Ricky baru pindah ke kota yang tidak pernah dia injak sebelumnya, tanpa mengenal seorangpun di sana.
Seharusnya sekarang dia berada di sekolah barunya, tapi dengan tas tersampir di bahu dia malah pergi kemanapun kakinya membawa.
Tidak punya tujuan.
Kepalanya kosong.
Karena terus berjalan tanpa melihat ke mana tujuannya, Ricky sampai di area yang mulai sepi. Seingatnya, terakhir dia melihat bangunan sekolah berdiri megah dengan lapangan luas. Beberapa orang siswa tampak bermain bola dan berseru penuh semangat.
Sekarangpun, bangunan yang berdiri di depannya masih tampak seperti sebuah sekolah, hanya saja tidak terpakai.
Cat di dindingnya sudah pudar, kotor. Tidak nampak hawa kehidupan dari dalam bangunan. Sunyi.
Bahkan pagar kawat yang memisahkan bangunan tersebut dengan jalan sudah tidak terurus, berkarat. Dikunci hanya dengan rantai usang yang dililit dua atau tiga kali.
Ricky tidak punya alasan kenapa dia melepas rantai itu, membuka pagar usang yang berderit kala didorong.
Kakinya melangkah santai sementara matanya menyisir sekeliling.
Gedung terbengkalai itu terdiri dari 3 lantai, tangganya terlihat dari tempat Ricky berdiri.
Sambil menatap lantai yang berdebu, Ricky menapaki satu per satu anak tangga hingga sampai di bagian teratas gedung. Dari sana, Ricky bisa melihat pemandangan rumah berjajar hingga jauh, beberapa taman yang tampak hijau kontras dengan bangunan di sekelilingnya, juga orang-orang berlalu lalang dengan kesibukan masing-masing.
Semua orang sepertinya punya sesuatu yang mereka kejar.
Ricky jadi iri.
Karena Ricky tidak punya mimpi atau sekedar keinginan kecil yang membuat tiap harinya pantas ditunggu-tunggu.
Tanpa sadar Ricky menghela napas panjang.
Tatapannya beralih ke bawah, ternyata tempatnya berdiri cukup tinggi, kalau dia jatuh kira-kira dia akan meninggal atau hanya patah tulang ya?
Sedang serius melihat ke bawah sambil memikirkan jawaban pertanyaannya, Ricky dikejutkan dengan suara seorang laki-laki.
"Oi!"
"Shit!"
Ricky refleks menoleh ke belakang dan memegangi dadanya yang berdegup kencang karena terkejut.
Tampak wajah ramah seorang laki-laki dengan seragam sekolah, tersenyum hingga pipinya bulat mengembang.
"Hai!" Orang itu melambaikan tangan pada Ricky.
Ricky mengernyit. "Siapa ya?"
"Kim Ji Woong! Kamu?"
"Shen... Ricky."
"Ricky? Sedang apa di sini?"
"Itu..." Ricky hendak menjawab sebelum sadar mereka bahkan tidak sedekat itu untuk saling bercerita. "Sebentar. Kita tidak pernah kenal sebelum ini, kan? Kenapa bersikap sok akrab denganku?"
"Kalau begitu mulai hari ini ayo jadi teman!"
Orang itu merangkul Ricky seenak jidat.
"Ha?"
Ricky menatap tangan yang merangkul bahunya dan wajah yang tersenyum lebar ke arahnya bergantian, bingung.
"Langitnya bagus sekali hari ini, kan? Ayo foto bersama!"
"Wha--tunggu!"
Ricky semakin kehabisan kata-kata saat blazernya ditarik seenak jidat, dia diseret entah ke mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
CUTS - Jiwoong Centric ✅
FanfictionKarena sering dapet ide cerita tapi jarang bisa merealisasikannya dari awal sampai tuntas maka lahirlah buku ini. Sesuai judul isinya bisa jadi cuma potongan cerita, bukan complete story. Kalau minat dan semangat muncul baru kubuat full story-nya...