9. CUTEST BREAD

22 5 62
                                    

Tampak seorang pemuda dengan raut wajah datar, keluar dari bangunan tiga lantai yang dikunjungi Madha

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tampak seorang pemuda dengan raut wajah datar, keluar dari bangunan tiga lantai yang dikunjungi Madha. Madha tidak dapat melihatnya dengan jelas, sebab pemuda itu mengenakan hoodie yang berukuran besar, serta tudung menutupi hampir seluruh wajahnya. Madha berhenti sejenak, dan menoleh. Hanya punggung yang ia dapati. Entah sengaja mempercepat langkah, atau memang begitu cara jalannya. Madha memiringkan kepala sebab merasa tidak asing dengan sosok itu. Bau tubuhnya khas sekali. Aroma woody—ilusi kesegaran alam menyeruak saat dirinya berlalu.

Merasa salah lihat, Madha lanjutkan langkahnya. Masuklah ia ke sebuah kafe bernuansa klasik, terasa nyaman dan damai. Menyuguhkan live music yang salah satu anggotanya sudah puluhan tahun lamanya mendedikasikan hidupnya sebagai pemusik di kafe tersebut. Harmoni lagu mengalun dengan lambat, serta lirik yang cenderung puitis berhasil menyihir para pengunjung.

Tepat di sisi kiri panggung, Madha dapat melihat jelas wajah Rain. Tengah fokus memainkan piano dengan jemari panjangnya. Saat menoleh, netra Rain tidak sengaja menangkap sahabat dekatnya mendatangi tempat kerjanya.

Tidak lama setelah lagu kelima selesai, Rain menghampiri sahabatnya, tengah meneguk minuman besoda—sendirian di meja.

"Tumben," kata Rain membuat Madha terkekeh kecil. Ia mendudukkan diri di samping Madha.

"Tadi ada urusan di daerah sini, jadi, sekalian mampir," jelas Madha. "Makin hari makin rame, nih, kafe. Apa karena ada elo?"

Rain menampik ucapan Madha dengan tawa. Namun, jika dilihat dari segi umur pengunjung, mereka rata-rata tergolong muda. Seringkali ketahuan curi-curi pandang pada Rain yang merupakan pianis, sekaligus anggota termuda di Atlas Cafe.

Keduanya bercakap-cakap hingga tidak terasa waktu semakin larut, Madha pun harus segera pulang karena sang mama telah menunggu. Lain halnya dengan Rain, ia harus membereskan kafe terlebih dahulu baru bisa pulang. Pekerja keras, dua kata yang dapat mendefinisikan Shan El Rainer.

Madha pulang dengan mengendarai sepeda motor yang telah dibelinya kurang lebih satu tahun lalu. Namun, ada beberapa bagian dari motor trail itu yang sengaja diubah. Entah dari warna, ataupun segi bentuk tubuh motornya.

Belum jauh dari lokasi kafe tempat Rain bekerja, Madha berhenti di depan sebuah toko yang menjual aneka macam roti. Plang besar di atas yang bertuliskan Roti Oma, sungguh menarik perhatiannya. Kebetulan Yasmin, mamanya Madha adalah penyuka roti. Cukup sepi, netra Madha hanya menangkap gadis penjaga yang sibuk sendiri dengan ponselnya. Bahkan suara dari serial drama, atau film tengah ditontonnya terdengar hingga ke luar. Madha tidak yakin. Yang jelas, bahasa asing terdengar di rungu ketika ia tiba.

"Permisi," sapa Madha.

Mendengar ada seseorang yang akan menghampiri, gadis penjaga buru-buru men-jeda tontonannya. Ia mendongak, lalu balas menyapa, "Selamat datang di Roti Om—"

Hening sejenak. Gadis tersebut mengedipkan kedua matanya dengan tempo lebih cepat. Ia kucek mata kirinya, agar dapat melihat si calon pembeli dengan jelas. Gadis itu tiba-tiba bangkit kala menyadari bahwa ia tidak salah lihat. "Ah ... Kak?" Bibirnya mengucap kata dengan suara rendah.

BAD LIAR (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang