11. 30 AMJendra baru saja keluar mushola dan berniat makan siang. Dia sedikit berlari sembari memeluk piring biru kesayangan. Namun saat akan masuk barisan, tiba-tiba saja Salman memanggil dirinya. Membuat anak ini lekas mendekat. Guna bertanya ada apa.
"Ada apa, Ustadz?"
"Ada Mama kamu datang."
Jendra yang mendengar itu jelas kegirangan. Dia langsung berlari menuju gedung tempat biasa para tamu berada. Sebab di sana para orang tua yang menjenguk singgah.
Dari kejauhan, Jendra menatap ibunya yang sedang duduk di kursi kayu sendirian. Dia memakai terusan hitam dan pashmina warna hitam juga. Sama seperti apa yang dipakai saat pertama kali datang ke sana. Sebab ibunya memang hanya memiliki satu pashmina saja.
"MAMA!"
Pekik Jendra saat menatap ibunya. Wanita itu tampak tersenyum lebar sembari merentangkan tangan. Membuat Jendra langsung memeluknya. Mendekapnya begitu erat dan mengecupi kepala yang masih tertutup peci hitam.
"Mama kangen."
"Jendra juga."
Mereka berpelukan cukup lama. Jendra yang sedang menangis haru tampak enggan melepas pelukan pada ibunya. Hingga aroma amis tercium oleh si wanita. Membuatnya mulai melirik kiri kanan untuk memeriksa.
"Ini bau apa, ya? Kamu mencium juga?"
Jendra mulai melepas pelukan. Lalu menunjukkan kedua tangannya. Membuat Joanna yang sejak dari Jakarta berkomitmen untuk terus tegar di hadapan Jendra, akhirnya kalah juga. Dia menangis saat melihat kedua tangan anaknya yang penuh luka basah. Bahkan ada darah dan nanah di sana.
Tangis Joanna pecah sembari menyentuh pergelangan tangan anaknya. Dia benar-benar merasa bersalah karena telah membuat anaknya kesakitan sendirian. Sungguh, dia benar-benar merasa gagal menjadi ibu untuk Jendra.
Joanna menangis sesenggukan sembari menatap tangan Jendra. Membuat anak itu merasa bersalah juga. Karena tidak bisa menjaga kesehatan dan membuat ibunya sedih seperti sekarang.
"Mama, maaf. Ini salah Jendra karena tidak jaga kesehatan dan suka garuk-garuk tangan."
Jendra menarik tangannya. Membuat Joanna kembali memeluknya. Dengan dada naik turun menahan isakan. Hingga punggung Jendra basah terkena air mata.
"Maaf. Ini salah Mama. Mama tidak bisa menjadi ibu yang baik untuk kamu, Nak. Seharusnya kamu hidup lebih baik jika bukan Mama ibunya. Maaf karena Mama tidak becus menjadi orang tua."
Jendra menggeleng cepat. Sebab dia merasa jika ibunya sudah becus menjadi orang tua. Karena dia tahu jika ibunya sedang kesulitan dan memiliki kesempatan untuk meninggalkan dirinya seperti Jordan. Namun nyatanya, wanita itu kembali datang dan tidak membuang dirinya.
Setelah sesi menangis bersama, Joanna membawa Jendra ke dokter terdekat. Anak itu mendapat suntikan, salep dan obat juga. Tidak lupa beberapa nasehat agar dia bisa lebih menjaga kebersihan. Membuat Joanna merasa begitu tertampar karena dia memang lupa mengajarkan hal seperti ini pada si anak sebelum ditinggal.
Setelah dari dokter, Joanna belanja beberapa handuk dan peralatan mandi. Sekaligus produk kebersihan yang mengandung anti bakteri. Agar hal ini tidak terjadi lagi.
"Sebenarnya aku sudah diberi salep Ustadz Salman, seperti ini juga. Tapi malas aku pakai karena semakin gatal."
Ucap Jendra saat ibunya mengoleskan salep pada tangannya. Pada telapak dan punggung tangannya. Karena hanya di sana luka itu berada.
"Tapi setelah ini aku janji akan rajin pakainya. Aku tidak mau melihat Mama menangis seperti tadi dan aku tidak bisa mengusap air mata Mama karena tanganku bau amis."