5

1.6K 142 18
                                    

Acara parade dan festival berjalan dengan lancar dan menyenangkan. Baik Jungkook maupun Taehyung merasa bahagia karena ini adalah pengalaman yang mengesankan bagi mereka. Tapi ada satu hal yang mengganjal, setelah ciuman yang tidak terencana tadi membuat mereka canggung satu sama lain. Terlihat sekali keduanya menghindari tatap, bahkan di sepanjang acara Jungkook sengaja menjaga jarak agar tidak terlalu dekat.

Acara berakhir saat senja mulai tiba. Mereka kembali ke kediaman Taehyung dengan mengendarai taksi. Padahal rencana awal Taehyung ingin mengajak Jungkook jalan-jalan, mumpung mereka sedang berada di pusat kota. Tapi karena suasana canggung ini, sepertinya Taehyung harus mengatur waktu lain.

"Hyung?"

Jungkook yang merasa tidak enak mencoba memulai obrolan. Sedari tadi banyak pikiran di kepalanya dan itu sangat mengganggunya.

"Ya?"

Menelan ludah susah payah. Rasanya tenggorokannya tercekat hanya untuk sekedar bersuara. Jungkook tidak tahu kalau sebuah ciuman dapat berefek seperti ini setelahnya.

"Maaf," ucapnya terjeda, melirik keberadaan Taehyung untuk melihat reaksinya.

"Tentang tadi, sungguh aku tidak bermaksud-"

"Sudahlah. Lupakan saja." Taehyung memotong ucapan Jungkook, ia paham bagaimana perasaan Jungkook sekarang dan ia sungguh tidak mempermasalahkannya.

"Aku tahu kita hanya terbawa suasana. Jadi lupakan saja." Tersenyum kotak di akhir ucap. Mencoba meyakinkan Jungkook bahwa ia benar-benar tidak apa-apa.

Entah mengapa Jungkook merasa sedikit kecewa. Ia juga bingung dengan dirinya, sebenarnya apa yang ia harapkan dari reaksi Taehyung?

"Aku sungguh tidak apa-apa. Jangan dipikirkan."

Jungkook memaksakan senyum di bibirnya. "Syukurlah". Setelahnya kembali diam, memperhatikan suasana kota yang mulai gelap.

"**

"Jadi bagaimana? Apakah ada titik terang tentang kasus pembunuhan berantai akhir-akhir ini?"

Namjoon, kepala polisi yang bertugas menangani kasus ini bertanya pada timnya.

"Tidak ada, Pak. Saya sudah menginterogasi Suga, seperti yang Bapak tugaskan, tapi bukan dia pelakunya." Jelas Mingyu. 

"Apa yang dia ucapkan?"

"Dia hanya berjalan-jalan dan setelahnya pulang. Dia juga berucap kalau dia sempat bertemu orang yang mencurigakan, tapi ia tidak melihat orang itu membawa benda tajam."

Namjoon tertawa mendengarnya.

"Tidak ada pelaku yang mengaku dengan mudah. Sekarang di mana Suga?"

"Sudah saya bebaskan, Pak."

"Ah shit! Baiklah biar aku yang mengurusnya sendiri."

Berlalu pergi. Sepertinya ia harus lebih banyak mengumpulkan bukti agar Suga tidak mengelak lagi.

Mengambil handphone dan mendial nomor di dalamnya.

"Hyung, bantu aku mengumpulkan bukti."

"........"

"Aku ada seorang yang aku curigai, tolong cari bukti yang mengarah padanya."

"........"

"Ya, aku akan menyuruh seseorang mengawasinya."

"......."

"Oke Hyung. Terima kasih."

Namjoon mengakhiri panggilannya. Menghela napas berat dan memandang foto-foto korban, tkp, serta foto orang-orang yang ia curigai dalam kasus ini. Ia berjalnji akan menyelesaikan kasus ini. Ia akan mengumpulkan banyak bukti dan saksi untuk menangkap dalang dalam kasus ini. Sebelumnya ia sudah ceroboh menyuruh timnya menangkap orang tanpa bukti yang kuat. Kali ini ia akan lebih berhati-hati.

