Chapter 12 : Membutuhkan perhatian

22 7 0
                                    

Sementara itu dikamar, Wulan duduk dilantai bersandar pada kasur sembari menangis.

Setelah mertuanya pulang, Jo lalu pergi ke kamar untuk menghampiri Wulan.

"Wulan," panggil Jo kalem.

Wulan tak menghiraukan Jo dan tetap menangis dalam pangkuan lututnya.

"Huhh, Wulan," panggil Jo lagi seraya duduk di kasur.

"Ckk, apa sih?!" tanyanya kesal.

"Udah gue bilang urus urusan lo sendiri!" ucap Wulan sembari beranjak berdiri.

"Lan, dengerin aku dulu.
Ini demi rumah tangga kita Lan.
Kita seharusnya membangun rumah tangga ini dengan harmonis, dan juga cinta. Bukan dengan cara kamu selingkuh dengan suami orang lain. Apa kata orang-orang nanti Lan?" tanya Jo dengan lembut.

"Lo bisa gak sih enggak peduliin gue?! Harus berapa kali gue bilang?!! Lo pikir gue peduli apa kata orang?!"

"Lan, kamu dan Ireen juga sama-sama perempuan. Ireen juga punya perasaan.
Coba bayangkan, kalau Arsya dan Ireen berhubungan di hadapan mu, apa yang kamu rasakan?" tanya Jo berusaha meyakinkan Wulan.

"JADI LO MAU GUE APA?!! TENTU GUE SAKIT HATI. ARSYA ITU PACAR GUE!"

"Nah, itu yang Ireen juga rasakan. Dia sakit hati melihat suaminya harus berhubungan dengan perempuan lain. Arsya itu suaminya Lan. Kamu harus tau faktanya. Kamu dan Arsya, tak di takdirkan bersama. Sudah ada garis takdir yang menyatukan kedua insan, walaupun tak saling menyukai atau bahkan mencintai, tapi tak ada salahnya kan bisa menerima satu sama lain," jelas Jo meyakinkan Wulan lagi dengan tutur kata yang lembut.

"Hehh, lo gak usah sok bijak ya.
Mau lo ceramah sampai berjam-jam pun gue enggak peduli."

Wulan pun membelakangi Jo dan membuka kancing kemejanya berniat berganti pakaian, namun ia tak sadar jika ada tanda kemerah-merahan di tengkuk lehernya dan Jo dapat melihatnya.

Jo yang melihat itu pun langsung membalik tubuh Wulan menghadapnya.

"APA INI?!" tanya Jo dengan sedikit kasar.

"Akhh, apa-apaan sih lo?!" tanya Wulan tak mengerti.

Jo tak menjawab pertanyaan Wulan dan melepas paksa kemejanya. Nampak bukan hanya pada tengkuk leher saja, di pundak bahkan dada Wulan pun penuh dengan tanda kemerah-merahan.

"Sejauh inikah kalian melakukannya?" tanya Jo tak menyangka.

"Akhh, kalau iya kenapa?!"

"Di mana harga diri mu Lan? Kamu, berhubungan dengan laki-laki lain, yang jelas-jelas bukan suami mu!" ucap Jo sedih.

"Memangnya apa peduli mu?!
Apa kamu mau melakukannya dengan perempuan kotor seperti ku?!! Gue udah berikan semuanya pada Arsya," lirihnya.

"Aku minta sama kamu, MULAI SEKARANG TINGGALKAN ARSYA!!"

Wulan hanya diam tanpa menatap Jo.

"Sudahlah, sebaiknya kamu beristirahat," ucap Jo lelah yang ingin berlalu dari kamar.

"Hikss ... apa gunanya?
Mau aku menjauh darinya sudah terlambat.
Aku sudah memberikan segalanya yang ku miliki pada Arsya," ucap Wulan dengan sedih.

"Tubuhku sudah kotor sekarang😖."

"Huhh, Wulan," panggil Jo lembut sembari menghampiri Wulan.

"Kalau kamu bisa menerima diri ku, maka aku pun juga pasti akan menerima dirimu," ucap Jo duduk di hadapan Wulan.

"Tak peduli bagaimana dirimu, aku akan menerimanya."

"Mudah bagimu untuk mengatakan," lirih Wulan melihat tanda yang ada ditubuhnya.

Garis Takdir || Lokal || [END]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang