- 9 -

1.1K 92 10
                                    

Ketika Dokter Jihoon bilang omega yang sedang hamil akan merasa terancam saat mencium aroma pheromone alpha asing, Jeonghan pikir efeknya hanya perasaan tidak nyaman atau takut saja—seperti kalau ia sedang naik roller coaster. Namun, dari kejadian pembobolan apartemennya kemarin, Jeonghan belajar bahwa apa yang ia pikirkan ternyata salah besar.

Perasaan takut itu memang ada, tapi tidak sesimple seperti naik roller coaster. Kalau ketakutannya kemarin bisa digambarkan, mungkin kondisi ini lebih cocok. Bayangkan kita terapung-apung tanpa pelampung di samudra lepas yang kedalamannya tak mampu dilihat karena kegelapan yang pekat. Meski tidak bisa melihat apa-apa di bawah kaki telanjang yang terus menghempas-hempas di dalam air yang dingin dan gelap, tapi kita bisa merasakan sesuatu tengah mengintai. Sesuatu yang besar dan buas siap untuk menerkam dan menarik seluruh tubuh kita ke dalam kegelapan. Perasaannya sama seperti itu. Kengerian yang mencekam, menusuk dalam tulang.

Pheromone alpha yang tertinggal saja bisa semenakutkan itu, apalagi pheromone asli yang sekarang dilepaskan di hadapannya. Hanya dalam hitungan detik selepas pria di hadapannya mengeluarkan pheromone, punggung dan tangan Jeonghan serta merta terasa dingin. Otaknya menuntut untuk kabur, namun kakinya yang melemas membuat tubuh Jeonghan perlahan-lahan merosot.

Beruntung sebelum dengkulnya menyentuh lantai sepasang lengan yang kokoh telah menahan tubuhnya. Bukan hanya menahan agar tak terjatuh, lengan itu juga mendekap erat tubuhnya, melingkupinya dengan kehangatan dan aroma teh yang sangat ia kenali.

"CHOI HANSOL, ARE YOU INSANE?!" raung Seungcheol penuh amarah. Semakin ia bisa merasakan tubuh Jeonghan yang gemetaran di dalam pelukannya, semakin meningkat juga amarah yang ia rasakan.

Choi Hansol, pria yang diteriaki oleh Seungcheol, sama sekali tidak menunjukkan perubahan ekspresi. Ia mungkin segera menahan pheromonenya, tapi tidak ada keterkejutan maupun rasa bersalah saat melihat Jeonghan yang meringkuk ketakutan dalam pelukan Seungcheol. Malahan kalimat pertama yang keluar dari mulut Hansol membuat Seungcheol menahan diri sekuat tenaga untuk tidak memukulnya.

"Really, Hyung?"

Pertanyaan retorik yang terdiri dari dua kata itu mungkin sulit untuk dipahami oleh Jeonghan yang tidak melihat raut wajah Hansol, namun bagi Seungcheol yang bisa mengamati perubahan ekspresinya, ia tahu ada begitu banyak makna yang terkandung dalam pertanyaan sang adik.

Dari dulu Choi Hansol memang tidak begitu ekspresif dan pandai menyembunyikan emosinya—anak-anak keluarga Choi memang dilatih untuk begitu—Tapi, satu-satunya kondisi dimana ia akan terang-terangan menunjukkan perasaannya, adalah ketika ia bertemu dengan omega. Berpuluh-puluh tahun didoktrinasi oleh keluarga Choi tentang hierarki alpha dan omega membuat Hansol bersikap apatis bahkan menghindari dan menganggap rendah para omega.

Terbakar oleh amarah dan rasa kecewa karena melihat reaksi sang adik membuat Seungcheol langsung membanting pintu apartemen. Dengan Jeonghan yang masih berada di dalam pelukannya, Seungcheol membawa sang omega menuju kamar master di lantai 2 agar berada sejauh mungkin dari pintu masuk. Setelah mendudukkan tubuh Jeonghan yang lemas di atas tempat tidur, Seungcheol melonggarkan kerah kemeja Jeonghan dan menempelkan pergelangan tangannya di tengkuk leher pria itu.

"Breathe Jeonghan, tarik nafas dalam-dalam dan buang." Seungcheol berusaha untuk memberikan instruksi namun melihat nafas Jeonghan yang memburu dan pandangannya yang kosong tanpa memberikan reaksi pada kata-katanya membuat Seungcheol terpaksa menggunakan cara lain.

"Omega, look at me." desis Seungcheol yang langsung membuat Jeonghan mengerjapkan mata dan menatap Seungcheol dalam, menuruti perintah sang Alpha. Pengaruh dari alpha voice memang sulit untuk dibantah oleh omega, bahkan ketika sang omega sedang kalut seperti. "You and baby are safe with me. Saya akan melindungi kalian. Now breathe with me, omega. Exhale, inhale." Dengan kedua pergelangan tangannya yang menempel di belakang tengkuk Jeonghan, Seungcheol membimbingnya untuk bernafas dengan teratur. Bersamaan dengan aroma pheromone Seungcheol yang semakin pekat dan kehangatan yang menjalar dari tengkuk leher keseluruh tubuhnya membuat nafas Jeonghan berangsur normal.

One and OnlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang