8

1.7K 307 16
                                    

Lintang mengajar untuk kelas siang dimana tiba-tiba ponselnya berdering. Ia mengerutkan kening merasa bingung karena belum pernah ada yang meneleponnya di saat dirinya masih berada di jam mengajar. Semua keluarganya tahu bahwa dirinya tidak boleh dihubungi saat jam kerja. Begitu juga dengan koleganya.

Lintang meminta maaf terlebih dahulu kepada para mahasiswanya karena proses pembelajaran mereka harus terganggu. Lintang berjalan cepat menuju meja dosen dan mengeluarkan ponselnya yang berada di dalam tas. Melihat tanda spam dan nomor familiar yang sengaja kontak tersebut tidak disimpan membuat lintang menggeram kesal. Tak butuh waktu lama untuk tangannya menggulir menolak panggilan tersebut dan mematikan ponselnya agar pengganggu tersebut tidak mengganggunya lagi.

"Dan untuk variabel penelitian kalian, kalian bisa menggunakan variabel sosio-ekonomi yang datanya bisa kalian ambil di pusat data fakultas."

Lintang menyelesaikan kelas tambahan di tengah-tengah minggu ujian. Setelah ini dirinya harus mengoreksi semua tugas akhir sebelum memasuki tahap penilaian. Setelah itu dirinya harus menyiapkan silabus baru untuk semester depan. Banyak yang harus ia kerjakan sebelum semester berakhir.

Saat Lintang tiba di ruangannya, dari kejauhan ia melihat seorang mahasiswi yang mengintip ke dalam jendela ruangannya. Seperti memeriksa apakah dirinya ada di dalam atau tidak. Lintang merasa ia tidak memiliki janji dengan mahasiswa untuk bimbingan apa pun.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Lintang membuat anak perempuan itu terlonjak kaget.

"Ah, Bu Lintang!"

Lintang melihat anak itu yang terengah-engah. Dari keringat yang muncul di pelipisnya sepertinya anak perempuan itu barusan lari maraton.

"Saila? Kalau tidak salah kan?"

Saila merasa tergugah ketika dosennya itu mengingatnya. Namun setelah ingat apa tujuannya ke sini, tiba-tiba ai menjadi sangat gugup.

"Silahkan masuk," ucap Lintang yang masuk terlebih dahulu. Lintang mempersilahkan Saila untuk duduk di kursi tamu dan menawarkan tisu untuk mengusap keringat di keningnya.

"Jadi? Ada apa mencari saya?" tanya Lintang yang tak ingin banyak basa-basi karena masih banyak pekerjaan yang harus ia lakukan.

Saila terlalu gugup karena tujuannya ke sini sama sekali tidak ada hubungannya dengan akademik.

"Halo, Saila? Masih di sini?" tanya Lintang sambil menawarkan air mineral yang ia ambil dari kardus di samping kakinya. Saila tergagap seperti bingung mau memulai dari mana.

"Begini, Bu. Saya datang ke sini sebenarnya... um.. Aduh..."

"Karena kakakmu?" Lintang langsung bisa menebak tujuan anak itu datang mengunjungi ruangannya. Lintang menyalakan monitor di depannya karena tahu jika ia menganggap serius pertemuan ini maka ia hanya akan membuang-buang waktu.

"Iya, bu. Ini tentang kakak saya."

"Baik, ada yang bisa saya ketahui tentang kakakmu?' tanya Lintang yang sangat terdengar enggan untuk menanggapi percakapan ini. Matanya fokus pada monitor seakan-akan Saila yang berada di depannya hanya nyamuk yang tidak perlu dipedulikan keberadaannya.

"Jadi begini... kakak saya meminta saya untuk mengecek keadaan Bu Lintang."

"Keadaan saya? Hm... menarik, ada apa dengan keadaan saya?" Mata Lintang masih terpaku pada layar monitor di depannya yang menampilkan tabel nilai juga panduan-panduan yang sedang disusunnya.

"Kakak saya kira Ibu kenapa-kenapa karena ... um... satu pun pesannya tidak dibaca, kakak saya khawatir Bu Lintang diculik soalnya..." mendapat lirikan dari Lintang, Saila merasa semakin terpojokkan. Gadis itu memegang ujung meja dengan gugup. "Soalnya Bu Lintang menghilang begitu saja waktu ka-kalian berkencan."

Tepi LintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang