Lilin-lilin berwarna biru, dengan susunan rapi dan jumlah yang spesifik, sembilan buah. Mengirimkan pesan yang tak mampu dicerna oleh logika. Pesan dari kegelapan yang selalu mengintai. Pesan Sang Pembunuh kepada Korban-nya.
Remake dari novel karya...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Fort ada di sana. Menatap dari kejauhan di dalam sebuah rumah yang tepat berada di depan rumah putih itu. Fort memang sengaja membeli rumah ini jika saatnya tiba. Matanya terus menatap ketika Peat memasuki rumah itu.
Dia tidak bisa menahankan apa yang bergejolak dibenaknya dan memejamkan matanya. Akankah Peat menyadarinya? Menyadari kalau aku menunggu saat-saat ini tiba? Menunggu sekian lama dalam kegelapan untuk dirinya?
Matanya menyorot tajam ketika melihat pintu rumah itu terbuka dan Boss menggendong tubuh Peat yang pingsan terkulai tak berdaya. Gerahamnya mengeras, menatap sosok Boss yang lengannya melingkari tubuh Peat.
Tidak bisa dibiarkan... waktunya akan segera tiba.
~ DATING WITH THE DARK ~
Aroma kopi yang familiar menyentuh hidung Peat, membuatnya mengerjapkan mata dan mengernyitkan keningnya, kepalanya terasa pening seperti dihantam sesuatu, dia membuka matanya dan menyadari bahwa dia berada di dalam kamarnya sendiri.
"Kau sudah sadar? Kau ingin secangkir kopi?" ranjangnya bergemerisik ketika Boss duduk di kaki ranjangnya, membawa secangkir kopi yang mengepul panas. Peat berusaha duduk perlahan, dan menatap Boss yang tersenyum penuh rasa bersalah.
"Aku tidak tahu orang yang habis pingsan boleh minum kopi atau tidak." Boss menatap Peat lembut, "Hanya saja aku tahu kau menyukainya."
Peat mau tak mau membalas senyuman lembut itu, "Terima kasih." bisiknya pelan ketika Boss menyodorkan cangkir kopi itu ke bibirnya, dia menerimanya dan menyesapnya pelan.
Rasa pahit bercampur manis yang tajam langsung mengembalikan kesadarannya, Peat menyerahkan kembali cangkir kopi itu kepada Boss dan lelaki itu meletakkannya di meja kecil di dekat ranjang.
"Aku pingsan.." Itu pernyataan, bukan pertanyaan.
Boss menganggukkan kepalanya, "Langsung pingsan setelah melihat lilin berwarna biru itu, sama seperti kejadian di restoran itu."
Peat menghela napas panjang, kelebatan ingatan itu membuat jantungnya berdenyut pelan. Lilin berwarna biru sejumlah sembilan buah yang disusun setengah melingkar di dalam kamar rumah itu memang tidak menyala, berbeda dengan yang direstoran. Tetapi efeknya sama, menghantamnya sekeras badai.
Pertanyaannya.... Kenapa?
Peat mulai merasa pening karena tidak menemukan jawaban. Dengan lembut Boss mendorongnya kembali ke ranjang dan menyelimutinya.
"Jangan dipaksakan, kau akan ingat nanti, pelan-pelan saja, oke? Sekarang istirahatlah." lelaki itu berdiri lalu membungkuk di atasnya, sejenak meragu, tetapi kemudian mengecup keningnya, membuat Peat memejamkan mata.
Ketika Boss melangkah meninggalkan kamar itu, Peat menatap nyalang ke langit-langit kamarnya, merasa bingung.