ke ruang tamu yang merangkap sebagai ruang keluarga dengan TV besar mendominasi bagian tengahnya, lalu ada lorong kecil ke area dapur. Dapur adalah tempat suara itu berasal.

Peat menyalakan lampu ruang tengah dan menghela napas panjang ketika menyadari bahwa tidak ada siapapun di sana. Jantungnya semakin berdebar ketika menunggu melangkah ke arah dapur. Di sana gelap dan pekat. Dengan hati-hati Peat menyalakan saklar lampu tetapi langsung mengerutkan kening ketakutan ketika saklar itu putus. Lampu dapur tidak menyala dan Peat mengernyit menyadari kegelapan di depannya. Tangannya meraba-raba mencari ponsel yang tadi sempat dimasukkannya ke dalam saku piyama.

Dengan pencahayaan ponsel yang seadanya, Peat melangkah maju memasuki area dapur itu. Cahayanya gelap dan remang-remang, membuat Peat merasakan bulu kuduknya berdiri.

Tampaknya di dapur tidak ada siapapun. Tetapi kemudian mata Peat terpaku pada sesuatu di dapur. Sesuatu yang membuat jantungnya berpacu cepat dan wajahnya pucat pasi. Sesuatu yang memancarkan cahaya lembut berwarna kuning redup terselubungi lilin yang berwarna biru.

Masa tenang kehidupanku sudah berakhir. Impian untuk menjalani hari-hariku seperti orang biasa musnah sudah.

Peat berpegangan ke dinding untuk menopang kakinya yang gemetaran, matanya menatap ke arah benda itu. Sebuah tanda. Tanda yang samar-samar menyeruak ke dalam alam bawah sadarnya, menarik ingatan Peat yang telah lama hilang dan mengingatkannya.

 Tanda yang samar-samar menyeruak ke dalam alam bawah sadarnya, menarik ingatan Peat yang telah lama hilang dan mengingatkannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seketika pengetahuan mendalam muncul di benak Peat, membuatnya merasakan ngeri yang luar biasa. Lilin berwarna biru yang menyala itu adalah tanda, tanda yang ditinggalkan oleh sang pembunuh paling kejam yang dia tahu entah kenapa.

Pembunuh itu sudah menemukanku!

Selesailah sudah. Nyawa Peat mungkin tinggal beberapa saat lagi. Matanya melirik ketakutan ke arah tanda di meja dapurnya. Lilin berwarna biru itu, jumlahnya ada sembilan buah. Diletakkan dengan rapi dan diatur indah setengah lingkaran di atas meja dapurnya, cahaya redupnya tampak kontras dengan ruangan dapur yang gelap gulita.

Lalu seperti muncul begitu saja dari bayangan gelap di belakangnya, jemari yang kuat tiba-tiba menyentuh lehernya dari belakang, lembut dan tenang. Peat tercekat, tetapi tidak bisa memberontak, pada akhirnya yang bisa dilakukannya hanyalah memejamkan matanya.

Tanpa perlawanan yang berarti tubuh Peat lunglai dalam pelukannya, ada rasa sakit dan terkejut luar biasa di sana. Mata Peat yang membelalak mengatakan demikian, hingga beberapa detik kemudian, mata Peat kehilangan cahayanya, menutup dengan lemah, meninggalkan bercak gelap yang merintih tak bersuara disana.

Sang Pembunuh alih-alih melarikan diri terburu-buru, malahan dengan tenang mengangkat tubuh Peat yang pingsan dengan kedua tangannya, ke sudut ruangan, ke bagian ruang tengah rumah berlantai kayu yang dipernis mulus itu. Dia duduk di sana dan memangku tubuh Peat yang lunglai tanpa daya, dibelainya rambut hitam Peat, diciuminya aroma leher korbannya.

Sungguh diperlakukannya Peat bagai kekasih yang sedang tertidur dan akan ditinggal pergi diam-diam. Sorot mata Sang Pembunuh adalah sorot mata kekasih, penuh cinta dan harapan yang meluap-luap. Bukan sekali dua kali ini ia membereskan seseorang yang lemah seperti Peat, ia sering menyebutnya 'order kecil'. Cepat, mudah dan tak jarang korbannya cantik luar biasa seperti apa yang dilihatnya sekarang. Anehnya Sang Pembunuh selalu saja menetapkan harga yang amat sangat tinggi untuk order kecil seperti ini.

Tanpa alasan jelas, ia selalu bilang begitu kepada kliennya, karena tak mungkin mereka mengetahui bahwa Sang Pembunuh adalah pemuja pria. Butuh pengorbanan besar dari nurani untuk membunuh seseorang, tetapi bahkan ia akan mengorbankan lebih besar lagi untuk membunuh Peat, satu-satunya pria yang telah menyentuh hatinya.

Bibir sang pembunuh menyentuh bibir Peat, melumatnya lembut penuh cinta. Sebelum akhirnya gelap dan pekatnya malam yang semakin dalam, menelan mereka berdua.

 Sebelum akhirnya gelap dan pekatnya malam yang semakin dalam, menelan mereka berdua

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
DATING WITH THE DARK (FORTPEAT VER)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang