- 1 -

2.6K 126 2
                                    

Rumah.

Gagasan pertama yang timbul setelah mendengar kata itu akan berbeda di setiap individu. Kemungkinan pertama yang muncul di benak sebagian besar orang adalah suatu bangunan. Bentuk atapnya bisa bermacam-macam, begitu juga dengan warna cat dinding dan ukiran pada pintu serta kusen jendela, namun esensinya tetap sama. Rumah bagi mereka adalah bangunan tempat berlindung dari hujan badai serta segala hal jahat yang tak kunjung selesai di dunia ini, tempat yang aman dan nyaman untuk pulang.

Untuk sebagian lain, rumah kadang bisa berbentuk sosok manusia. Manusia yang mampu membuat mereka seolah melepaskan baju pelindung kiasan dan topeng kepura-puraan saat berada di sekitar sosok tersebut, yang akan selalu menyambut pulang dan memberikan pelukan hangat. Sosok yang mampu memberikan kenyamanan dan rasa aman.

Untuk Yoon Jeonghan kata 'Rumah' tak akan membawanya pada bangunan atau sosok manapun. Bangunan tua beratap biru yang ia tempati sejak mengenal dunia sampai berumur 19 tahun tak pernah memberikannya rasa hangat, lantai keramik abu-abu dan cat dinding putih yang mulai menguning hanya mengantarkan rasa dingin ke ulu hatinya. Bahkan apartemen 1 kamar yang berhasil ia sewa setelah bekerja keras selama setahun tak bisa ia sebut sebagai rumahnya, tempat itu terlalu sunyi dan kaku untuk disebut demikian.

Rasa kepemilikan yang orang lain rasakan pada suatu tempat atau sosok yang mereka sebut rumah tak pernah Jeonghan miliki, itulah mengapa rumah selalu terdengar begitu asing dan jauh untuknya. Sesuatu yang belum pernah ia kecap dan nikmati, tapi menjadi satu-satunya hal yang ia dambakan sejak masih kanak-kanak. Bagi Yoon Jeonghan memiliki rumah—tempat ia merasa aman dan nyaman—adalah impian terbesarnya.

Rumah impian dalam bayangan Jeonghan bukanlah bangunan mewah berlantai marmer atau berlokasi di distrik termewah di pusat kota, impiannya tidak semuluk itu. Rumah kecil berhalaman mungil dengan tanaman merambat, dapur bergaya tradisional, serta kucing atau anjing putih yang akan menemani hidupnya sudah lebih dari cukup. Maka berangkat dari impian itu Jeonghan bekerja keras untuk mewujudkannya, ia bahkan punya timeline untuk memperkirakan kapan bisa menggapai rumah impiannya.

Berdasarkan perhitungan seharusnya impian itu akan terwujud sekitar 10 tahun lagi saat Jeonghan memasuki usia 40-an, namun di dunia ini memang tidak ada rencana yang sempurna. Jalan menuju rumah impian yang telah Jeonghan susun sejak ia masih berumur 19 tahun seketika dirampas oleh orang yang paling ia percaya—atau pernah menjadi orang yang paling ia percaya.

Itulah mengapa alih-alih sibuk membantu Joshua—atasannya selama 6 tahun terakhir— mempersiapkan Fashion Week untuk awal tahun, Jeonghan mendapati dirinya tengah menunggu di lobby law firm nomor satu dengan perut mual dan kepala yang sejak pagi tidak berhenti berdentum-dentum karena rasa gugup.

"Apakah tehnya mau saya tambahkan lagi, Pak Yoon?" Sejenak Jeonghan menimbang tawaran tersebut, ia sudah minum 3 cangkir teh chamomile hangat yang disuguhkan oleh resepsionis. Hal itu membantu meringankan rasa mual dan sakit kepala yang mengganggunya, tapi kalau minum lebih banyak dari ini ia pasti akan bolak-balik ke toilet. "Terima kasih, tapi sudah cukup. Sebentar lagi juga saya akan menemui Pak Kwon, kan?"

"Benar Pak, 10 menit lagi Pak Kwon sudah siap untuk menemui anda." Sahut sang resepsionis sembari tersenyum yang dibalas dengan anggukan mengerti dari Jeonghan. Akhirnya setelah sedari tadi menunggu ia akan bertemu dengan Kwon Soonyoung, pengacara muda yang namanya melejit setelah menangani kasus penipuan berkedok investasi yang sempat menggemparkan seluruh negeri 2 bulan silam.

Waktu itu Jeonghan tertarik mengikuti perkembangan kasusnya bukan hanya karena bersimpati dengan para korban, tapi juga karena sosok Soonyoung yang terlihat begitu percaya diri saat memberikan keterangan di layar kaca. Kecerdasan dan kharisma yang Soonyoung perlihatkan selama menangani kasus tersebut membuat pria itu menjadi salah satu contoh konkret bahwa secondary gender tidak lagi menjadi penghalang untuk melakukan profesi tertentu. Dalam dunia hukum yang didominasi oleh para Alpha, Kwon Soonyoung yang seorang Male Omega membuktikan kemampuannya.

One and OnlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang