1/1

1.4K 84 30
                                    

This story kinda mature. So, be careful!

Sirene menatap sinis wanita berpakaian hitam-hitam di depannya. Wanita tanpa riasan dan memakai sepatu boots setinggi 10 cm yang serupa dengan miliknya. Namun tidak sama persis tentu saja.

Karena sepatu milik Sirene custom dan hanya ada satu di dunia. Harganya juga setara dengan satu unit mobil Alphard. Sehingga tidak mungkin jika asisten pribadi calon suaminya bisa memiliki juga.

"Jeffrey ada di dalam, kan?"

"Iya, Nona. Silahkan! Anda sudah ditunggu di dalam."

Joanna, wanita yang sejak tadi ditatap sinis ini mulai tersenyum tipis. Lalu membuka pintu dan mempersilahkan masuk Sirene dengan senang hati. Sebab ini adalah tugasnya saat ini.

Ceklek...

Setelah pintu ditutup kembali, Joanna langsung menduduki kursi yang ada di samping sekretaris. Sembari meminum es kopi yang hampir habis. Sebab dia benar-benar mengantuk saat ini. Karena semalam hanya tidur tiga jam karena harus menunggu Jeffrey yang baru saja kembali dari Australi.

Ya. Jeffrey adalah bosnya. Pria yang sudah enam tahun ditemani olehnya. Sejak pria itu kembali ke Indonesia setelah bertahun-tahun tinggal di Amerika.

Joanna tidak hanya menyiapkan segala keperluan Jeffrey saat bekerja. Namun kebutuhan pribadinya juga. Bahkan, mereka tinggal di rumah yang sama. Sebab dia harus siap 24 jam jika pria itu membutuhkan.

Seperti makanan, pakaian ganti hingga mengisi daya gadget juga harus wanita itu lakukan. Sebab Jeffrey tidak ingin repot selama berada di sana. Karena dia memang tidak berniat kembali ke Indonesia dan meneruskan perusahaan milik orang tua pada awalnya. Sebab dia memiliki cita-cita lain yaitu menjadi ahli IT di Amerika.

Namun karena neneknya meninggal dan ayahnya mulai sakit-sakitan, mau tidak mau Jeffrey harus mengalah. Dia mengubur mimpinya. Kemudian berakhir memimpin perusahaan yang bergerak di bidang periklanan dan mengharuskan dirinya bertemu banyak orang.

Padahal, Jeffrey cukup introvert dan tidak suka berada di dalam keramaian. Itu sebabnya dia kerap dianggap sombong oleh para karyawan, karena dia memang jarang tersenyum jika berpapasan dengan orang. Apalagi menyapa mereka.

Bahkan, si sekretaris jarang melihat Jeffrey tersenyum selama lima tahun bekerja. Karena pria itu cukup misterius memang. Membuatnya agak penasaran meski terkadang takut juga.

"Semalam kamu tidur jam berapa? Pak Jeffrey pasti sampai tengah malam, ya?"

Tanya Dayana, sekretaris Jeffrey yang kini sedang menatap iba Joanna. Sebab wanita itu tampak mengantuk sekarang. Bahkan terus menguap saat memainkan ponselnya. Karena dia jelas dilarang tidur saat tidak ada pekerjaan. Sebab Jeffrey kerap tiba-tiba keluar ruangan guna jalan-jalan ke sekitar untuk menjernihkan pikiran dan jelas Joanna harus mengekori juga.

"Iya, sampai jam tiga. Jam enam sudah siap-siap kerja."

"Wah! Pak Jeffrey benar-benar pekerja keras, ya? Beruntung sekali yang akan menjadi istrinya."

Joanna mengangguk singkat. Dia bangkit dari duduknya. Berniat menuju kamar mandi karena dia ingin buang air kecil tiba-tiba. Sebab kantung kemihnya terasa penuh sekarang.

Ceklek...

Namun belum saja wanita 31 tahun itu melangkah, tiba-tiba saja terdengar suara pintu terbuka. Membuat wanita itu lekas mengurungkan niat. Karena ingin menyapa Sirene sebentar yang sepertinya akan pulang.

"Jo, ayo!"

"Dengan dia?"

Tanya Sirene dengan wajah kesal. Saat Jeffrey memanggil Joanna dan ingin membawa wanita itu ikut serta. Padahal, mereka akan menghadiri acara reuni SMA Sirene yang diadakan di restoran dekat kantor si pria. Namun kenapa juga Joanna dibawa.

"Iya. Ayo!"

Jeffrey berjalan mendahului mereka. Membuat Sirene mendengus kesal dan langsung mengapit tangan Jeffrey saat mereka memasuki lift bersama. Sebab dia ingin menunjukkan pada dunia jika Jeffrey miliknya.

Dua jam kemudian.

Sirene menatap Jeffrey yang sedang berbincang dengan teman-temannya di pojokan. Sepertinya mereka sedang membicarakan bisnis sekarang. Karena mereka tampak serius meski di acara non formal seperti sekarang.

"Harus banget si aspri ikut juga?"

"Aspri?"

Tanya Sirene pada Clara, salah satu temannya. Kali ini mereka sama-sama menatap Joanna yang sedang duduk di kursi yang ada di samping Jeffrey. Sembari mencatat pembicaraan pada buku kecil.

"Asisten pribadi, alias personal assistant!"

"Ah, dia. Tahu, tuh! Ngikut mulu! Padahal aku berencana membawa Jeffrey ke apartemenku nanti! Tapi kalo dia ikut, pasti gagal lagi!"

Clara terkekeh sekarang. Lalu menepuk pundak Sirene pelan. Karena mengasihani si teman. Sebab dia memang sering bercerita jika selalu gagal bercinta dengan si tunangan sebab tidak ada momen saat mereka sedang berdua saja. Padahal, mereka sudah satu tahun bersama.

"Mereka dekat sekali, ya? Awas kecolongan! Bisa saja tunanganmu suka dengannya!"

Kekehan Clara semakin kencang. Disusul dengan kekehan teman yang lain juga. Membuat Sirene tampak tidak nyaman.

"Jeffrey? Suka dia? Tidak mungkin lah! Aku tahu tipenya seperti apa. Kalaupun mau selingkuh, paling tidak sainganku setara dengan Miss Indonesia. Bukan wanita yang tampilannya mirip asisten rumah tangga!"

Kekehan teman-teman Sirene semakin terdengar. Mereka sama-sama menatap Joanna yang sedang sibuk mencatat dan mendengarkan. Sesekali mereka juga mengangguk karena merasa jika Joanna memang mirip ART mereka.

Tidak cantik, putih, apalagi tinggi. Dia hanya sedikit sabar dan rajin mungkin. Karena betah bekerja untuk Jeffrey yang memang terkenal pendiam dan dingin.

9. 30 PM

Mobil yang Jeffrey tumpangi sudah berhenti di depan apartemen Sirene. Wanita itu langsung mengecup pipi kiri Jeffrey. Lalu keluar dari mobil dan melambaikan tangan sebelum pergi.

"Bye, Sayang! See you very very soon!"

Jeffrey hanya mengangguk singkat. Lalu menutup pintu mobil dari dalam. Hingga mobil kembali berjalan. Membelah jalan menuju rumah.

Namun di tengah perjalanan, tiba-tiba saja Jeffrey meminta supir berhenti sebentar. Sebab mendadak dia ingin sate ayam pinggir jalan yang baru saja dilewati mobilnya. Membuat Hanan, si supir langsung menepikan mobil dan berjalan kaki untuk membelikan permintaan si tuan.

"Satu porsi pedas seperti biasa, Tuan?"

"Iya."

"Baik, saya akan berangkat sekarang!"

Jeffrey mengangguk singkat. Lalu menatap Joanna yang masih duduk di depan sembari mengutak atik iPad. Sebab sejak tadi dia memang duduk di depan. Bersama Hanan.

"Tidak mau pindah belakang?"

Tanya Jeffrey sembari menepuk sisi kanan kursinya. Sebab Joanna memang sudah biasa duduk di sana. Jika tidak ada penumpang lain selain mereka.

Joanna tidak menjawab dan langsung pindah. Duduk di damping Jeffrey sembari memangku iPad. Sebab ponselnya bergetar dan dia ingin memeriksa.

Namun baru saja Joanna akan membuka kunci layar, tiba-tiba saja Jeffrey menarik tubuhnya agar pindah di atas pangkuan. Tidak peduli jika iPad yang baru saja dibeli kemarin lusa rusak. Karena sudah jatuh cukup kencang dari pangkuan si wanita.

"I miss you so bad! My day without you feels so bad and I can not wait any longer, Darl!"

Bisik Jeffrey sebelum menjatuhkan kecupan. Disusul lumatan juga. Membuat tubuh Joanna sedikit menegang. Karena terkejut akan apa yang baru saja didapat. Namun sedetik kemudian, dia langsung bisa menyesuaikan. Dengan mengalungkan kedua tangan pada leher si pria. Lalu membalas lumatan juga.

"So am I."

Jeffrey sedikit menyunggingkan senyuman saat mendengar bisikan Joanna. Dia juga semakin memperdalam ciuman dan sesekali meremas pinggang si wanita. Bahkan hampir melepas gesper celana jika tidak ingat sedang berada di pinggir jalan.

10+ comments for next chapter!!!

Tbc...

SO AM I [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang