08 || Saka, Naka dan Raka

13.8K 1.6K 237
                                    

Ruang keluarga dipenuhi cahaya lembut lampu gantung, menciptakan suasana yang hangat dan nyaman. Raka duduk di sofa bersama dengan Pak Brata, sambil melihat foto keluarga yang terpajang di dinding.

"Pak, kenapa Mas Kuadrat dikasih nama Sakala sama Nakara, kayak anak kembar, padahal jelas-jelas mereka nggak kembar, terus kenapa aku di kasih nama Raka?" tanya Raka dengan rasa ingin tau di matanya.

Pak Brata tersenyum lembut. "Nah, Raka, tiap nama itu punya makna dan cerita di baliknya. Masmu yang pertama dikasih nama Sakala, atau Saka, artinya matahari, dia lambang kecerahan dan kehangatan. Sedangkan Naka, artinya bulan, lambang ketenangan dan kelembutan. Mereka berdua adalah sinar matahari dan bulan yang memberikan cahaya dan kehangatan dalam hidup Bapak sama Ibuk, sifat mereka juga kebetulan ... begitulah, kamu tau sendiri mereka kalo disatuin gimana."

Raka mendengarkan dengan penuh perhatian. "Terus kenapa aku dinamai Raka, Pak?"

Pak Brata tersenyum lebih lebar, mengusap rambut Raka dengan lembut. "Raka, nama kamu itu diambil dari bahasa Sanskerta, yang artinya prajurit atau pahlawan. Kamu itu pahlawan kecil dalam hidup kami. Lambang semangat dan keberanian di keluarga kita itu kamu. Kakek kamu di Surabaya yang ngasih nama itu buat kamu."

"Ooh, Wah." Raka merasa hangat mendengar penjelasan tersebut. Ia merasa bangga dengan namanya dan merasa lebih dekat dengan keluarganya.

Sementara itu, di dalam kamar Saka, suasana tenang dan nyaman terasa begitu kental. Saka duduk bersandar di dinding dengan ponselnya di tangan, sementara Naka terlihat santai berbaring di tempat tidur sembari memeluk boneka berbentuk buaya milik Saka. Keduanya saling berhadapan, meskipun berfokus pada layar ponsel masing-masing.

Dalam keheningan itu, bunyi jari mereka mengetuk layar ponsel terdengar pelan di ruangan itu. Cahaya layar ponsel menyinari wajah mereka.

Saka sesekali tersenyum sambil membalas pesan, sementara Naka tertawa kecil melihat sesuatu di ponselnya.

Naka tiba-tiba bersuara, "Mas, gue punya tebakan, mau coba jawab, nggak?"

Saka sedikit menurunkan ponselnya, "Apa?"

"Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang?"

Saka menjawab tanpa berpikir, matanya fokus pada ponselnya, "Terdapat jiwa yang capek tapi dikuat-kuatin, Na."

Naka langsung mengerlipkan mata, "Loh? Gue ngasih tebakan, bukan nyuruh lo curhat, Mas."

Saka tersenyum miring, "anjir." Detik berikutnya ia mengimbuhi, "Tapi bener, kan, jawabannya?"

"Iya, sih. Kok tau?"

"Barusan FYP di gua videonya," jawab Saka lalu cengengesan.

Naka spontan menjejakkan kakinya pada guling yang Saka peluk. "Anying, gak seru lagi dong. Bukan nebak lagi itu namanya, tapi uji daya ingat," kata Naka.

"Salah sendiri gak nanya dulu," gelak Saka.

Tak lama kemudian, setelah Saka meletakkan ponselnya, ia menatap Naka dengan tatapan penuh tanda tanya.

Naka merasakan pandangan itu dan akhirnya ikut meletakkan ponselnya ke samping. Ia menatap balik kakaknya dengan rasa penasaran yang sama, kemudian bertanya, "Apa?"

Suasana kamar tiba-tiba dipenuhi oleh keheningan yang sejenak terinterupsi oleh tatapan mereka yang saling bertemu.

"Gue baru inget. Lo tadi beneran mampir dulu sebelum jemput Raka?"

Naka tidak langsung menjawab.

"Lo ke sana lagi, Na?" lanjut Saka.

"Bentar doang kok." Naka mencoba mengalihkan perhatiannya dengan kembali menyalakan ponselnya.

Geng Bratadikara (SEGERA TERBIT) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang