9

1.8K 302 11
                                    

Ada keheningan yang menyelimuti ruang kerja Lintang. Sadam yang merasa bahwa dia bersikap tidak seharusnya, membuka salah satu matanya untuk memeriksa Lintang. Perempuan itu sedang menatap Sadam dengan pandangan jijik. Rasa jijik yang tergambar di wajah Lintang sengaja tak dihapus oleh Lintang agar Sadam sadar bahwa pria itu telah membuatnya tidak nyaman.

Sadam kembali menutup matanya untuk berpikir ulang. Seharusnya tidak terjadi seperti ini. Dirinya datang bukan untuk bertikai seperti ini. Tujuannya adalah membuat Lintang jatuh cinta kepadanya. Jika ia bersikap menjengkelkan, ini akan menurunkan nilainya untuk Lintang.

Sadam menghela napas, berjanji pada dirinya untuk bersikap dewasa. Jika Sadam harus menganalisa kepribadian Lintang, Lintang ini pasti kekurangan orang dewasa di hidupnya. Jadi, disinilah Sadam harus memposisikan dirinya. Mengisi posisi seseorang yang dewasa untuk mengayomi Lintang agar Lintang kecanduan akan dirinya. Dan kepergian Sadam akan jadi pukulan terhebat di hidup Lintang.

Dengan tekad baru, Sadam menegakkan pundaknya sambil merapikan jasnya. Lintang sudah tidak menatapnya lagi. Perempuan itu fokus pada layar monitor di depannya. Sadam tak sadar dirinya tersenyum melihat Lintang yang mengangkat frame kacamatanya menggunakan jari tengah.

"Lintang, dengar-"

Tok.tok.tok.

Lintang dan Sadam sama-sama menoleh ke arah pintu. Lintang mengizinkan orang tersebut untuk masuk. Seorang pemuda terlihat canggung masuk. Punggung sedikit membungkuk dengan kedua tangan memeluk berkas-berkas skripsinya.

"Permisi Bu Lintang, saya Aziz yang berkonsultasi dengan Ibu kemarin."

"Ya, saya masih ingat. Tentang bab tiga skripsimu kan?"

"Iya, Bu."

"Bukannya saya bilang jadwal bimbingan dua minggu lagi melalui zoom?"

"Iya, Bu. Tapi saya ada kendala."

Lintang mempersilahkan pemuda itu untuk duduk di kursi yang sudah tersedia. Sadam duduk menyaksikan dengan tangan terlipat di sofa. Memperhatikan setiap gerak-gerik kerutan di dahi Lintang yang berubah-ubah. Lintang sendiri mendengarkan problem mahasiswanya dengan seksama. Ia bisa mengerti mengapa mahasiswanya kesulitan. Penggunaan metode kuantitatif memang jarang dilakukan di fakultasnya sehingga pengambilan data variabel juga perlu sangat diperhatikan.

Lintang memberikan beberapa masukan akan variabel pilihan mahasiswanya.

"Saya bisa bisa membuatkan surat rekomendasi agar kamu bisa meneliti di fakultas sebelah yang memiliki lab komputer yang sudah terintegrasi dengan aplikasi ini. Kamu tidak perlu mengeluarkan biaya, kampus sudah menyediakan banyak fasilitas. Lab komputernya akan selalu buka bahkan saat liburan sekalipun.'

Lintang mengambil selebaran rekomendasi yang bisa digunakan untuk membantu mahasiswanya.

"Ini. Gunakan ini karena di saat liburan, pegawai lab akan membimbing kamu. Jika ada kendala apapun tetap hubungi saya. Saya akan usahakan membalas dengan secepat mungkin. Tapi lain kali jika ingin datang ke ruangan saya, konfirmasi dulu. Khawatirnya saya sedang ada rapat dengan dekan atau berada di luar kampus. Kasihan kamunya nanti menunggu saya lama tanpa ketentuan."

Wajah pemuda itu bersemi merah seperti musim semi yang dipenuhi dengan bunga-bunga, wajahnya berseri terang bak matahari pertama musim semi. Melihat mahasiswanya tersenyum lega pun membuat Lintang ikut tersenyum. Lintang bukanlah dosen yang suka mempersulit mahasiswanya. Dirinya dulu pernah berpengalaman menjadi mahasiswa juga, ia melihat banyak teman-temannya yang kesulitan melewati fase skripsi. Jadi Lintang selalu ingin mengurangi beban mereka.

"Bu Lintang, terimakasih banyak ya! Saya sudah hampir putus asa! Saya kira saya harus nunggu semester depan lagi untuk memulai skripsi ini, kalau begini saya bisa menyelesaikan skripsi saya dengan cepat, Bu. Orang tua saya bisa menggunakan uang UKT saya untuk persiapan kuliah adik saya."

Tepi LintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang