Part Sembilan

2.7K 181 16
                                    

"Ris, gimana?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ris, gimana?"

"Rakha belum dateng?"

"Ck, sabar kek!"

Faris berdiri di tengah jalanan sepi bersama kedua anak buahnya, sedangkan 3 anak buahnya lagi sedang mengawasi Mala. "Nah itu orangnya!" celetuknya saat seorang pria berjas hitam menghampiri mereka dengan kepala menunduk.

"Dimana istri gue..?"

Faris tersenyum miring, ia mulai mengmis pada Rakha, "Gue minta bayaran dulu, 10 juta cukup lah." Rakha mengeluarkan uang merah segepok yang bernilai 10 juta rupiah cash.

Ia mengasih uang tersebut kepada Faris, dengan matanya yang lahap, Faris mengambil uang tersebut tanpa aba-aba.

Tiba-tiba, emosinya muncul didepan Faris yang hanya senang dengan uang yang diberikan olehnya. Rakha menarik kerah baju cowok itu dengan keras sehingga uang yang dipegangnya terjatuh. "DIMANA MALA, ANJING? HAH?!!"

Eh? Apa ini? Asap darimana ini? Jantung Rakha seolah terjatuh melihat markas Faris kebakaran, langsung berpikir saja, keberadaan Mala pasti ada disitu.

"Ris ayok cabut buruan!" seluruh anggotanya kabur darisana sambil menmbawa uang itu, membiarkan laki-laki itu pergi kearah markas yang sdang kebakaran.

Ketika laki-laki itu memasuki ruangan berasap tersebut, dirinya mencari keberadaan Mala. Ia mempertajam matanya untuk mencari gadisnya, akhirnya ia menemuinya, laki-laki tersebut membuka ikatan yang ada tubuhnya lalu mengangkat Mala cepat-cepat pergi dari sana.

***

Rakha membawa istrinya ke rumah sakit terdekat, sekarang ia berada di ruang IGD.

Huhhh, itulah akibat karena Mala gak mendengar perkataan dari suaminya karena tidak boleh pergi keluar rumah, eh malah pergi.

Dokter keluar dari ruang itu, Rakha langsung bangkit dari duduknya, "Gimana keadaan istri saya dok?"

"Non Mala terlalu banyak menghirup asap, sehingga harus dirawat untuk beberapa hari untuk pemulihan, tetapi saat ini dia belum sadar." jelas Dokter dengan nametag Mia. "Untuk sekarang, non Mala akan dipindahkan ke ruang perawatan." lanjutnya.

"Baik, terimakasih dok."

"Sama-sama."

***

Dengan mata yang penuh penyesalan dan beban berat di dadanya, lz aki-laki itu menduduki kursi disebelah ranjang sambil menatap gadisnya dengan keadaan koma di ranjang rumah sakit, ia merasa takut ketika gadis itu memakai alat bantu pernafasan dan infus di dirinya.


"La.. kenapa kamu kayak gini lagi sayang?" lirihnya sembari mengelus tangannya.

"Please wake up, aku gak mau liat kamu kayak gini." tak ada harapan, manik mata Mala terus menutup tak ingin menjawab permintaan darinya.

"Aku bakal setia nungguin kamu disini, ya?" ucap Rakha kemudian mengecup kening istrinya.

Klek

Glenca masuk kedalam ruang perawatan Mala, ia berdiri disebelah Rakha yang sedang duduk menatapnya. Wanita itu merasa kasihan karena putra pertamanya sedang hancur melihatnya seperti ini.

"Sabar ya nak.." dirinya mengusap punggungnya untuk menyalurkan ketabahan, kekuatan sang ibu.

"Bun, aku gagal jaga Mala.."

"Gak boleh gitu, ini ujian dari Allah. Kamu yang kuat ya? Bunda ada disini buat kamu sama Mala, ada Kenzie juga."

"Tapi ini semua gara-gara aku Bun, seharusnya aku gak pergi ninggalin Mala, ini semua kelalaian aku."

"Rakha, kita semua memiliki momen di mana kita merasa telah gagal. Tapi ingatlah nak, kita gak bisa mengendalikan nasib sepenuhnya. Yang penting sekarang kita ada untuk Mala. Jangan biarin perasaan bersalah hancurin diri kamu, ya? Mala tetep sayang sama kamu."

Rakha mengangguk ketika mendengar nasihat darinya, Glenca memberi pelukan kepada anaknya. Rakha sangat beruntung mempunyai ibunda seperti Glenca yang menyayanginya.

"Gak apa-apa kan Bunda tinggal? Kenzie udah rewel diluar."

"Iya Bun, gak apa-apa."

"Yaudah, Bunda nanti balik kesini lagi, Bunda pulang dulu ya." pamit Glenca, pintu itu tertutup lagi. Sekarang cuman ada mereka berdua yang ditutupi keheningan.

"Mala sayang, kamu cepet bangunnya ya? Aku kangen kamu." Rakha mengelus
rambut Mala, belum ada tanda-tanda bangun darinya.

Beberapa menit lamanya, mata Rakha mulai memberat dan semakin lelah ingin tidur. Pandangan matanya hampir menggelap, pada akhirnya ia terjatuh tidur di tepi ranjang Mala.

***

"Kha,"

"Rakha sayang, bangun yuk.."

Suara Mala samar-samar mengalun lembut yang dapat didengar oleh Rakha, rasanya ingin terus seperti ini, tambah ngantuk!

Laki-laki itu membuka matanya perlahan, suara itu terjeda sebentar, "Kha..."

"Mala?"

Suara pelannya berlanjut dengan nada yang lemah terus memanggil suaminya, "Rakha..."

Ketika Mala akhirnya sadar, suaranya terdengar rapuh dan lemah. Dalam cahaya redup ruangan perawatan, air mata mengalir dari matanya saat ia melihat wajah Rakha.

Rakha meraih tangan Mala yang penuh kelembutan lalu menggenggamnya. "Hey? Kamu kenapa nangis??" tanya Rakha sambil menghapus jejak air matanya, "Rakha...." terus dan terus 'Rakha' yang disebut berkali-kali olehnya, mungkin karena masih syok.

"Iya sayang, iya, aku ada disini. Kamu tenang dulu ya?"

Dirinya segera menyadari bahwa ia terhubung dengan alat bantu pernapasan dan infus. Wajahnya dipenuhi ekspresi campuran antara kelegaan dan ketakutan.

"Aku mau pulang.." ia tersenyum tipis lalu mengangguk melainkan tidak bisa menjawab perkataan darinya, Rakha hanya terus mengelus rambut Mala untuk menenangkannya.

Bersambung

OBSESSION 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang