dikurung🍁

11 3 1
                                    

"Astoria bukankah kita harus membicarakan sesuatu."

Ignatius langsung mengejar Astoria saat perempuan itu kembali ke rumah. Namun, dia terus melangkahkan kakinya dan mengabaikan dirinya. Ignatius, untuk pertama kalinya merasa kesal pada perempuan itu yang bersikap seperti ini.

"Astoria biarkan aku bicara dulu." Ignatius berhasil meraih pergelangan Astoria. Namun, perempuan itu segera menariknya.

"Ayo kita bicara. Aku tidak mau hubungan kita memburuk hanya gara-gara satu masalah sepele."

Ria mengernyit tak suka, dia memalingkan wajahnya, tidak ingin terlalu lama menatap wajah Ignatius.

Ignatius mengulurkan tangannya ke depan, meraih pergelangan tangan Astoria perlahan. Pria itu menariknya lembut dan untungnya Astori tidak menolak kali ini. Ignatius tersenyum.

"Kita bicara ya," bujuknya dengan suara lembut. Dia mendekat ke tubuh Astoria berniat meraih pinggang ramping perempuan itu, tapi Astoria dengan cepat menghindar. Tangannya juga terlepas dari genggaman Ignatius.

"Aku lelah, ingin istirahat." Berbalik lalu pergi, Astoria meninggalkan Ignatius dengan perasaan tidak puasnya.

Wajah pria itu memerah dengan urat leher yang menonjol, tangannya terkepal erat merasa Astoria menginjak harga dirinya. Ignatius berbalik dan melangkah lebar ke kantor pribadinya, setiap langkahnya menimbulkan derap kemarahan.

Bahkan Cozy yang berada di ruangan itu bisa merasakan kemarahan tuannya, dia tidak berani bertanya saat sang tuan memukul meja dengan keras.

"Perempuan jalang! Beraninya dia merendahkanku dengan berselingkuh!" Ignatius menghempaskan kertas-kertas yang sebelumnya sudah di bereskan Cozy.

Cozy yang berdiri di belakang tuannya menghela nafas, berusaha sabar. Dia ingin segera membereskan kertas-kertas yang berhamburan di lantai, tapi melihat amarah sang tuan masih belum mereda. Cozy memilih diam seperti patung.

Di sisi lain, Ria mengunci pintunya setelah masuk ke kamar. Dia merebahkan diri di kasur, tiba-tiba saja Ria teringat dengan diskusinya dengan Redwis tempo hari. Mereka akan membuat senjata untuk melawan persenjataan kelompok pemberontak nantinya.

Rencana itu bukan rencana utama. Rencana utama mereka adalah menghentikan pemberontakan tanpa pertumpahan darah. Namun, kemungkinan terjadinya sangat kecil karena Ignatius sudah bergerak jauh dan memiliki persiapan yang matang. Sementara dia dan Redwis, tidak memiliki persiapan apa-apa selain membuat senjata sebanyak yang mereka bisa.

Tubuh Ria bergerak, mengubah posisi menghadap jendela. Dia lupa menutup jendela tadi, sehingga gelapnya malam terlihat jelas olehnya dari jendela.  Ria menutup matanya, dalam hati dia berdoa agar besok menjadi lebih baik dari hari ini.

Pagi datang, Ria terbangun agak siang. Jendela yang tadi malam terbuka sekarang tertutup, Ria tidak mau repot-repot memikirkannya, dia turun dari kasur, melangkah ke kamar mandi dan membasuh tubuhnya.

Selesai mengganti pakaian, Ria berniat keluar. Ia sempat lupa jika mengunci kamarnya tadi malam, membuka semua kunci yang terpasang di pintu, Ria menarik kenop pintu besar itu.

Ria terdiam, menarik agak keras pintu yang masih tertutup. Tak terbuka juga, Ria mengeluarkan seluruh tenaganya untuk menarik pintu agar terbuka, tapi nihil. Pintu tidak terbuka samasekali. Ria mulai panik sekarang, ia menggedor pintu dan berteriak memanggil pelayan.

"Bukakan pintunya! Siapapun yang di luar, buka! Tolong buka! Aku terkunci di dalam!"

Di luar, dua pelayan yang biasanya membantu Ria memakai baju terdiam menunduk, di depan mereka ada Cozy yang menatap pintu sedih. Cozy bisa mendengar suara teriakan nyonyanya, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa karena ini semua adalah perintah dari sang tuan.

MENGHENTIKAN PEMBERONTAKAN.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang