10. Perayaan Patah Hati

48 3 0
                                    

Tiga hari semenjak insiden yang membuat satu keluarga panik bukan main. Kini Rumah Sakit Wijaya menjadi lebih ramai daripada sebelumnya. Besar kemungkinan disebabkan karena jam besuk mulai dibuka. Nadiva menekan tombol lift untuk sampai pada lantai empat tempat di mana Maraka mendapatkan perawatan.

Lorong rumah sakit begitu padat. Dua anak tertua Wardana itu masih perlu berbelok ke lorong sebelah kanan. Untung saja di deretan ruang VIP tidak begitu ramai, hanya beberapa penjenguk yang duduk di kursi yang memang disediakan di depan kamar pasien. Ada juga anak-anak yang berlarian disepanjang lorong.

Pintu kayu kamar Cendana nomor 7 terbuka. Pemandangan pertama jatuh kepada Maraka yang sepertinya baru saja bangun dari tidur siangnya. Pemuda itu tampak sedang disuapi makanan rumah sakit oleh sang Ibu. Tangannya menyapa dua kakaknya yang baru datang. Nadiva menjulurkan lidah lalu beringsut duduk di sisi kasur. Buah-buahan segar yang baru dibeli juga di tata Marvel dalam kulkas. Menyisakan satu pack anggur untuk dimakan bersama.

Tidak lama berselang, Malio datang membawa tiga kantong kresek putih. Rambut pemuda sembilan belas tahun itu basah, sepertinya sebelum ke sini di sempatkan untuk membersihkan diri. Kantong keresk putih Malio letakkan begitu saja di atas meja.

"Asik bawa seblak tuh." celetuk Natasha yang tiba tiba saja teringat komentar Malio di twitter.

"Emang iya Aa' bawa seblak?" tanya Arsyad. Kepala keluarga dan bungsu Wardana sedang menikmati anggur yang tadi Marvel bawa.

Malio mengangguk, "Iya, Pa. Temen Malio ada yang jualan seblak terus beli deh sekalian. Hitung-hitung larisin dagangan temen. Sama Malio beli ayam sama sate juga, yang ini nanti dibawa pulang buat makan malem." Dia menunjuk dua bungkusan berisi ayam dan sate.

"Tapi nggak harga temen kan?" tanya Maraka menerima suapan nasi dan sup tahu dari ibunya.

"Nggak lah. Harga normal."

Satu suapan terakhir diterima Maraka. Rasanya kenyang sekali karena nasi yang disajikan pihak rumah sakit lumayan banyak. Anggita memberikan segelas air yang diminum Maraka hingga tandas. Sampai mendengar adzan berkumandang, satu per satu dari mereka melaksanakan sholat magrib. Terkecuali Marvel, Malio, dan Papa Arsyad memilih sholat di masjid belakang rumah sakit.

Selepas menunaikan sholat maghrib, tiga laki-laki kembali ke dalam kamar. Bersamaan dengan Anggita yang baru selesai sholat.

"Abang mau seblak nggak? Kalau mau, Asha tinggalin dua." ujar Natasha memisahkan seblak yang akan dibawa pulang dan yang ditinggal di sini.

"Enggak. Tinggalin satu aja buat Nadiva." Marvel berkata seraya merebahkan tubuh dikasur samping brankar.

"Mas nanti obatnya diminum ya. Jam kunjungan dokter besok pagi. Mama pulang dulu." ujar Anggita.

"Iya. Hati-hati semuanya."

Mama, Papa, Malio, dan Natasha berpamitan pulang karena Marvel dan Nadiva akan menginap malam ini. Memang sejak hari pertama Maraka dirawat, keluarganya saling bergantian menginap. Kebetulan hari ini Marvel dan Nadiva yang mendapat bagian menginap.

Maraka pernah meminta semuanya menginap. Alih-alih setuju, Arsyad justru mencubit pipi Maraka. Jelas tidak bisa karena kamar tidak akan cukup menampung lima orang sekaligus. Kecuali jika mereka bersedia tidur beralaskan karpet. Lagipula masih banyak urusan yang harus diselesaikan, dan Natasha yang harus les esok hari.

Nadiva baru saja keluar kamar mandi setelah buang hajat dan mencuci muka. Rambutnya dicepol rendah dengan karet rambut biru milik si bungsu. Nadiva duduk dikarpet untuk membuka bungkusan berisi seblak. Aroma makanan asal Bandung itu menguar memenuhi satu ruangan. Marvel dan Maraka yang bermain mobile legend sampai menoleh karena mencium aroma wangi rempah.

Wardana: The Rich Sweet FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang