Nora berjalan berdampingan dengan Rain. Pemuda bersuara merdu itu berniat untuk mengantarkannya hingga kelas. Nora masih sulit berucap, lidahnya kelu sejak Madha menyentuh dan meraba pelan wajahnya tadi. Namun, nama gadis lainlah yang disebutkan Madha. Entah mengapa Nora lebih merasa kasihan dibanding kecewa. Sebenarnya siapa gadis yang sudah lama meninggal itu? Apakah ia pernah memiliki hubungan spesial dengan Madha? Lelah bertanya-tanya dalam benaknya, Nora memutuskan untuk bertanya langsung.
"Kak ...," panggil Nora membuat Rain menoleh. "Saya boleh nanya nggak? Kak Teressa ... itu ... siapa? Ma-maksud saya, siapanya Kak Madha?"
Rain melempar senyum putus asa. "Masa lalunya ... bahkan, Madha butuh diobati karena itu." Rain kembali menatap lurus. "Untuk hari ini dan beberapa hari ke depan, kayaknya Madha nggak boleh ngelihat elo dulu."
"Kenapa gitu?" Nora mengernyit.
"Karena ... lo mirip 'dia'."
Jawaban Rain membuat Nora membulatkan matanya tidak percaya. Memang waktu Arkan manggung dahulu, Nora tidak terlalu memperhatikan gadis pemegang mic, sebab itulah ia semakin dibuat bertanya-tanya, apakah ia memang semirip itu sampai Madha melihat sosok Teressa dalam dirinya? Apakah keberadaannya justru memperburuk kondisi Madha? Rasa bersalah seketika menyelimuti gadis yang tidak tahu menahu tentang tragedi itu.
"Sorry, ya?" Rain membuyarkan lamunan Nora. "Anyway, suara lo oke. Bahkan di luar ekspektasi." Rain menaikkan ibu jarinya. "Jadi, lo akan resmi jadi vokalis di Galaxy. Selamat, ya."
Raut wajah Nora seketika berganti menjadi senyuman lebar. Ternyata begini rasanya dipuji orang lain, selain orang tua juga sahabatnya. Arkan tidak masuk hitungan, karena setiap kali ia bernyanyi Arkan akan menyumbat telinganya dengan headphone. Hal yang selalu berhasil membuat Nora mendengkus kala mengingatnya.
"Terima kasih, Kak Rain." Lesung pipi Nora semakin terlihat dalam.
"Nggak masalah. Kalau gitu, gue pamit. Nanti gue kabarin lagi."
Nora mengangguk kecil. "Oke, Kak."
***
Sementara itu di ruang musik, Madha masih berusaha ditenangkan oleh Alzam juga Lenska. Pemuda bermata sipit itu masih meronta-ronta dengan mata yang terpejam rapat. Sebab ketika membuka mata, ia bisa menyaksikan dengan jelas saat di mana Teressa meregang nyawa. Sang kekasih, duduk di bangku bulat kecil tepat di sisi belakang piano berada. Kepala yang tidak berdaya-tersandar di tuts piano. Sementara yang membuat Madha semakin hilang kendali adalah ketika melihat tangannya yang menggenggam sebilah pisau tajam yang entah datang dari mana. Ditambah lumuran darah segar di beberapa titik.
Kak, a-apa yang udah gue lakuin?
"Enggak! Enggak mungkin!" Madha terus menggelengkan kepalanya. Kondisinya semakin kacau. Kedua sahabatnya yang baru menyaksikan hal tersebut, bingung harus berbuat apa lagi supaya sang ketua menyadarkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
BAD LIAR (ON GOING)
Teen Fiction{ Mystery_Crime_Humor } "𝐻𝑎𝑙𝑓 𝑎 𝑡𝑟𝑢𝑡ℎ 𝑖𝑠 𝑜𝑓𝑡𝑒𝑛 𝑎 𝑔𝑟𝑒𝑎𝑡 𝑙𝑖𝑒." Semuanya baik-baik saja, sampai seorang Madhava Lazuardi dirumorkan sebagai pembunuh wanita satu-satunya di band Galaxy setahun silam. Start : Sat, 26 August 23 En...