17|| Berulah lagi

29 4 1
                                    

Jangan lupa vote dan komennya ya teman²!
Biar aku tambah semangat lagi lanjutin ceritanya...




Jangan lupa vote dan komennya ya teman²!Biar aku tambah semangat lagi lanjutin ceritanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.






Satu hari yang cukup melelahkan tapi juga menyenangkan Hana lewati dengan lancar. Sepasang kakak adik yang selalu ada di samping Hana dan membantu apapun yang gadis itu butuhkan.

Saat ini tiga orang tersebut sedang beristirahat di butik, ruang pribadi Hana. Ada juga Bella dan Delia yang turut andil dalam kegiatan tersebut. Namun, tersisa satu orang yang kali ini tak bisa ikut karena ada kegiatan penting keluarga, yaitu Gilang.

Siang hari yang cukup terik, membuat tenggorokan terasa kering. Hana sebagai pemilik tempat berinisiatif membuatkan mereka minuman dingin serta makanan berkuah pedas.

Setelah menyajikan hidangan tersebut, Hana membangunkan satu persatu orang yang tertidur. Hingga Delia yang baru saja selesai buang air pun membantu membangunkan kedua anaknya.

Delia mengguncang tubuh Ghani yang tidur di samping Vina. "Bangun, Ghan! Makan dulu!"

Karena terusik dengan guncangan di tubuhnya, Ghani pun melenguh dan perlahan membuka matanya. "Apa sih, Ma?" lirih Ghani sambil mengucek mata.

"Makan dulu," ulangnya. Netranya beralih pada sang putri yang masih terlelap. "Vina bangun kamu! Ayo makan dulu!"

Tak ada pergerakan apapun dari Vina, maka Delia berjalan ke dapur mengambil sejumput garam lalu kembali duduk di dekat Vina. Garam yang ia ambil tadi di oleskan pada bibir Vina yang sedikit menganga.

Merasa ada sesuatu yang menempel di bibirnya, Vina pun mencecapnya dan seketika ia merasa ada rasa asin yang ia rasakan. Vina meludahkan garam yang masih tersisa di bibirnya. "Apaan ini? ASIN!"

Hana tergelak melihatnya. "Enak gak, Vin?" ledek Hana dengan sisa tawanya.

Tanpa rasa bersalah, Delia beranjak meninggalkan mereka menyusul Bella yang baru saja keluar. "Ledek aja terus! Umma juga, bangunin anaknya masa pake garam sih!"

"Soalnya kamu tidurnya kayak kebo."

• • •

Di sebuah mall terbesar di kota, tiga orang berjalan mencari toko perhiasan rekomendasi dari Delia. Dengan Vina dan Hana berjalan di belakang Ghani yang sedang menerima telepon dari Delia.

Tiba di toko perhiasan yang di tuju, Ghani dan Hana tengah fokus memilih cincin untuk pernikahan mereka. Namun, dua orang wanita tiba-tiba menggeser posisi Hana.

Dengan senyumnya yang khas, wanita itu melirik Hana sinis. "Paling juga belinya yang murah. Orang murahan gak pantes pake yang mahal-mahal."

Ghani di samping Hana mendengar ucapan tak sepantasnya di tujukan pada Hana pun tak terima. "Maaf, ibunya ngomong sama siapa ya? Yang ibu maksud murahan itu siapa?" Ia masih menahan amarah dan berusaha untuk sesopan mungkin.

"Pake nanya lagi! Siapa lagi kalo bukan calon kamu itu!" tunjuknya pada Hana yang hanya senyum simpul. Padahal dalam hati Hana ingin tertawa melihat sosok wanita di sebelah Ratna yang memakai pakaian kurang bahan.

Apa gak kebalik itu yang murahan, ya? pikir Hana geli.

Tak hanya Ghani, Vina pun terkekeh sinis. "Heh! Tua bangka, gak kebalik apa ya yang murahan itu siapa?! Emang bener deh, mata kalo udah ketutup harta tuh jadi buta. Masa lihat yang jelas beda gini aja gak bisa sih?!" Netra Vina menelisik penampilan Key yang berdiri di sebelah Ratna.

"Lihat dong itu! Baju yang menantu anda pake tuh kurang bahan. Katanya kaya banyak duit, tapi beli pakaian yang lengkap kainnya aja gak bisa. Oohh... bukan gak bisa tapi emang sengaja pamer body 'kan? Astaga... aku jadi kasian sama Fares,  dapet istri yang gak bisa jaga aurat. Harus banyak-banyak doa sih. Akhir jaman gini emang banyak orang yang perilakunya aneh-aneh."

Ratna dan Key geram dengan wajah merah menahan emosi. Menit selanjutnya keduanya pergi meninggalkan toko perhiasan dan ketiga orang yang masih menahan tawa.

Sedangkan pelayan toko yang telah menyiapkan perhiasan yang Ratna minta tadi menatap kepergian mereka kesal. "Kalo gak punya duit tuh gak usah beli perhiasan! Buang-buang tenaga orang aja," dumel pelayan itu.

"Maafin ya, Mbak," ucap Hana tak enak.

"Udah biasa kayak gitu mereka, Mbak." Pelayan itu tersenyum menatap Hana. "Ini jadi yang mana cincinnya, Mbak?"

"Yang paling mahal." Mata Hana seketika melotot terkejut.

"Yang bener aja!"

• • •

Bella sudah beberapa kali menghela nafasnya. Melihat putri satu-satunya yang terus mengeluh dan meringis sambil memegang perut. Mulai sepulangnya dari mall tadi Hana mengeluh merasakan nyeri perut hingga punggung.

Setelah membersihkan diri, Hana langsung berbaring di tempat tidur berharap nyeri yang ia rasakan perlahan menghilang. Tapi hingga saat ini nyeri itu masih Hana rasakan dan ibunya pun sudah memberinya obat pereda nyeri.

Hana bertanya-tanya tentang rasa nyeri yang di rasakannya ini dalam otaknya. Hingga beberapa menit kemudian ia baru teringat jika hari ini sedang mengalami menstruasi. Hana menepuk keningnya sendiri." Bisa-bisanya kamu lupa kalo hari ini halangan sih, Han?!" gerutunya pelan.

"Apa perutmu masih sakit, Han?" tanya Bella khawatir.

"Udah lumayan, gak sesakit tadi sore," jawab Hana lirih.

Bella bangkit dari duduknya lalu menarik selimut tebal menutupi tubuh Hana hingga dada. "Istirahat aja dulu. Nanti ibu balik lagi bawa teh hangat dan makan malam buat kamu."

"Ingat, Han! Tidur, bukan main handphone." Hana mengangguk patuh setelah itu ia memejamkan mata.

Agar sang anak bisa istirahat yang cukup dan tak terganggu, Bella memutuskan keluar dari kamar Hana. "Masih muda kok udah pikun. Hana... Hana... " Bella menggelengkan kepalanya heran.

"Semoga besok kamu gak lupa sama kewajiban kamu, Han." Bella tersenyum penuh arti.








Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 06, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KisahanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang