27 || Keluarga

10.6K 1.6K 680
                                    

Motor Pram melambat perlahan di depan rumah Bratadikara. Suara mesin yang semula menggelegar kini mereda menjadi gemuruh yang lembut, hampir seperti bisikan malam yang menghampiri. Lampu depan motor memancarkan cahaya kuning ke jalan yang teduh, menerangi jalanan yang sepi di depan rumah.

Saka turun dari motor Pram dengan ringan, lalu mengatur jaketnya sedikit saat angin malam menyapa. "Mampir dulu, Pram," ajaknya.

"Besok aja deh, gue tau ini hari spesial buat keluarga lo, gue gamau ganggu," jawab Pram.

"Lo juga keluarga gue," balas Saka.

Pram tersenyum hangat. Ia menepuk lengan Saka. "Gue tau, tapi hari ini gue beneran gamau ganggu kalian. Masuk gih."

"Ya udah. Thanks ya, sorry tadi bikin panik," ucap Saka sambil tersenyum.

Pram mengangguk mengerti. "Gapapa. Sehat-sehat, ya, Ultramen."

Saka tertawa ringan mendengar panggilan dari Pram. "Tiba-tiba banget gue jadi Ultramen."

"Lo beneran sekuat itu," ujar Pram sambil tertawa.

"Makasih, Elsa," celetuk Saka dengan nada santai.

"Kok Elsa sih?! Minta gue sambit ya lo? Waktu itu abang gue yang nonton Frozen, Saka, bukan gue. Salah paham mulu."

"Cowok tuh boleh kok Pram nonton Frozen, nggak usah malu begitu," balas Saka dengan nada menghibur.

"Saka, plis deh, ah!" kata Pram. Nada frustrasi,tapi wajahnya terlihat tersenyum lebar.

Keduanya tertawa ringan menikmati momen keakraban mereka.

"Ya udah, gue masuk dulu. Besok main bareng lagi, makasih sekali lagi, bye-bye," ucap Saka sambil melangkah menuju pintu rumah dengan senyum yang cerah di wajahnya. Tangannya melambai cepat ke arah Pram.

Di balik helm fullface, sudut bibir Pram naik. Anak seceria itu bertarung sama jiwa ambis dan tugas yang gak ngotak? Yang bener aja, kasian lah.

✨✨✨

Saka membuka pintu rumah dengan hati yang lega. Namun, begitu melangkah masuk, pandangannya langsung tertuju pada sosok Bapak dan dua adiknya yang duduk bersama di ruang tamu. Ekspresi heran dan senang bercampur aduk di wajahnya.

"Bapak, Naka, Raka, kalian tumben nongkrong di sini?" tanya Saka sambil menutup pintu dengan lembut di belakangnya.

Pak Brata tersenyum hangat. "Kita nungguin kamu, Mas. Ke sini sebentar, Le."

Saka mengangguk, masih sedikit bingung. Namun, penasaran. Ia segera bergeser mendekati kursi kosong di samping Bapak usai memberikan kue yang ia bawa pada Raka.

Alih-alih mengatakan sesuatu, Pak Brata tiba-tiba mendekap erat putra sulungnya. Matanya yang sebelumnya sudah mulai kering kembali berkaca-kaca. Saka semakin kebingungan, ia memandang Naka yang duduk di belakang Bapak dengan ekspresi campur aduk. Pemuda itu mengangkat alisnya, mencari jawaban dari sang adik. Namun, Naka malah menggerakkan bibirnya, mengucapkan kata maaf tanpa suara.

Saka mendengar suara pelan dari Bapak yang mulai menangis. Pemuda itu seketika merasa panik. "Pak? Bapak kok nangis? Ada apa, Pak?" Saka mencoba melepaskan pelukan agar bisa melihat ekspresi wajah Bapak. Namun, Pak Brata tak membiarkan Saka melakukannya.

"Bapak?" Saka mencoba memanggil lagi dengan nada khawatir. "Naka? Bapak kenapa?"

Naka tak tau harus menjawab apa. Ia berakhir menggeleng lalu bangkit dan berkata pada Raka, "Raka, bantu Mas di dapur yuk," ajak Naka, berniat memberi waktu pada Bapak dan kakaknya untuk mengobrol.

Geng Bratadikara (SEGERA TERBIT) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang