2. NAMANYA ARSEN

2.2K 105 2
                                    

Dua minggu sebelumnya, United States.

Ezra barusaja kembali dari acara wisuda di universitasnya dan tengah menaiki elevator menuju lantai apartemen yang dimilikinya. Cowok tinggi berusia dua puluh empat tahun itu terlihat begitu tampan mengenakan baju toga wisuda lengkap dengan topi wisuda dan sebuah medali yang menggantung begitu apik di lehernya. Di tangan kanannya tampak begitu kerepotan karena memegang map wisuda dan tabung wisuda, sementara tangan kirinya sibuk membuka sambungan telepon dari Sang Bunda karena sedari tadi wanita cantik itu terus menerus menghubunginya dari Indonesia.

Sesampainya di lantai tujuan, Ezra lekas membuka sambungan telepon dari bundanya dan mulai membuka pembicaraan. Cowok ganteng itu menjawab telepon sembari berjalan santai menuju ke arah apartemen miliknya.

"Ya. Bunda..."

'Apa kabar sayang?'

"Baik Bunda. Bunda apa kabar?"

'Bunda baik-baik sayang. Maafin Bunda nggak bisa hadir di wisudamu di Amerika. Bunda sibuk sekali disini. Bagaimana dengan tawaran ayahmu untuk melanjutkan program study S-2 mu di Indonesia? Prince juga sangat merindukanmu. Apa kamu tidak merindukannya juga, hm?'

Ezra tersenyum.

Ezra seketika teringat akan adik tirinya itu. Ezra juga teringat tawaran ayah tirinya yang sempat menawarkannya untuk melanjutkan program study S-2 nya di Indonesia sekaligus untuk meminta tolong pada Ezra agar menjaga Prince karena sang Bunda akan diboyongnya juga ke Amerika. Ezra belum memberikan keputusan apapun atas tawaran itu. Namun jika tawaran itu ditolak, terpaksa bundanya akan tetap tinggal di Indonesia bersama Prince. Wanita cantik itu tidak akan pernah tega membiarkan anak kesayangannya tinggal sendiri. Begitu juga dengan ayahnya. Kecuali jika Ezra menerima tawaran ayah tirinya itu untuk kembali melanjutkan study-nya di Indonesia dan bersedia tinggal bersama Prince.

Ezra berpikir sebentar sembari sibuk meraih kunci apartemen di saku baju wisudanya, setelah benda itu didapat, Ezra lekas membuka kunci pintu sesampainya di depan pintu apartemen. Dia juga terpaksa harus mengingat kembali bocah kecil berdimple manis yang sempat mengatainya menakutkan seperti Gorila saat masa kecilnya itu. Ezra berani berkata jujur bahwa dia tidak pernah mengambil hati akan perkataan menyakitkan Prince kecil. Prince kecil pada waktu itu hanyalah seorang balita yang bahkan usianya baru tiga tahun. Anak sekecil itu belum mengerti apa itu baik dan buruk dan apa itu sopan dan santun. Prince kecil belum paham bagaimana dia harus bersikap jika bertemu dengan orang yang lebih dewasa.

Hanya saja, Ezra sering mendengar dari beberapa temannya yang berada di Indonesia bahwa adik tirinya itu tumbuh menjadi bocah yang super nakal. Prince selalu bersikap seperti bocah baik-baik jika berada di hadapan kedua orangtuanya, sedang kenyataannya sangatlah berbanding berbalik. Bocah itu suka merokok. Ia juga kerap ditemukan oleh beberapa teman Ezra sedang berkelahi dan keluyuran jika tengah malam hari. Bahkan, Prince juga sempat ditemukan tengah mabuk-mabukan bersama teman-teman satu gengnya saat malam-malam. Dan sayangnya, baik ayah dan bundanya tidak ada yang pernah tahu. IaPrince begitu pandai dalam menyembunyikan semua kenakalannya.

"Bagaimana kabar Prince? Ezra rindu Prince juga Bunda. Masih manis seperti dulu nggak sih?" Ezra berbasa-basi. Siapa tahu teman-temannya hanya salah melihat saja. Semoga bundanya memiliki pendapat berbeda.

'Yaiya dong. Adikmu selalu bertingkah manis dan manja. Udah gitu nurut. Prince nggak pernah sama sekali cari masalah. Selalu pulang kuliah tepat waktu. Tidak merokok. Tidak minum alkohol. Tidur lebih awal. Dan nggak pernah berkelahi sama sekali. Bunda nggak pernah lihat wajahnya luka-luka. Jangankan balap liar, naik motor ke mana-mana saja selalu pakai kecepatan normal. Kalian adalah anak-anak Bunda yang sangat membanggakan.'

SAVAGE PRINCE [ORG.SAD] [R21] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang