Waktu berusia 15 tahun, Seungcheol pernah mengalami momen paling menegangkan dalam hidupnya—ia tersesat di negara asing.
Kejadian ini berawal dari medali perak yang berhasil Seungcheol raih dalam olimpiade matematika tingkat internasional. Kemenangan besar yang ia peroleh membuahkan hadiah berupa tiket perjalanan ke beberapa negara asia tenggara selama tiga minggu dari sang ayah.
Cukup aneh memang pilihan Seungcheol saat itu. Alih-alih memilih negara-negara maju di benua eropa, Seungcheol remaja malah ingin menjelajahi wisata alam terpencil di negara-negara dunia ketiga. Pertimbangannya waktu itu hanya satu, ia ingin merasakan pengalaman yang berbeda dibanding teman-teman sekelasnya yang sudah khatam mengelilingi benua eropa.
Tentu saja Seungcheol tak sendirian dalam mengarungi petualangannya. Empat teman sekolahnya berhasil ia bujuk dengan iming-iming pemandangan menakjubkan dari wisata alam yang akan mereka kunjungi, serta—tentu saja—transportasi dan akomodasi gratis yang akan disediakan oleh ayahnya.
Dua minggu pertama berjalan mulus; mereka mendaki gunung, menyelam, dan menjelajahi tempat-tempat bersejarah. Meskipun ada sedikit kendala karena penduduk lokal di beberapa wilayah tak mampu berbahasa asing, namun semua malah menjadi pengalaman lucu bagi lima remaja tanggung itu.
Di minggu terakhir, saat mereka memutuskan untuk menjelajahi ibu kota salah satu negara, barulah masalahnya muncul. Awalnya, mereka hanya ingin berkeliling di sekitar hotel, tetapi karena terlalu asik bercanda, tanpa sadar lima orang remaja itu sudah tersesat di daerah yang tampak suram. Jalanan semakin sepi, dan orang-orang yang mereka temui menatap mereka dengan pandangan tak nyaman.
Suasana tegang semakin diperparah saat seorang pria yang sebelumnya memperhatikan mereka berjalan mendekat. Seungcheol dan teman-temannya langsung tahu bahwa mereka harus segera pergi, tanpa membuat gerakan yang mencolok. Namun, langkah pria itu yang semakin cepat, membuat Seungcheol dan keempat orang temannya segera berlari dengan panik dan berpencar.
Tepat saat suasana semakin genting, muncul seorang pria lain yang tiba-tiba memanggil nama Seungcheol. Ternyata, itu adalah salah satu bawahan ayahnya yang ditugaskan diam-diam untuk melindungi mereka selama perjalanan. Dengan kedatangan tim pengamanan tersebut, orang yang mengikuti mereka segera kabur.
Momen itu hanya berlangsung sekitar setengah jam, namun perasaan lega ketika akhirnya ditemukan sangat membekas dalam ingatan Seungcheol.
Siapa sangka berpuluh-puluh tahun setelah kejadian itu, hari ini ia merasakan perasaan lega yang serupa.
Seungcheol saat ini sedang tidak tersesat, tapi melihat wajah asing di hadapannya dan mencium aroma samar buah cherry yang bersumber dari gadis itu, ia dibanjiri oleh perasaan lega dan luar biasa puas. Akhirnya, ia berhasil ditemukan. Itulah satu-satunya hal yang terlintas dalam kepalanya saat mencium aroma manis ini.
Bukannya merasakan euforia kebahagiaan, luapan perasaan yang terbilang asing ini justru membuat Seungcheol kelimpungan. Mengapa di balik rasa hangat yang tiba-tiba mengisi dadanya, ada ketegangan yang tak bisa ia abaikan? Gadis ini—meski asing di matanya—seolah membawa sesuatu yang lebih besar dari sekadar pertemuan tak terduga. Seungcheol merasakan keterikatan yang sulit dijelaskan, seolah nasibnya bergantung pada kehadirannya
"Finally, i found you, my Alpha ..."
Mata sang gadis yang berbinar dengan haru dan kebahagiaan saat memanggilnya dengan sebutan kepemilikan yang begitu intim bagaikan petir di siang hari yang menghantam Seungcheol tanpa ampun. Jantungnya berdebar kencang, bukan karena perasaan yang sama, tetapi karena keterkejutan yang mencekiknya.
Sang alpha baru pulih dari keterkejutannya saat ia tiba-tiba saja merasakan cengkraman yang kuat di lengannya. Jeonghan yang menyaksikan semuanya dari awal, secara tak sadar melakukannya. Alam bawah sadarnya seakan berupaya menahan Seungcheol untuk menjawab panggilan itu. Dan Jeonghan berhasil.
KAMU SEDANG MEMBACA
One and Only
FanfictionImpian Jeonghan hanya satu, memiliki rumah yang hangat dan aman. Tapi kenapa susah sekali sih, menggapainya?