Sial yang Beruntung

101 11 1
                                    

♡♡♡ BAB 2 ♡♡♡

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

♡♡♡ BAB 2 ♡♡♡

Masih di ruang serba putih berbau antiseptik yang kelewatan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Masih di ruang serba putih berbau antiseptik yang kelewatan. Terhitung tiga hari Vanya berada di rumah sakit, sudah tiga kantung darah ditransfusikan tapi kondisinya belum mendapatkan perubahan yang signifikan. Tapi di hari ketiga Vanya sudah merasa lebih segar dibandingkan kemarin yang tidak berdaya.

Mungkin juga karena hari ini kakaknya pulang, semalam Tirta menelepon dan bilang kalau dia berangkat pulang menggunakan kereta, harusnya pagi ini sudah sampai rumah mungkin masih lelah jadi belum menyambangi Vanya.

Meregangkan otot-ototnya yang kaku Vanya mencoba untu merilekskan tubuhnya yang belum banyak bergerak sejak kemarin. Diliriknya pukul 11 siang. Turun dari ranjangnya, lalu mendorong tiang infus ke kamar mandi. Vanya sempat mendapati jas dan sepatu ayahnya yang masih tergeletak di dekat brankarnya. Itu menandakan kalau ayahnya mungkin mengambil cuti, karena ibunya tidak bisa meninggalkan pesanan. Tadinya Yuni ingin mengembalikan pesanan yang masuk tapi Vanya meminta ibunya agar tetap mengerjakan pesanan itu, karena jika di kembalikan nama ibunya akan jadi kurang baik. Apalagi sekarang jamannya digital yang apa-apa disebar di internet. Jika ada yang tidak puas dan membuat berita yang kurang baik bisa-bisa usaha yang dibuka ibunya jadi hancur.

Vanya berada di kamar mandi cukup lama, ketika keluar dia mendapati beberapa perawat yang mondar-mandir di ranjang sebelahnya, seorang pria yang terlihat berumur awal tiga puluhan pun berdiri di ujung memperhatikan para medis yang bekerja. Vanya hampir saja meloloskan pekikan saat melihat wajah pria yang bak aktor korea, yang sedang berakting menjadi bodyguard dari anak konglomerat. Serius seganteng itu, Vanya tidak mengada-ngada, mata Vanya ini selektif dengan cowok tampan.

Vanya refleks menunduk dan menyeret tiang infusnya kembali ke brankarnya. Dia malu sekali karena kedapatan menatap om-om keren tadi. Vanya lemah banget kalau sama cowok ganteng, entah yang brondong atau yang sudah om-om, rasanya sayang kalau diabaikan. Nikmat Tuhan mana lagi yang Vanya dustakan.

Para medis itu keluar setelah menjelaskan tentang kondisi seseorang yang diantar oleh om-om keren itu. Tak lama kemudian Vanya mendengar suara baritone yang membuat imajinasi semakin liar.

Be My StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang