36 || Perihal Jodoh

6.9K 1.2K 607
                                    

- Geng Bratadikara kemungkinan terbit bulan November

- Yang mau join saluran atau grup, DM aku di instagram ya

- JANGAN NAGIH KALO BELUM 1K VOTE DAN 600 KOMENTAR

🔥🔥🔥

Malam itu cerah, bintang-bintang berkelip di langit seperti permata di beludru hitam. Angin malam berhembus lembut, membawa aroma khas dari dedaunan dan bunga-bunga di sekitar rumah. Di teras belakang, gazebo menjadi tempat perlindungan tenang di bawah langit malam.

Saka dan Raka duduk berdua, membawa kabur sepiring gorengan dari meja makan. Di bawah atap gazebo, suasana terasa hangat dan nyaman. Raka sibuk menggiling gorengan di mulutnya. Suara kriuknya terdengar jelas di tengah keheningan malam. Senyumnya lebar, menggambarkan kenikmatan dari setiap gigitan.

Sementara itu, Saka terlihat tenang menatap langit malam yang luas. Matanya terpaku pada bintang-bintang, seolah mencari jawaban dari misteri semesta. Kilauan bintang-bintang itu memantulkan cahaya lembut di matanya.

"Kenapa Mas? Kok dari tadi diem aja," tanya Raka, mulutnya masih penuh dengan gorengan.

Saka tersenyum tipis, matanya masih terpaku pada langit. "Nggak ada apa-apa," jawabnya pelan, seolah berbicara pada bintang-bintang di atas sana.

Raka mengernyit, tidak puas dengan jawaban singkat itu. "Masih mikirin soal tadi, ya?" tanyanya, mencoba menebak isi pikiran kakaknya.

Saka akhirnya menoleh, menatap adiknya. "Mungkin," ujarnya, lalu kembali mengarahkan pandangannya ke langit.

Usai menggigit cabai, Raka melemparkan pertanyaan yang seolah mengambang, entah ditujukan untuk dirinya sendiri atau pada Saka. "Kenapa, ya, Mas Naka nggak mau bilang siapa yang mukul dia?"

Saka sudah membuka mulutnya, siap untuk memberikan jawaban. Namun, suara Bapak yang tiba-tiba muncul dari dalam rumah memotong kalimatnya. "Le, Bapak slametan dulu, ya, di rumah Pak RT."

Kedua pemuda itu secara otomatis melihat ke arah Bapak yang sudah berdiri di pintu. Ia mengenakan kemeja putih yang disetrika rapi, dengan sarung motif kotak-kotak yang berlilit sempurna di pinggangnya. Kepala Bapak mengenakan peci hitam yang terpasang pas. Wajahnya tampak tenang, dihiasi senyum tipis penuh kehangatan.

"Bapak serius mau selametan? Bukan ngisi kajian di majelis mana gitu? Kok rapinya  ngalah-ngalahin Ustaz Galih," ledek Saka, menyeringai jahil ke arah bapaknya.

Bapak tertawa mendengar celetukan spontan putra sulungnya, suara tawanya memenuhi ruang kecil yang menghubungkan halaman belakang dengan bagian dalam rumah. "Berenti ngeledek Bapak, ya, kamu, Saka. Bapak berangkat dulu."

"Eh, eh, Pak, Bapak!" panggil Raka tiba-tiba, suaranya terdengar mendesak.

Bapak yang sudah hendak berbalik menghentikan langkahnya dan kembali mengarahkan pandangan ke arah putra bungsunya. "Apa, Le? Kamu mau nanya snacknya apa? Bapak gak tau kalo itu."

"Ih, bukan, Pak. Raka mau tanya, itu acara slametan apa? Bang Pram sunat lagi?" Raka bertanya sambil menggaruk belakang kepalanya.

"Mulutmu! Ya nggak mungkin Pram sunat lagi. Mau sependek apa itu nanti?" Tawa Bapak praktis mengudara mendengar pertanyaan bungsunya. "Tanya Masmu, sodara kembarnya itu gak mungkin gak ngasih tau dia," lanjut Bapak.

"Iya, Mas tau. 1000 hari embahnya Pram kan, Pak?" jawab Saka.

"Betul. Kamu nggak mau ikut?" Bapak menawarkan dengan nada ajakan yang hangat.

Geng Bratadikara (SEGERA TERBIT) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang