"Apa?! Aku dijodohkan?!"
Di ruang tamu bernuansa monokrom milik Jieon, saat ini terdapat sedikit percakapan yang serius di dalamnya.
Ayah Jieon yang mengabari akan berkunjung ke rumah sewanya karena hendak membicarakan sesuatu, kini sudah di tempatnya dan Jieon sudah mendengar hal tersebut yang membuatnya membelalak tak percaya.
"Calon suamimu adalah orang yang baik, tampan, bahkan dia adalah satu-satunya penerus selanjutnya perusahaan ayahnya. Jadi dia adalah suami yang cocok untukmu nanti."
Jieon menatap ayahnya yang sibuk melontarkan sesuatu tentang calon suaminya dengan tidak percaya.
"Ayah! Tunggu dulu, kenapa aku tiba-tiba dijodohkan?"
"Tiba-tiba apanya? Bukankah kita sudah membahas ini 2 tahun yang lalu?"
Oh astaga, Jieon baru ingat hal itu. Dulu saat ia menginjak bangku kelas 2 sekolah menengah atas, ayahnya pernah membahas tentang perjodohan dengan sahabatnya padanya. Saat itu Jieon sangat frustasi dan bahkan kabur dari rumah dan baru kembali seminggu kemudian.
"Awas saja kalau kau kabur lagi kali ini." ucap sang ayah sambil dengan santai menyeruput kopinya yang beberapa saat lalu disiapkan Jieon.
Masalah cinta sepihaknya, patah hati, lalu tidur bersama orang tidak dikenal di club, dan sekarang perjodohan. Setelah ini apalagi?
Jieon menangkup kepalanya menggunakan kedua tangan sambil menunduk. Ia tidak habis pikir. Kenapa bulan ini banyak sekali hal yang terjadi, ia jadi merasa takdir begitu jahat padanya.
"Ayah, tapi aku masih kuliah."
Terdengar dentingan suara gelas yang beradu dengan meja secara pelan. "Lalu apa masalahnya? Kuliah sambil menikah 'kan bisa. Lalu semua biayamu suamimu nanti yang tanggung." jawab ayahnya cepat yang lantas membuat Jieon terhenyak.
"Apa maksudnya ini adalah karena ayah tidak mau membiayaiku lagi?" tanya Jieon dengan raut muka berkaca-kaca.
Sontak sang ayah menghentikan kegiatan minum kopinya, lalu menatap sang putri kemudian mengelus puncak kepalanya sayang.
"Tidak. Tentu saja bukan begitu. Perjodohan ini ayah lakukan karena ibumu yang menitip pesan pada ayah sebelum meninggal dunia. Dia sudah menentukan calon suamimu sejak dulu."
Mendengar kata 'ibu' membuat Jieon yang semula menunduk kini mendongakkan kepalanya dan menatap kepada pria paruh baya yang saat ini rupanya tengah berkaca-kaca.
Ibunya meninggal saat dia hendak masuk sekolah menengah pertama. Itu artinya Jieon sudah dijodohkan jauh sebelum ayahnya memberi tahu hal tersebut.
"B-benarkah?"
Ayahnya mengangguk, lalu menarik Jieon ke dalam pelukannya sambil mengelus punggungnya pelan. "Ya, Putriku. Ibumu menitipkan pesan kalau kau harus menikah dengan pria pilihannya. Jadi kau mau, ya?"
Tanpa sadar Jieon sudah menitikkan air matanya. Ibunya adalah orang yang paling ia sayang di dunia ini. Jieon sangat merindukan ibunya.
Gadis bersurai pendek itu menggigit bibirnya gusar. Di satu sisi ia masih punya impian yang ingin ia capai dan berencana menikah nanti saja kalau sudah 30 tahun ke atas, tapi di sisi lainnya ia tidak mau mengecewakan ibunya dan itu adalah permintaan terakhirnya sebelum beliau meninggal dunia.
Jieon bukanlah tipe orang yang mementingkan orang lain sementara dirinya menderita. Tetapi, untuk kali ini saja, dirinya memutuskan mengalah. Untuk mendiang ibu tercintanya.
"Baiklah. Aku akan menikah." ucapnya akhirnya setelah sekian lama terisak kecil. Jieon mengusap air matanya.
Ayahnya tersenyum, lalu sekali lagi mengasak rambut putrinya dengan sayang.
"Aku tahu putriku ini sudah besar. Terima kasih, nak. Ibumu pasti tersenyum melihat putrinya sudah dewasa seperti ini." Jieon hanya tersenyum di balik perasaan getirnya.
"Minggu depan akan diadakan pertemuan keluarga. Apakah kau siap, putriku?"
'Putriku'. Itu adalah panggilan sayang sekaligus panggilan kesukaannya sejak kecil. Dan sekarang ia malu sendiri ketika ayahnya memanggilnya dengan sebutan itu lagi pada dirinya yang jelas sudah besar sekarang.
Jieon mengangguk tanpa ragu. "Ya, ayah. Aku siap."
Jieon sudah mengesampingkan masalah pribadinya. Yang harus ia lakukan sekarang adalah memenuhi permintaan terakhir ibunya, karena itulah satu-satunya cara Jieon membahagiakan sang ibu disana.
###
"Apa suasana hatimu sedang buruk? Sedari tadi kulihat raut wajahmu tak mengenakan."Suara bariton yang akhir-akhir ini hadir, kini kembali terdengar di telinga Jieon untuk yang ke sekian kali. Saat ini dirinya dengan seniornya yang ia kenal secara tidak sengaja beberapa hari lalu tengah sarapan bersama di taman.
Pun hal itu terjadi karena pertemuan tak sengaja mereka lagi.
"Akhir-akhir ini sepertinya masalah menimpaku terlalu bertubi-tubi, Seonbae. Aku sampai pusing menghadapinya." jawab Jieon sambil memakan sarapannya seraya menatap kosong ke depan.
Taehyung tidak tahu persis apa saja masalah yang menimpa gadis itu, tetapi ia rasa dirinya tahu sedikit. Taehyung merasa kasihan, ia ikut bersedih melihat gadisnya seperti itu.
"Kalau kau tidak keberatan kau bisa cerita padaku, mungkin aku bisa memberikan sedikit solusi." jawabnya hati-hati karena takut dianggap terlalu ikut campur.
"Kau tahu, Seonbae? Aku di jodohkan." Jieon menjawab begitu saja. Mungkin akibat melamun dan tanpa sadar ia menjawab tanpa pikir panjang seperti itu.
Taehyung menahan senyum mendengar jawaban tersebut, lalu ia berdeham untuk menetralkan perasaannya.
"Benarkah? Dengan siapa?"
Jieon menggeleng, masih dengan tatapan kosongnya. "Entahlah, aku juga tidak tahu siapa calon suamiku. Tetapi ayah bilang minggu depan akan ada pertemuan keluarga."
Taehyung hanya mengangguk-angguk. Sementara dalam hatinya berpikir apakah kalau ia memberi tahu Jieon jika pria yang mau dijodohkan dengannya adalah dirinya, bagaimana reaksi gadis itu?
Tetapi Taehyung memilih untuk tidak jujur, toh nanti Jieon akan tahu sendiri. Sedikit kejutan tidak apa-apa bukan?
"Astaga, maaf Seonbaenim, tidak seharusnya aku menceritakan hal pribadi seperti ini." tiba-tiba saja Jieon bangkit dari duduknya dan membungkuk beberapa kali kearah Taehyung, membuat pria itu sedikit kaget.
"Tidak apa-apa. Kau bisa cerita apapun kok, aku tidak akan memberitahukannya kepada siapapun."
Jieon berhenti dan menatap pria di hadapannya dengan tatapan curiga. Kemudian ia berkata dalam hati, "Bukankah dia terlalu baik? Apa dia menyukaiku?"
Taehyung yang di tatap begitu langsung mengalihkan pandangannya dan berdeham singkat dengan telinga merona. "Apa ada sesuatu di wajahku?"
Seketika itu juga Jieon tersadar dan menatap Taehyung malu karena menyadari kalau sedari tadi ia menatapnya. "T-tidak! Seonbae, sepertinya aku harus ke kelas sekarang. Aku duluan!" Jieon beranjak dengan buru-buru dan lari begitu saja.
Ia teramat malu karena tertangkap basah sedang menatap seorang pria dengan begitu intens.
Seorang Kim Taehyung yang terkenal dengan sebutan 'Si cool berkacamata' kini tertawa. Jarang-jarang dirinya tertawa apalagi selepas itu.
"Bagaimana bisa dia sangat menggemaskan?" gumamnya setelah melepas kacamata yang senantiasa bertengger di hidungnya untuk menghapus air mata sejenak. Selama ini tidak ada yang tahu bagaimana tampannya seorang Kim Taehyung tanpa kacamata, kalau orang-orang di kampus lihat, maka sepertinya saat itu juga Taehyung akan menjadi idaman satu kampus.
Pakai kacamata saja ia sudah populer, apalagi tidak.
Satu minggu lagi adalah pertemuan keluarga untuk membahas perihal perjodohan mereka lebih lanjut. Dan Taehyung sudah sangat tidak sabar menanti hari itu.
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
This Yandere Boy is My Husband [KTH]
Fiksi PenggemarKim Taehyung kembali menemukan cintanya. Dan kali ini, ia bersumpah tidak lagi membiarkannya pergi. Cover by: me Story ©nadassi 2023