***
Jimin menyiapkan makan malam untuk suaminya. Ini sudah jam 7 malam dan ia yakin sebentar lagi suaminya akan datang.

Pintu apartement terbuka, Jimin reflek berdiri, menyambut sang suami dengan senyum terindah yang ia miliki.

"Maaf pulang terlambat."

"Apakah ada sesuatu hal yang terjadi?" Tanya Jimin seraya membantu melepas jasnya.

"Tidak ada yang serius. Hanya menyelesaikan beberapa berkas saja."

Jimin hanya mengangguk.

"Cepat mandi dan ganti baju. Aku sudah menyiapkan makan malam untukmu."

Hobi tersenyum, mengecup kening Jimin sebelum melangkah menuju kamar untuk membersihkan diri.

Tak butuh waktu lama Hobi sudah kembali dengan tampilan yang lebih segar.

"Waw, kamu memasak banyak untukku?" Tanyanya dengan mata yang berbinar.

"Ya, semoga kamu menyukainya."

"Aku akan selalu menyukainya."

Jimin menatap sang suami dengan tatapan yang sulit diartikan. Dalam hati kecilnya ada rasa bersalah dan juga keraguan. Meski pernikahan ini hasil dari perjodohan, tapi Hobi selalu memperlakukan dirinya dengan baik. Mungkin saja keegoisan dalam dirinya yang membuat situasi menjadi rumit. Ia sadar kalau ia mulai menyayangi suaminya, tapi ia juga tidak bisa berpisah dengan Suga, kekasihnya. Awalnya ia memang sangat menentang dan berharap pernikahan ini cepat berakhir. Tapi seiring berjalannya waktu, semua telah berubah. Entah sampai kapan situasi tidak mengenakkan ini akan berakhir .

"Jimin, ada apa?" Hobi mengibaskan tangannya di depan wajah Jimin untuk mengambil atensinya.

"A-ah, tidak ada." Ucapnya. Mengambil beberapa makanan di piring dan mulai memakannya.

"Jika ada sesuatu yang mengganggu. Bicaralah padaku."

"Ya, tentu."

***

Suga menatap pantulan dirinya pada cermin di kamarnya. Segala kenangan di masa lalunya seolah berputar bagai film dokumenter dalam ingatannya. Ia merasa iba, semua telah berubah dan ia sungguh sadar dengan itu semua. Kini ia adalah monster bodoh yang diperbudak oleh cinta. Semua yang ia lakukan hanyalah pelarian agar rasa sakit dan kecewa yang ia rasakan dapat tersalurkan. Tapi apa? Bahkan sampai di titik ini pun rasa sakit itu masih ada dan bahkan bertambah parah.

Apa yang ia harapkan? Ia sadar bahwa Jimin sudah berubah, lelaki yang ia cinta itu sudah mulai membuka hati untuk suaminya. Tidak menutup kemungkinan suatu saat Jimin akan meninggalkannya.

"Semua yang aku lakukan sia-sia." Mengepal erat hingga kuku-kukunya melukai telapak tangannya.

"Kenapa semua harus terjadi padaku? Tuhan sangat tidak adil karena selalu aku, selalu aku yang pada akhirnya ditinggalkan. Sebegitu burukkah aku hingga tak ada satu orang pun yang pantas mendampingiku?" Air mata pun menetes tanpa permisi.

"Tidak pantaskah aku untuk bahagia? Aku hanya ingin merasakan kehidupan normal seperti yang lainnya, bersama seseorang yang aku cinta. Apakah itu permintaan yang susah?"

"Tuhan sangat tidak adil padaku. Tuhan tidak adil padaku."

Bersimpuh menangis dengan perih. Ia merasa begitu menyedihkan. Mengharapkan cinta yang sama dari seseorang yang ia cinta, rela melakukan apapun bahkan jika harus menyerahkan nyawanya. Tapi balasannya apa? Bahkan ia ragu jika Jimin akan memilih dirinya.

"Aku tidak boleh sendiri lagi. Aku harus hidup bersamamu. Kamu adalah milikku. Sampai kapan pun kamu akan tetap menjadi milikku." 

Bersambung... 


Jangan lupa vote dan komennya ya...

Villain [KV] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang