Aku mengepulkan asap rokok ke langit-langit ruangan serba putih ini. Lalu menunduk, memijat dahiku.
Terasa pelukan mengerat di bahuku, Taehyung berbisik dari belakangku. "Noona tidak apa-apa?"
Aku menggeleng. "Cuma kebanyakan nikotin kurasa." Kusentil kotak rokok kosong yang terbuka di meja. Ini kotak ketigaku hari ini. Dan biasanya aku tidak pernah menghabiskan lebih daripada setengah kotak.
Ini perasaan yang membuatku gamang. Belum pernah aku bertemu dengan orang seobsesif Minhyuk. Dan kini, semua obsesinya mengerucut pada Taehyung. Dan secara tidak langsung, pada diriku.
Aku bingung. Kenapa ini menakutkan sekali. Sampai-sampai sepanjang jalan pergi dari officetelnya aku terus meraba memastikan pistolku ada di dalam tasku.
Padahal, sudah banyak manusia yang kehilangan nyawa di depan mataku. Dan lebih banyak lagi manusia yang kubeli dan kujual. Bagaimana dengan pelanggan yang termakan bujuk rayuku, mengeluarkan lebih banyak uang daripada yang awalnya mereka rencanakan.
Entah sejak kapan, mereka adalah sekedar barang dan angka. Nilai mereka bagiku adalah berdasarkan berapa banyak uang yang mereka hasilkan buatku.
Sejujurnya aku tidak tahu apakah memang hidup seperti ini yang kuinginkan apabila aku berhasil keluar dari kemiskinan. Karena dulu, membayangkannya saja aku tidak berani.
Dunia dimana pakaian minim dan lenggok feminim mampu membuat pria-pria tua menggelontorkan uang dan menyalahgunakan jabatan mereka demi memenuhi permintaanku.
Pria-pria muda dengan enteng naik ke ranjangku setelah melepas semua benang di tubuh mereka, menghujaniku dengan kata-kata manis demi mendapatkan koneksi pekerjaan atau ....
Para wanita juga sama saja. Bagaimana mereka berlomba-lomba memberikan hadiah dan membeli apapun yang kutawarkan demi kesempatan untuk berduaan saja denganku.
Semua disini tahu siapa aku, sekaligus tidak mengetahuiku. Sebagian yakin aku adalah kekasih Taehyung, sebagian lagi berkeras aku adalah tangan kanannya.
Yang pasti, hanya tiga pria yang duduk mengelilingiku ini yang bisa kupercaya. Safety net-ku.
Mereka membuatku yakin tidak akan ada bahaya mendekat selama aku bersama mereka. Taehyung menjamin biaya hidupku, Dongmyeong mengingatkan apabila aku mengambil keputusan yang salah, dan Harin tidak pernah melepaskan matanya yang awas dari punggungku.
Orang lain bilang ini dunia hitam. Tapi aku menyukainya. Aku suka melihat angka di rekeningku. Aku suka bisa membeli tas dan sepatu mewah manapun yang kumau. Aku suka bisa bepergian kapanpun dan menginap dimanapun kusuka.
Diam-diam aku harus mengakui Taehyung benar. Kekuasaan sangatlah menyenangkan. Dan memabukkan.
Dan sekarang aku mendadak disadarkan kalau kekuasaan yang aku miliki mungkin akan terpotong pendek.
Aku tahu rasanya menjadi objek obsesi seseorang, dan aku tahu apa yang akan mereka bersedia lakukan untuk memenuhi obsesi mereka.
Tiba-tiba aku merasa sesak dan hilang arah. Ketakutan. Lebih daripada dulu saat aku tidak memiliki apapun, sekarang aku begitu panik akan kehilangan semua yang sudah kuraih. Bahkan biarpun itu belum tentu terjadi.
"Jadi, konselor Lee itu polisi?" Suara pelan Harin bagaikan gedoran di belakang kepalaku.
"Bisa jadi lebih buruk. Interpol." Dongmyeong menjawab sama pelannya.
Taehyung gusar. "Bikin analisa jangan berlebihan."
"Noona melihat ponsel dengan notifikasi pesan dari seseorang yang dinamai "kapten" dan "inspektur", itu posisi di kepolisian." Kaki Dongmyeong mulai menderap gelisah. "Dan Noona yakin dia adalah orang yang sama dengan Mike Lee nya Madame Lim, artinya pekerjaan dia banyak di luar negeri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pandora's Dating Agency: Taehyung's Story
Roman d'amour⚠️ 21+ 🔞 Underage jangan baca ⚠️ SongHyena tidak membutuhkan masalah bernama laki-laki. Hidupnya sudah cukup, pekerjaan yang menyenangkan dan teman-teman yang baik. Tapi saat ibunya sendiri membuatnya terlibat dalam kesulitan tanpa akhir, ia tidak...