15|| Surprise!

23 3 0
                                    

Jangan lupa vote dan komennya ya teman²!
Biar aku tambah semangat lagi lanjutin ceritanya...







Jangan lupa vote dan komennya ya teman²!Biar aku tambah semangat lagi lanjutin ceritanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.






Sesuai yang diucapkan olehnya. Malam ini Ghani mendatangi rumah Hana bersama orang tua dan adik perempuannya Vina. Mereka datang tentu tidak dengan tangan kosong. Ada berbagai macam benda yang mereka bawa untuk Hana.

Pria yang kini mengenakan kemeja hitam dengan bawahan celana kain yang juga hitam itu tersenyum lebar pada ibunda Hana yang sangat antusias menyambut tamu yang ia nantikan.

Adik dari pria itu mendekat pada ibu dari Hana, merangkul wanita paruh baya itu dengan akrab. "Tan, Vina panggil Hana dulu, ya?"

"Oh, silakan, Nak. Langsung ke atas aja." Bella masih dengan senyumnya yang terpatri indah.

Sebelum melangkah, Vina menepuk lengan sang kakak. "Siap-siap terkejut, Kak," ledeknya.

Tak ingin merespon adiknya, Ghani kemudian mendaratkan tubuhnya di sebelah Umma Delia yang sedari tadi duduk santai menikmati hidangan yang tersaji di atas meja tamu.

"Umma makan terus. Nanti kalo bajunya sempit ngeluh."

Delia melirik tajam sang putra. "Terserah Umma mau ngapain."

Melihat anak dan ibu di hadapannya, Bella terkekeh geli. "Udah Ghan biarin aja."

Dari arah tangga, Vina menggandeng sosok yang paling di nantikan oleh mereka. Gadis manis yang saat ini berbalut gamis indah dengan make up natural menambah kadar kecantikannya.

Dua orang yang asyik menikmati sajian tadi langsung menghentikan kegiatan mereka. Atensi ibu dan anak tersebut beralih pada gadis cantik berada di samping Vina.

"Surprise! Barbie hidup versi syar'i!" seru Vina.

Berbeda dengan Hana, gadis tersebut nampaknya masih bingung dengan kedatangan Ghani, Umma Delia juga sahabatnya, Vina. Namun, rasa penasarannya tak bertahan lama, sebab pria di hadapannya seakan tahu maksud gadis cantik tersebut.

Setelah Ghani mengutarakann maksud dan niatnya untuk melamar gadis pilihannya, semua pasang mata menatap Hana menanti jawaban.

Perasaan gugup, grogi pun bercampur menjadi satu usai mendengar secara langsung ungkapan dari pria di hadapannya ini. Mencoba menyakinkan hati juga perasaan, setelahnya Hana memberikan jawaban pada Ghani.

Mendengar jawaban yang memuaskan dari Hana, sontak keempat orang itu mengucap syukur dan merasa lega secara bersamaan.

Kini saatnya pemasangan cincin oleh Umma Delia pada jari manis Hana. Sedangkan Ghani tak hentinya mengucap syukur dalam hati atas kejutan yang mereka rencanakan tanpa sepengetahuan Hana dan beruntung gadis itu tak menolaknya.

"Kak, jangan lupa mingkem. Vina takut gigi Kakak kering," ledek Vina yang mendapat tatapan tajam dari sang kakak.

Selesai dengan acara pemasangan cincin, selanjutnya mereka membahas tanggal untuk acara pernikahan Hana dan Ghani.

"Kita bikin pesta mewah aja gimana?" usul Vina.

"Lebih baik acara yang sederhana aja tapi elegan. Yang paling penting 'kan akad nikah. Masalah resepsi itu gampang," saran Hana dan di setujui oleh Bella sang ibunda.

"Tapi kalo Ratna ngejek kita gimana? Pasti dia bakal bilang kita gak mampu buat pesta yang mewah atau kita perhitungan," sahut Delia.

"Ck, Umma ngapain pake dengerin kata orang segala. Kita bikin acara juga buat kita sendiri, bukan buat orang lain. Lagian apa untungnya dengerin orang ngejulid? Nggak ada, Umma."

Delia menghela nafas. "Iya, deh."

"Jadi, ini deal 'kan?" Vina menatap keempat orang  itu secara bergantian. "Akad nikah satu minggu lagi sekalian resepsi sore harinya?"

Ghani mengangguk setuju. "Iya, biar sekalian capeknya, Dek."

"Hana boleh ganti baju 'kan ini? Udah gerah," celetuk Hana tiba-tiba.

"Ganti aja enggak apa kok. Takut kamu gak nyaman kelamaan pake itu," ujar Umma Delia.

"Hana ke atas dulu." Setelahnya Hana beranjak menuju kamar miliknya.

• • •

"Kita terakhir aja ke panggungnya, Han." Gilang menginterupsi Hana yang tengah menatap dua insan berpasangan di depan sana dengan earphone terpasang di telinganya yang tertutup hijab.

"Kamu panggil Hana berapa kali juga gak bakal denger dianya, Lang," sahut Vina yang asyik menikmati sop buah. "Coba kamu gebuk aja itu kepalanya, pasti ngamuk," sarannya sesat.

Gilang meraup wajah cantik sahabatnya kasar, hingga sang empu mendelik. "Jangan sentuh muka aku juga, Gilang! Make up-nya mahal, nih!"

Saat ini mereka berada di pesta pernikahan Fares dan Key. Pesta yang di gelar meriah dengan mengundang para kolega bisnis. Tak hanya itu, makanan serta minuman yang di hidangkan pun sangat beragam jenis. Mulai dari tradisional hingga ke western pun semua tersedia.

Namun, karena selera ketiga pemuda itu termasuk selera receh dan merakyat, mereka mengambil jenis makanan serta minuman tradisional.

Hana yang berada jauh dari posisi kedua pengantin itu pun hanya melihat tanpa ada niat untuk mendatangi atau sekedar memberikan selamat. Gadis yang duduk di sebelah Gilang itu dengan santai menikmati berbagai kudapan yang di sajikan dan tak menghiraukan hiruk pikuk dalam pesta tersebut.

Wanita paruh baya berbalut kebaya pastel tiba-tiba saja datang mendekat pada ketiga pemuda tersebut, ter-utama Hana.

"Halo, kalian. Eh, kamu di sini juga gadis sok mahal?" ejek wanita itu seolah merendahkan salah satu dari dua gadis yang sedang bersama Gilang. "Kamu kapan nikah? Jangan kelamaan, nanti kamu gak laku," serunya keras agar terdengar oleh orang lain. Dan niat untuk mempermalukan sahabat anaknya di depan umum pun segera terealisasi.

Namun, sosok yang ia maksud sama sekali tak menghiraukan. Seolah tak mendengar ejekan dari ibu sahabatnya, Hana tetap asyik menikmati sepiring kecil donat bertopping keju dan coklat.

Vina yang merasa sahabatnya di permalukan pun geram. "Menikah itu bukan ajang lomba, tapi ibadah untuk selamanya. Jadi ngapain buru-buru kalo nanti ujungnya cerai. Jodoh urusan Allah bukan manusia julid seperti Anda, Nyonya. Dasar tua bangka bodoh!"

"Jaga mulut kamu ya, Vina! Saya laporkan kamu ke polisi! Jangan sembarangan kamu sama saya!"

"Silakan saja, saya tidak takut. Lagian Anda lapor tapi gak ada bukti sama sekali sama aja membual di hadapan polisi. Tante Ranta yang terhormat, Anda mau melapor atau mau bikin drama di kantor polisi?" Vina tersenyum miring melihat Ratna bungkam. "Pagi-pagi bikin emosi aja," gerutunya.

"Lihat saja balasan saya!"

"Oke, saya tunggu balasannya."

Ratna, wanita itu melangkah pergi meninggalkan ketiga pemuda tersebut juga sekumpulan para tamu lainnya yang menontonnya dengan rasa malu yang membuncah.


🚧🚧🚧🚧

Jangan lupa votmen-nya ya!










KisahanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang