That Boy

285 27 4
                                    

(Rae Poov)

Anak laki-laki itu namanya Eka. Walaupun sekarang ia terlihat membenci Yeri tapi aku yakin suatu saat nanti dia akan menjadi salah satu anak buahnya.

Dari awal aku sama sekali tak berniat untuk mendekatinya lagipula Yeri tak akan pernah mengizinkanku mendekatinya. Oh, jangan bertanya mengapa aku diam saja.

Pertemuan kami di Panti Asuhan sedikit banyak membuat kami lebih dekat. Entah apa yang membuatku menceritakan banyak hal padanya termasuk alasan mengapa aku senang datang ke panti ini.

Kukatakan padanya aku senang kemari karena aku merasa bisa berkumpul dengan orang-orang yang bernasib sama denganku. Dan juga tidak ada yang mencemoohkan rambut biruku. Mereka sudah terlalu sibuk bermain untuk mengejek rambutku ini.

Pagi ini aku datang seperti biasanya. Aku memasuki gerbang sekolah yang besar itu sendiri, gerbang itu terlihat mubazir karena dibuat besar-besar tetapi hanya aku seorang yang selalu melewatinya. Ups, sepertinya bukan aku seorang saja ada Eka sekarang. Tapi tetap saja, gerbang ini masih terlalu besar untuk kami berdua.

Aku melintasi lapangan yang luas. Di sana ada anak cowok yang bermain bola, basket, voli, badminton, ada juga yang lari dan bersepeda. Ya begitulah saking luasnya sekolah ini.

Aku melewati banyak kelas. Kelas X ada di sayap kiri, kelas XI ada di sayap kanan, dan kelas XII ada di tengah. Kelas ku ada di sayap kiri bawah paling ujung. Agak capek sih untuk jalan ke sana. Tapi nggak masalah aku bisa liat-liat keadaan sekitar.

Termasuk melihat Yeri dan Radit yang sedang berbicara. Oh tidak, maksudku Yeri yang berbicara sendiri kepada Radit ehehe...

Aku melewati mereka begitu saja. Malas saja bermasalah dengan Yeri di pagi yang indah ini. Asek... Hahaha...

Aku masuk ke kelasku. Kulihat Eka sedang menulis sesuatu di mejanya.

"Pagi ^_^" sapaku ramah padanya. Dia agak terkejut lalu menutup bukunya seolah takut aku melihat tulisannya.

"Oh Rae. Pagi juga"
"Cepet banget datangnya"
"Iya. Aku lagi semangat-semangatnya nih" lalu kami ngobrol berdua. Ini baru namanya ngobrol karena kami saling menjawab bukan hanya aku atau Eka saja yang berbicara.

Tiba-tiba Yeri datang dan berdiri di antara kami berdua. Tapi menghadap Eka.

"Pagi Eka!" sapanya (sok) imut. Eka hanya melambaikan tangannya canggung. Aku menatapnya malas lalu memutar badanku hingga menghadap mejaku.

"Pagi Rae!" sapanya sinis. Tanpa menghadapnya aku menjawab. "Gak usah sok nyapa-nyapa lah"

"Tuh liat aku dah sapa dia. Dianya nggak peduli. Jahat ya dia" apakah dia baru saja mengadu pada Eka? Aku membalikkan badanku menatapnya.

"Apakah kau baru saja mengadu? Hah?"
"Eka! Liat tuh dia jahat banget kan?" lalu dia bergelayut manja di tangan Eka.
"Cih!" decakku. Lalu mengeluarkan novel dan membacanya.

Saat aku asik membaca novel ku. Tiba-tiba Dita datang dan menarik tanganku keluar kelas.

"Dita! Apa-apaan ini? Bentar lagi kan masuk!" aku berusaha melepaskan tanganku. Tapi tak berhasil. Lalu ia menarikku masuk ke toilet. Di dalam sudah ada Yeri yang sedang berkaca.

"Yeri?! Apa-apaan ini?" teriakku marah.
"Aku hanya ingin mengobrol denganmu" aku tersenyum sinis.
"Aku rasa kita tidak begitu dekat untuk saling mengobrol" lalu dia membalikkan badannya menghadap ku.

"Jauhi Eka!"
"Aku bukan anak buahmu yang bisa kau suruh-suruh!"
"Tapi kau itu monster!"
"Kenapa? Karena rambutku biru?"
"Ya! Dan kau tak pantas untuk Eka!"
"Jadi siapa yang pantas? Kamu? Haha... Urus saja Radit!"
"Tak usah kau risaukan Radit. Dia sudah menjadi milikku seutuhnya"
"Kalau kau sudah memiliki Radit kenapa pula kau mengejar-ngejar Eka? Sadarlah yang monster itu adalah kau! Bukan aku! Kau tak rela aku memiliki teman kan?"
"DIAM!!!" lalu Yeri menarik tanganku masuk ke dalam salah satu bilik toilet lalu menguncinya.

"Yeri! Buka pintunya!"
"Inilah balasan untuk orang sombong sepertimu!"
"Yeri! Akan kuadukan kau ke Nenekku!" lalu aku menggedor-gedor pintu itu.

Tak berapa lama bunyi bel masuk terdengar. Itu artinya selama 3 jam ke depan tidak ada orang yang akan kemari. Sekolah kami memang melarang siswa keluar kelas apapun alasannya. Lalu aku akan dianggap bolos oleh guruku. Oh tidak!

Aku memikirkan berbagai cara sambil berdiri dan memutar-mutar tubuhku. Hingga aku merasa panas, pengap dan lemas sekali. Dan aku baru sadar kamar mandi ini tertutup sempurna tanpa celah sedikitpun artinya dari tadi tidak ada oksigen yg masuk.

Ini gawat. Padahal jam istirahat 2 jam lagi tapi oksigennya tidak banyak lagi. Aku mulai mengambil napas pendek-pendek dan berusaha tidak bergerak sama sekali.

Tapi percuma. Setengah jam kemudian mataku berkunang-kunang. Napasku benar-benar tak teratur. Aku pingsan.

~~~~

Argh... Kepalaku sakit sekali! Tapi dimana ini? Aku mencoba duduk dan mengenali ruangan ini. Aku tak sadar pergerakanku membuat seseorang terbangun.

"Eka?" aku menatapnya bingung.
"Ehehe... Iya. Kamu dah sadar?" ia mengambilkan segelas air untukku. Ah segarnya, ohiya ini UKS. Mungkin air mengembalikan kesadaranku sepenuhnya.

"Kamu kenapa di sini? Kok nggak di kelas?"
"Ehehe... Ini sekalian alasan aku buat bolos" aku menggeplak kepalanya agak keras. Dia mengeluh kesakitan.

"Kamu kenapa bisa pingsan di kamar mandi?" aku diam. "Apakah Yeri yang melakukan ini semua?" aku tetap diam. "Rae! Jawab!" ia lalu menggoyang-goyangkan tubuhku.

"Udahlah. Yang penting aku dah selamat kan? Tidak penting lagi siapa pelakunya bukan?"
"Rae! Kamu nggak bisa diem aja. Nanti dia akan berbuat lebih parah dari sekarang"
"Nggak. Dia nggak mungkin berani, aku tahu dia"
"Terserah kalau kamu yakin sih. Mau pulang?"
"Nggak aku balik kelas aja. Kamu gak usah cari2 kesempatan buat bolos ya!" aku menjitak kepalanya lalu beranjak pergi.

"Rae!!! Awas kamu ya!!!" Eka pun berlari mengejarku. Aku juga berlari menghindari amukan Eka. Jadilah kami seperti pelem-pelem India yang lari-larian.

Brak... Aku membuka pintu kelas dengan agak kasar. Seluruh perhatian kelas tertuju padaku.

"Rae! Ahaha... Sini kamu!" canda Eka. Ia melayangkan jitakannya ke kepalaku. Aku buru2 membungkuk untuk minta maaf dan itu berhasil membuatku terhindar dari jitakan Eka. Eka yang akhirnya sadar dengan situasi itu, ikut membungkukkan badannya lalu kami berjalan bersama ke bangku masing2.

Aku sempat melirik ke samping tempat Eka duduk. Ia mengepalkan tangannya untukku. Aku hanya tersenyum menahan tawa.

~~~~

Kringg.....

Bel pulang berbunyi nyaring. Sontak kami memasukkan buku ke dalam tas, lalu berjalan keluar kelas dengan rusuh.

Aku dan Eka berjalan bersama keluar sekolah.
"Kenapa kamu mau berteman denganku" celetukku sambil berjalan. Jujur aku sudah lama sekali tidak berlarian di koridor seperti tadi.

"Kenapa memangnya berteman denganmu?"
"Aku ini aneh. Semua orang mengejekku karenanya. Mengapa kau tidak?"
"Karena kau itu cantik Rae! Apalagi dengan rambutmu itu" mendadak hatiku berdegup kencang mendengarnya. Oh ayolah siapa sih yang tak deg-degan jika ada cowok ganteng berbicara seperti itu padamu?

Aku menjitak kepalanya. Dia mengeluh lagi.

"Nggak usah gombal!!! Aku lagi serius tau!" lalu aku melangkah panjang2. Dan.....tersenyum.

Kami berdua duduk di halte depan sekolah. Aku menunggu bis ku. Dia menunggu jemputannya.

"Rumah kita kayaknya deketan deh?" celetuk Eka di tengah keheningan yang menyelimuti kami berdua.

"Kenapa gitu?"
"Rumah kamu pasti deket dengan Panti kan? Rumah ku juga"
"Iya. Baguslah. Eh bisnya datang aku duluan ya. Dah!" lalu aku naik ke bus itu.

Aku menghela napas kecewa karena tempat duduknya penuh. Terpaksa aku harus berdiri. Tiba-tiba seseorang berdiri di sampingku. Aku segera menoleh.

"Eka?!" ia hanya tersenyum menatapku. Lalu menghembuskan napas lega karena tidak terlambat masuk.

"Aku masuk di detik terakhir bis ini berangkat lho! Gimana? Kamu terharu nggak?" aku menggeplak kepalanya lagi.

Si "Rambut Biru"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang