Beberapa tahun yang lalu.
Jeffrey yang baru saja masuk kelas tiga sekolah dasar akhirnya tiba di rumah Nirmala. Nenek dari si ayah. Dia tinggal sendiri di Yogyakarta karena suaminya meninggal. Membuat Jeffrey kecil diminta menemani si nenek selama liburan.
"Nenek!!!"
Seru Jeffrey sembari memeluk Nirmala. Karena wanita berambut putih itu sudah menunggu di gerbang. Sebab Sandi telah mengatakan jika akan tiba pada jam satu siang.
"Ayo masuk! Kamu pasti sudah lapar, kan?"
"Iya. Nenek masak apa?"
"Mask soto ayam kesukaanmu."
"Hore!"
Jeffrey langsung menuju ruang makan bersama neneknya. Di sana, dia melihat ada banyak makanan di atas meja. Dari nasi, soto ayam, gorengan, risoles, pastel basah, kue putu dan bahkan sate ayam juga.
Sungguh dia benar-benar sudah ingin memakan semuanya. Karena saat di rumah, Jeffrey hanya boleh makan makanan sehat saja. Mengingat ibunya sangat strict memang.
"Kalian makan dulu!"
Seru Sandi pada Jeffrey dan istrinya. Sebab mereka memang ikut mengantar Jeffrey yang akan menginap selama liburan. Hitung-hitung liburan bersama juga. Karena selama satu tahun ini Sandi sangat sibuk dan jarang membawa keluarganya jalan-jalan.
Jeffrey mengangguk cepat dan langsung mulai makan. Dia makan begitu lahap karena merasa jika masakan yang baru saja disajikan begitu enak. Meski agak manis di lidah.
Ketika sedang asyik makan, Jeffrey melihat anak perempuan yang sedang memegang es lilin warna coklat di luar. Gadis itu bertubuh kurus dan berkulit gelap. Dengan rambut yang agak mengembang setelinga. Sehingga tidak bisa diikat.
"Itu siapa, Nek?"
Tanya Jeffrey pada neneknya. Sebab dia penasaran tentu saja. Karena seingatnya, dia tidak punya saudara seusia dirinya. Perempuan pula.
"Anak dari pekerja di sini. Kamu punya teman selama liburan di sini. Nanti nenek kenalkan setelah ini."
Jeffrey mengangguk cepat. Lalu lanjut makan. Namun berbeda dengan Jessica yang justru izin ke toilet sekarang. Cukup lama. Lalu kembali dengan mata sembab.
"Kamu kenapa?"
Tanya Nirmala pada menantunya. Namun wanita itu justru menggeleng pelan. Enggan bercerita karena masih ada Jeffrey di sana. Hingga Sandi datang dengan senyum lebar. Sebab dia baru saja berbincang dengan Liana, mantan pacarnya.
Sandi tidak tahu jika sejak tadi Jessica memantau mereka. Namun Jessica hanya bisa diam selama berada di sana. Tidak berani mengkonfrontasi juga karena takut pada mertua. Sebab wanita itu memang lebih menyukai Liana daripada dirinya untuk sekarang.
Karena wanita itu bisa merawat Nirmala dengan baik di masa tua. Meski digaji setiap bulan. Berbeda dengan Jessica yang memang tidak betah mengurus orang tua lama-lama. Apalagi tinggal di desa dan jauh dari kota.
Bertahun-tahun berlalu.
Setiap liburan kenaikan kelas, Jeffrey selalu datang ke Yogyakarta. Menghabiskan liburan di rumah neneknya. Karena di sana dia bisa bertemu Joanna yang memang tinggal di sana. Bersama ibunya juga.
Karena kenal saat masih sekolah dasar, mereka tumbuh semakin dekat. Bahkan, mereka sering berkirim pesan saat tidak bersama. Hingga Jeffrey kuliah di Amerika dan kerja di Australia. Sehingga hubungan mereka merenggang dan tidak lagi saling memberi kabar.
Sampai ketika Nirmala meninggal. Jeffrey jelas pulang. Dia diminta meninggalkan pekerjaan di Australia dan menetap di negara kelahiran. Diapun menerima dengan satu syarat, yaitu menjadikan Joanna sebagai asistennya.
Setelah kerja bersama, mereka semakin dekat. Mereka banyak bercerita dan akhirnya saling mengungkapkan perasaan. Tentu saja Jeffrey yang lebih awal, karena Joanna jelas takut pada si pria.
"Serius aman?"
"Kamu tidak percaya padaku, ya?"
Kehidupan Jeffrey setelah adanya Joanna semakin menantang. Karena hubungan sembunyi-sembunyi mereka jelas sangat memacu adrenalin mereka. Padahal dulunya, hidup mereka tenang-tenang saja.
Jeffrey jelas sangat menyukai Joanna. Karena akhirnya, dia bertemu orang yang sangat cocok dengannya. Orang yang tahu seluruh sejarah hidupnya dan tetap berada di sampingnya.
Namun lain dengan Joanna yang memang tidak memberikan seluruh hatinya. Karena dia sudah tahu jika hubungan ini tidak akan berujung pada pernikahan. Sebab pasti akan ada banyak yang menentang.
Beberapa tahun kemudian.
Sirene sedang memunguti pakaian yang ada di bawah ranjang. Sebab dia baru saja bercinta dengan suaminya semalam. Karena dia memang sudah menikah sekarang.
Iya. Jeffrey dan Sirene sudah menikah. Lima tahun lalu dan minggu depan adalah anniversary mereka.
Sehingga Sirene harus menyiapkan acara untuk merayakan. Karena dia jelas ingin memamerkan pada semua orang. Jika dia memiliki suami hebat.
Sirene langsung keluar kamar. Berniat memeriksa kamar June dan Julian. Anak perempuannya. Karena dia sudah memiliki dua anak selama lima tahun pernikahan.
June berusia empat dan Julian berusia dua. Sekarang, Sirene juga mengikuti program kehamilan anak ketiga. Karena Jessica menginginkan cucu laki-laki segera. Untuk meneruskan perusahaan. Sangat klise memang. Padahal, anak perempuan bisa memimpin juga.
"Selamat malam, Sayang."
Bisik Sirene sembari mengecup pipi anak-anaknya bergantian. Dia sangat bahagia sekarang. Karena memiliki suami dan anak-anak yang menggemaskan.
Di lain tempat, Joanna sedang berdiri di teras sembari melipat tangan di depan dada. Apalagi kalau bukan karena menunggu suami dan anaknya yang baru saja pulang menonton bola. Hingga jam sebelas malam. Padahal, besok Jendra harus sekolah.
Iya. Jendra adalah anak laki-laki Joanna bersama suaminya. Dia sudah berusia empat tahun sekarang. Masih TK dan seharusnya tidak pulang larut malam.
"Malam, Ma!"
Sapa Jendra sembari melambaikan tangan. Dia terkekeh pelan sembari menggandeng tangan Jordan, ayahnya. Karena dia tahu jika sebentar lagi akan mendapat kemarahan ibunya. Sebab mereka pulang larut malam. Padahal, mereka hanya diberi izin pergi sampai jam sembilan malam.
"Malam, Sayang! Aku bawakan sate ayam dan martabak. Kamu pasti suka!"
Seru Jordan sembari mengangkat kresek hitam yang ada di salah satu tangan. Sebab dia memang sengaja membawa sogokan untuk istrinya yang memang pasti akan marah karena dia telah pulang larut malam.
"Kamu tidak ingat kalau Jendra masih anak-anak dan tidak baik berada di luar malam-malam? Jendra, kamu lupa kalau besok masih harus sekolah?"
"Ingat."
"Tidak lupa, Ma."
Jordan dan Jendra masih cengengesan. Mereka tampak tidak takut pada Joanna. Padahal wanita itu marah sungguhan. Bahkan matanya sudah memerah karena menahan kantuk sejak jam sembilan.
"Kalau begitu kenapa terus dilakukan? Kalian———sudah, lah! Tidak ada gunanya juga aku marah-marah. Kalian pasti menganggapku bercanda. Lebih baik kalian masuk rumah! Bersih-bersih dan bersiap tidur segera!"
Joanna tampak menggeser badan dari pintu rumah. Sebab sejak tadi dia memang berdiri di tengah-tengah. Seolah mencegah mereka kabur masuk rumah.
"Oke, Ma!"
Seru Jordan dan Jendra bersamaan. Mereka masih bergandengan tangan dan mulai berjalan memasuki rumah. Namun saat akan melewati Joanna, tiba-tiba saja Jordan berhenti di tempat. Karena kresek yang dibawa diambil alih oleh istrinya.
"Kalian pasti sudah makan, kan? Kalau begitu langsung naik saja! Jangan bawa ini juga!"
Setelah mendapat kresek yang berisi makanan, Joanna langsung memasuki rumah mendahului mereka. Menuju dapur dan mengambil alat makan. Sebab dia berniat mengeksekusi sate ayam dan martabak juga.
30 comments for next chapter!!!
Tbc...