22

1.7K 140 0
                                    

Jika memiliki mu adalah sebuah dosa
maka, biarkan aku tenggelam didalamnya
Lautan dosa yang penuh akan dirimu.

Setelah melihat-lihat prasasti itu, Alessia memutuskan untuk pergi terlebih dahulu. Dia ingin melihat Cafe miliknya.

 Cafe yang baru-baru ini dibangun dengan mengatas namakan orang lain itu, terlihat ramai. Bukan ramai karena dipenuhi oleh para nona-nona bangsawan. Cafe itu ramai justru karena dipenuhi oleh ana-anak yang sedang bermain.

Alessia yang melihatnya mau tidak mau dibuat tersenyum karenanya. Salah satu impian Alessia akhirnya terwujud. Meski hanya impian sederhana yaitu, membangun Cafe anak-anak ini. Tetap saja Alessia merasa senang dan bangga.

Disinilah dia, bersama dengan Lucien yang mendampinginya, mengecek bagaimana cafe itu berjalan. Cafe ini memang terlihat seperti penitipan anak-anak, dan memang begitulah tujuan Alessia. 

Para anak bangsawan bisa dititipkan disini untuk bermain ataupun belajar bersama, sedangkan para orang tua bisa melakukan kegiatan lainnya ataupun berkencan ke alun-alun kota.

Alessia sangat senang saat melihat para anak-anak itu tertawa dengan riang dan berlari-lari, layaknya para anak kecil pada umumnya. Alessia bahkan tidak sadar jika Lucien senantiasa menatapnya sedari tadi.

"Kau sangat menyukai anak-anak ya?"

Alessia menoleh pada Lucien.

"Bukankah mereka sangat lucu?" Lalu Alessia menyentuh dadanya dan tersenyum lembut, "Rasanya hatiku menjadi tenang saat melihat anak-anak polos itu berlari kesana kemari tanpa beban."

Masa kecil Alessia memang jauh dari kata biasa. Pembunuhan, pengabaian, dan penyesalan. Alessia yang tumbuh dalam situasi itu, selalu penasaran akan kehidupan anak-anak normal yang sesungguhnya.

Meski dia pernah mencicip menjadi seorang anak-anak pada umumnya, itu tidak berlangsung lama. Alessia bahkan lupa bagaimana seorang anak bisa tertawa karena hal-hal kecil, dan menangis karena hal-hal kecil pula. Tapi, jauh daripada itu sebenarnya, Alessia merasa aneh. 

Alessia seperti terobsesi dengan anak-anak. Padahal melihat anak-anak yang bahagia seperti itu, selalu menimbulkan rasa tidak nyaman dihatinya. Seolah-olah anak-anak itu telah merenggut sesuatu darinya.

Sesuatu yang sangat-sangat berharga.

Lucien yang melihat senyum Alessia membalasnya dengan senyum yang tak kalah lembut.

"Kau pasti akan menyayangi anakmu, jika kau memiliki anak nanti."

Pada pernyataan itu, Alessia termenung. Bagaimana jika dia memiliki anak dengan Sebastian? apakah Alessia akan menjadi ibu yang baik? Alessia sendiri meragukan hal itu.

"Aku pasti akan berusaha, sebaik yang aku bisa."

Tentu saja Alessia akan berusaha sebaik mungkin, meski dia sendiri ragu. Alessia takut bagaimana jika dia akan seperti ibunya? Atau bagaimana jika Alessia justru membenci anaknya itu?

Alessia hidup dalam pernikahan politik yang tidak bahagia. Sebastian masih terpaku pada masa lalunya, dan Alessia masih mendambakan cintanya. Lalu anak yang mungkin ada dalam kandungannya itu, akan menjadi rantai berduri yang mengikat mereka berdua.

Dan dalam setiap regresi yang dialaminya bersama dengan buah hatinya itu akan membuat mereka, Alessia dan Sebastian akan selalu terhubung.

Meski nantinya, takdir Alessia akan lebih menyakitkan karena kehilangan buah hatinya secara terus menerus karena regresi yang dialaminya. 

Alessia tidak sampai hati menjadikan anaknya sebagai lelucon semesta. Alessia bergidik ngeri membayangkan kemungkinan itu.

"Kau baik-baik saja?" Lucien bertanya, saat melihat Alessia yang tenggelam dalam pikirannya.

Echoes: Dancing with DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang