Baper

303 23 6
                                    

(Eka Poov)

Dita sudah pergi dari rumahku. Entah dimana rumahnya, pikiranku sudah terlalu penuh untuk memikirkan dimana Dita tinggal.

Sebelum pulang Dita mengajakku kembali ke Klan Atsuki, tapi aku tidak mau. Tinggal di sana begitu menyesakkan. Dengan bencana yang belum selesai dan peperangan yang terjadi dengan Klan Anaru. Jelas aku lebih suka di sini.

Aku juga masih patah hati. Hal ini membuatku merutuki kebodohanku hampir sepanjang hari. Ini semua terjadi karena aku terlalu berharap, padahal aku tahu dia membenciku dengan tuduhan tanpa alasan itu.

~~~~

Alarm ku berbunyi nyaring. Dengan mata tertutup aku mencari dan berusaha mematikan alarm itu. Sial! Alarm itu malah jatuh ke bawah kasurku.

Aku mengambil alarm itu dan mematikannya, mengambil handuk dan pergi bersiap-siap untuk berangkat sekolah.

30 menit. Aku turun dan duduk di meja makan, mengambil roti dan mengoleskan selai nanas ke dalamnya.

"Kamu masih sekolah?" tanya Papa Do, aku mengangguk sambil tetap mengunyah rotiku.

"Untuk apa? Bukannya kau sudah berhasil menemukan Princess Azka?" aku tetap diam.

"Lebih baik kita segera pulang" ujar Papa Do.

"Aku nggak mau pulang, Do! Aku merasa gerah di sana" aku benci di suruh pulang. Aku muak melihat wajah-wajah polos namu berusaha menjatuhkanku.

"Aku tau. Tapi kau salah Anda. Masalah itu harusnya di selesaikan, tapi kau malah kabur dari masalah"

"Aku tau Do! Tapi aku capek dan ingin beristirahat!" teriakku agak kalap, kami saling bersitatap sejenak.

"Aku pergi" kataku sambil mengambil tas dan pergi. Papa Do hanya menatapku pergi.

~~~~

Aku duduk di bangkuku, melirik ke bangku Rae. Lalu menghela napas.

Tak lama masuklah seorang guru, lalu mengabsen kami satu persatu. Aku mengangkat tanganku saat namaku di sebut.

Selang beberapa murid nama Rae akan di sebut, aku bingung bagaimana menjelaskan keadaan Rae.

Tapi! Nama Rae tidak di sebut!

"Ibu! Nama Rae kenapa nggak di sebut?" tanyaku. Guru itu menatapku aneh.

"Rae? Tidak ada namanya di sini! Siapa dia?" kata guru itu.

"Rae. Cewek berambut biru yang duduk di sana!" aku menunjuk bangku Rae.

Guru itu menatapku tajam, "Kamu kenapa sih?" kata guru itu akhirnya, aku sudah bersiap-siap untuk memberikan lebih banyak argumen, tapi tatapan aneh dari teman sekelas membuatku urung berdebat.

~~~~

Istirahat tiba. Aku duduk di depan kantin, sama sekali tak berniat untuk masuk dan makan. Aku masih memikirkan Rae dan kejadian di kelas tadi.

Rae memang di kucilkan tapi semua orang tau dia, apalagi dengan rambut birunya itu. Semua orang pasti mengenalnya, tapi kenapa tidak seorangpun di kelas yang membantuku menjelaskan Rae pada guru? Aku menghembuskan napas kecewa.

"Hai! Ada apa? Lagi banyak pikiran ya?" tiba-tiba Ram datang dan menepuk pundakku. Ah, Ram pasti ingat Rae kan?

"Tadi di kelas nama Rae nggak di sebut. Temen sekelas juga nggak ada yang kenal, seperti Rae bukan anak sekolah ini saja"

"Rae?" gumamnya.

"Iya! Cewek berambut biru yang kamu siram waktu berkemah!" kataku frustasi.

"Kamu ngeracau apa sih? Mana ada anak sekolah kita namanya Rae, rambutnya biru lagi. Aneh" katanya. Aku mengacak-ngacak rambutku. Ada apa sih ini?

Si "Rambut Biru"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang