PROLOG

6.4K 669 69
                                    

Di acara ulang tahun si kembar, Narapati Lungit Biru dan Nararya Lintang Biru, yang ke sembilan tahun adalah mimpi buruk tersendiri bagi Sadam Aisena Salim yang saat itu baru berusia sebelas tahun.

Dengan jasnya yang pas di badan juga dasi merah, ia berjalan memasuki aula acara dengan memegang tangan ibunya. Pandangannya menyapu dengan sombong anak-anak ingusan yang terlihat bodoh seperti badut.

Ia awalnya sangat enggan untuk datang ke acara tersebut. Namun keluarganya baru pindah, dan papanya, seorang businessman sukses, menggunakan kesempatan ini untuk bertemu teman bisnisnya.

Sadam duduk dengan tenang memperhatikan dua anak kembar yang berdiri atas panggung seperti sepasang badut. Ia mengangkat alisnya ketika anak perempuan yang dikuncir kuda itu menatapnya. Wajah Sadam mengerut ketika anak itu tersenyum ke arahnya. Jarak mereka terlalu jauh untuk anak itu melihat ke arahnya.

Sadam selalu menjadi anak yang pemberani. Meskipun dirinya baru berusia sebelas tahun tapi Sadam tahu betul bahwa ia adalah seseorang yang akan menjadi besar di masa depan. Sadam dididik dengan pendidikan terbaik. Kedua orang tuanya juga adalah orang tua yang proaktif untuk memenuhi semua kebutuhan Sadam. Hal itu menumbuhkan sebuah tunas emosi yang seharusnya tidak ia miliki. Keangkuhan.

Kedua orang tuanya selalu mengajarkan Sadam untuk rendah hati kepada siapa pun. Sadam ingin melakukan hal itu tapi melihat bagaimana kesenjangan antara dirinya juga sepupu-sepupunya yang lain membuat Sadam tidak bisa bergaul dengan mereka. Di mata Sadam, semua orang hanyalah badut yang bergerak untuk meramaikan jalan hidupnya. Ia adalah pemeran utamanya, semua orang hanyalah pemain penunjang yang tak perlu Sadam ingat.

Namun duduk di tengah-tengah badut lainnya saat ini, ada yang aneh. Anak perempuan yang berulang tahun itu seharusnya terlihat seperti badut di matanya. Sadam melirik saudara kembar anak perempuan itu. Seperti yang sudah ia duga, anak laki-laki itu terlihat seperti badut. Sadam kembali menoleh ke arah anak perempuan yang masih menatapnya lekat. Anak itu terlihat seperti ... manusia?

Kini giliran Sadam untuk naik ke atas panggung, mengucapkan selamat ulang tahun dan memberikan kado yang sudah disiapkan oleh mamanya. Sadam ingin mendekat. Penasaran dengan anak perempuan yang berulang tahun itu. Ia ingin tahu sespesial apa anak itu sampai ia terlihat seperti manusia. Bukan seperti badut seperti saudara kembarnya.

Sadam hanya diam ketika mamanya menyuruh mengucapkan selamat ulang tahun kepada Lungit. Ia benci disuruh-suruh. Bahkan saat Lungit mengulurkan tangan untuk menjabat tangan, Sadam hanya diam dan mempertahankan tangannya untuk tetap berada di dalam saku celana.

Sampailah ia pada ... Nararya Lintang Biru.

Sadam mengerutkan keningnya ketika Lintang tidak ingin mengulurkan tangannya.

Sombong sekali, pikir Sadam.

"Ma, dia siapa namanya?" tanya Lintang dengan suara keras.

"Sadam. Sadam Aisena Salim," jawab Sadam dingin.

Lintang memperhatikan Sadam dari atas hingga bawah. Anak perempuan itu menganggukkan kepalanya puas membuat Sadam kesal karena terasa seperti dinilai oleh manusia bodoh.

"Sadam, lima belas tahun lagi aku mau ke rumah kamu."

"Hah?"

"Ma, lima belas tahun tahun lagi aku mau menikah dengan Sadam!"

Seketika seluruh ruangan menjadi hening. Semua mata menatap mereka penuh rasa penasaran. Beberapa blitz kamera keluar untuk mengabadikan momen tersebut.

Sadam hanya tercengang. "Enggak! Memangnya siapa yang mau menikah sama kamu? Kamu jelek seperti badut!"

Lintang terlihat tidak tersinggung. Anak itu tersenyum miiring seperti memandang rendah Sadam membuat wajah Sadam memerah penuh amarah. Bahkan tangannya sampai keluar dari saku celana dengan kepalan yang sangat erat.

"Kita akan menikah, Sadam. Kamu dan aku akan menikah. Jangan kekanak-kanakkan seperti ini. Terima saja. Tunggu aku lima belas tahun lagi."

Untuk pertama kalinya, seorang Sadam Aisena Salim yang terkenal sebagai anak yang keren, dingin, dan cuek berteriak histeris membuat semua orang menutup telinga mereka kecuali Lintang yang menatap Sadam sambil tertawa terbahak-bahak.

"Kita akan menikah! Kita akan menikah!" ucapan itu terus terngiang. Video singkat beredar menjadi viral hingga diberitakan sebagai bahan gurauan. Pertemuan keluarga, acara ulang tahun, di sekolah, di tempat les semuanya membicarakan videonya.

Gambaran seorang anak perempuan berusia sembilan tahun yang tertawa sambil mengangkat telunjuk ke wajahnya terus terngiang di setiap tidurnya. Dendam, ketakutan dan rasa malu mulai mendistorsi memorinya menjadi sesuatu yang mengerikan.

Kini bayangan anak perempuan dengan tanduk merah, dan dua gigi taring yang mengeluarkan darah berlari mengejarnya.

"Kita harus menikah ... kita harus menikah ... Sadam ... ahahahhahaaa..."

"AAAA!!!!"

Sadam terbangun dengan keringat. Ia melihat ke arah jam wekernya yang sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Sial. Dirinya tertidur seharian penuh. Ini akibat jet lag yang ia alami. Dirinya baru pulang dari New York. Setelah lebih dari lima belas tahun kabur, akhirnya Sadam harus kembali ke tanah kelahirannya.

Dan untuk pertama kalinya setelah ia meninggalkan tanah kelahirannya, ia kembali bermimpi buruk lagi.

***

Yang baca buku MADA pasti tahu betul siapa Nararya Lintang Biru ini. Nah, kalau Sadam Aisena Salim ini apakah ada yang kenal???

Btw, selamat datang di cerita baru aku! Cerita ini akan rutin update setelah cerita "Jangan Bilang Papa" tamat!



Tepi LintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang