17/17

468 72 44
                                    

2. 30 PM

Jendra baru saja keluar mushola. Dia tengah mencari sandal jepit warna putih hijau yang sudah mulai usang. Sebab sudah lama sandal ini bertahan. Karena saat mau ganti tidak ada uang.

Iya. Selama satu tahun ini Jendra tidak dapat uang jajan. Karena ibunya tidak bisa dihubungi sejak pamit pergi ke Thailand. Beruntung biaya pesantren sudah dibayar hingga satu tahun ke depan pada masa sebelum Joanna berangkat. Dari makan hingga tempat tinggal. Sehingga Jendra bisa bertahan sampai sekarang.

"Ustadz Salman, apa Mama saya masih belum memberi kabar?"

Tanya Jendra saat melihat Salman keluar mushola. Dengan mata berkaca-kaca. Sebab dia sudah sangat merindukan ibunya. Takut juga jika dia benar-benar ditinggalkan. Karena sudah pasti dia akan benar-benar sendirian.

Ya. Meski di pesantren mulai banyak yang sayang padanya. Bahkan ada salah satu ustadz yang akan memberinya uang jajan 50 ribu per bulan sejak enam bulan ke belakang. Sehingga Jendra tetap bisa membeli sabun dan yang lainnya.

"Belum Jendra. Kamu yang sabar, ya? Doakan saja semoga Mama kamu baik-baik saja."

Jendra mebgangguk singkat sembari menggigit bibir bawah. Dia benar-benar merasa kehilangan sekarang. Merasa tidak lagi diinginkan juga. Membuat telapak tangannya kembali terasa gatal dan membuatnya terus menggaruk tanpa sadar.

Setelah Salaman pergi, Jendra jalan-jalan di sekitar pondok pesantren ini. Dia menatap orang-orang jualan di sekitar sini. Seperti bakso dan mie ayam yang sudah lama tidak dibeli. Karena uang 50 ribu yang diberi ustadz hanya cukup dipakai untuk membeli peralatan mandi. Bahkan untuk salep saja tidak bisa terbeli. Tidak heran jika luka basah di tangan Jendra datang lagi. Padahal sempat sembuh pada enam bulan lalu sebelum salep pemberian ibunya habis.

"Kasihan, ya? Masih kecil sudah masuk pesantren. Orang tuanya benar-benar jahat!"

"Mereka tidak bertanggung jawab. Anak sekecil ini sedang lucu-lucunya, tapi malah dilepas!"

"Kalau jadi dia, aku akan membuang orang tuaku ke panti jompo jika sudah tua. Untuk membalas dendam!"

Jendra mendengar ucapan beberapa orang yang ditemui di jalan. Dia hanya bsia diam saja. Pura-pura tidak mendengar dan terus berjalan. Mengikuti langkah kaki membawa.

Hingga dia kembali ke pondok pesantren karena lelah. Haus juga dan ingin meminum air yang ada di dalam. Namun saat akan melepas sandal, Jendra tiba-tiba saja dikejutkan dengan kehadiran Salman tang memanggil dirinya. Lalu berjalan mendekat bersama pria yang agak familiar di matanya.

"Sepertinya aku kenal."

Jendra menatap Salman yang kian mendekat. Matanya terus saja menatap wajah pria yang ada di sampingnya. Sebab merasa asing sekaligus familiar.

"Ah, itu teman Mama yang pernah bertemu di mall!"

Jendra mulai menyunggingkan senyuman. Karena mengira jika pria itu datang atas suruhan ibunya. Membuat Jendra kembali memakai sandal dan jalan mendekat ke arah mereka. Kemudian mengulurkan tangan tanpa tanpa aba-aba.

"Om temannya Mama yang dulu pernah bertemu di mall, kan?"

Jeffrey. Pria yang sedang berdiri di depan Jendra mulai menarik nafas panjang. Dia tidak menyambut uluran tangan si anak. Namun langsung memeluknya. Mendekap anak laki-laki yang kata Jordan adalah anak kandungnya.

Iya. Saat bertemu Jordan kemarin, Jeffrey memaki-maki pria ini. Mengira jika pria ini selingkuh dari Joanna yang sudah memberi anak laki-laki.

Namun Jordan jelas langsung membela diri. Mengatakan jika dia dan Joanna sudah berpisah lama sekali. Karena masalah Jendra yang ternyata anak kandung Jeffrey.

Sehingga Jeffrey memutuskan untuk langsung mencari tahu keberadaan Jendra sejak kemarin. Sampai dia tahu jika si anak masuk pesantren sejak tiga belas bulan terakhir. Karena Joanna harus bekerja di luar negeri.

Jendra yang mendapat pelukan tiba-tiba jelas terkejut. Namun entah kenapa dia merasa nyaman dan tidak takut. Ah, mungkin karena dia sudah pernah melihat pria itu dan mengenal si pria sebagai teman si ibu.

Jeffrey langsung membawa Jendra keluar dari pondok pesantren. Anak itu dibawa pulang ke Jakarta. Dengan alasan jika si ibu yang menyuruhnya. Membuat Jendra jelas mau-mau saja. Meski pada awalnya sempat menolak. Karena takut si ibu mencarinya jika sudah pulang dari Thailand.

"Kamu ikut saya, ya?"

"Tapi, Om. Kalau Mama mencariku bagaimana?"

"Kamu tenang saja, Mamamu suda tahu. Dia yang meminta saya membawamu."

Iya. Jeffrey memang masih belum mengatakan apa yang sebenarnya pada Jendra. Karena takut anak itu shock dan menolak kehadirannya.

Selama perjalanan menuju Jakarta, Jeffrey banyak berbincang dengan Jendra. Bertanya bagaimana kehidupannya. Membuat Jeffrey begitu merasa iba. Saat bagian si anak tinggal di pesantren pada usia muda.

"Mana tanganmu?"

"Jangan, Om. Bau. Aku bisa oleskan sendiri."

Ucap Jendra setelah menduduki ranjang. Sebab dia baru saja selesai mandi dan berganti pakaian. Saat ini dia juga sudah duduk di tepi ranjang. Ranjang di kamar tamu rumah Jeffrey yang diberikan Jessica.

Jeffrey menarik tangan Jendra. Dia mengoleskan salep di tangan si anak. Sebab setelah dari bandara, mereka ke rumah sakit sebentar. Tidak langsung ke rumah.

"Istirahat, ya? Kalau butuh apa-apa panggil saya."

Jendra mengangguk singkat. Lalu mengucap terima masih pada pria yang ada di depannya. Pria yang tiba-tiba saja kembali memeluknya. Cukup lama sebelum akhirnya keluar dari kamarnya.

Jeffrey berniat menuju kamar anak perempuannya. Berniat meminta maaf pada mereka. Karena semalam langsung pergi tanpa berpamitan.

"Kenapa bawa anak itu kemari? Belum tentu dia anakmu Jeffrey! Bisa saja dia anak laki-laki lain!"

Seru Sirene saat melihat Jeffrey keluar dari kamar tamu. Sebab sejak tadi dia memang sengaja menunggu si suami pulang dari menjemput anak itu.

"Aku kenal Joanna sejak kecil. Dia tidak kenal banyak laki-laki. Aku sudah mengambil sampel darah di rumah sakit. Kita tunggu hasilnya besok pagi. Tapi, kalaupun hasilnya tidak cocok nanti, aku akan tetap merawat anak ini. Sampai ibunya kembali."

Jeffrey langsung meninggalkan Sirene begitu saja. Sebab dia jelas tidak mau kembali berdebat. Apalagi masalah Jendra.

Ini yang kalian mau, kan?

40+ comments for next chapter!!!

Tbc...

SO AM I [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang