Siapa sangka menuju penghujung akhir kelas dua belas, semua siswa-siswi SMA Cempaka tengah mempersiapkan diri untuk ujian-ujian yang siap menanti digaris start. Berusaha untuk memperebutkan duduk di Universitas bergengsi pilihan mereka. Terkecuali anak-anak Atepbagja.
Tujuh pemuda berkumpul di Warsihin (Warung Pak Sholihin) yang terletak tidak jauh dari sekolah mereka. Mereka bisa berkumpul bahkan ketika jam pelajaran sedang berlangsung. Membolos pelajaran berakhir masuk ruang konseling sudah menjadi makanan sehari-hari mereka.
Meski suka membolos, tidak ada satupun dari mereka tidak pintar. Ranking lima belas besar paralel selalu mereka tempati secara bergantian. Makanya Bu Yeni dan Pak Handoko selaku konseling tidak pernah mengomeli perihal nilai akademik. Paling hanya seputaran membolos dan menjahili anak-anak lain.
Selama tiga tahun bersama, Atepbagja selalu kompak dan tidak pernah terpecah. Walaupun sudah pasti pernah slek, namun tidak berlangsung lama. Mereka sering menyelesaikan masalah dengan cara berkumpul dan mencari solusi bersama-sama.
Seperti sekarang, kisah cinta Maraka yang kandas di tengah jalan membuat pemuda bermarga Wardana itu uring-uringan setiap hari. Sahara menyeruput es kopi, memindai Maraka yang suasana hatinya sedang kacau balau. Juniar– selaku penasihat di Atepbagja pun memilih menyerah kala mendengar cerita teman sekelasnya itu.
"Kon ya salah, Rak. Bener nek Zetta njaluk pedot ambek kowe." Kalimat Juniar ditujukan pada Maraka saat teman-temannya meminta pendapat soal permasalahan ini.
"Setia mahal bro. Lo melenceng sama cewek dikit aja. Udah pasti di cap nggak setia." sambung Yuan.
Zetta dan Maraka adalah salah satu dari banyaknya pasangan kekasih di SMA Cempaka. Orang-orang di sana juga bilang kalau hubungan mereka termasuk hubungan sehat dan sangat harmonis. Maraka cenderung sabar dan Zetta tidak bisa diam. Namun sayangnya mereka harus usai karena adanya orang ketiga.
Zetta si perempuan manis yang lebih dahulu mengakhiri hubungan melalui telepon. Meski Maraka ingin mempertahankan, tetapi Zetta tetap bersikukuh dengan jawabannya.
"We're done, Raka."
Lalu sambungan terputus. Maraka dibuat kelimpungan, secara tidak sadar air matanya mengalir begitu saja. Hampir dua tahun mereka bersama, tetapi karena kesalahan Maraka semuanya hilang begitu saja. Tidak ada lagi sapaan selamat pagi, video call ketika kangen, dan deeptalk sebelum tidur. Semua Maraka akui, akibat kebodohannya.
"Udahlah, Rak. Jangan disesali terus. Lo masih berhak buat seneng-seneng begitupun dengan Zetta. Kalian masih muda, jalan kalian masih panjang." Sahara, meskipun sebelas dua belas dengan Asep yang minim kewarasan, namun masih bisa memposisikan dirinya sangat baik.
Kapan sebagai candaan dan kapan bisa dibutuhkan.
"Sorry aku lancang. Kon wes rampungke masalah iku ambek Tarisa?" tanya Juniar dengan logat surabaya.
Maraka yang tadinya diam seribu bahasa perlahan mengangguk. Batinnya bergejolak, rasa ingin memperbaiki semuanya semakin besar. Di rumah mungkin ia bisa tertawa sesuka hatinya, tetapi saat di tongkrongan semuanya meluap. Bukan karena tidak nyaman bercerita pada orang rumah, tetapi Maraka tidak ingin membuat keluarganya sedih sebab mereka sangat menyayangi Zetta.
"Kalian kan hampir dua bulan ya putus? Kalau lo coba sekali lagi ketemu Zetta minta waktu untuk jelasin semuanya gimana?" tanya Oji.
Dia pun melanjutkan, "Gue tau ini konyol tapi nggak ada salahnya mencoba lagi. Manusia berhak punya kesempatan kedua asal sungguh-sungguh lo manfaatkan kesempatan itu dengan baik."
"Nah, itu gue setuju. Gue juga yakin lo nggak bermaksud jahatin Zetta. Gara-gara si nenek peyot nggak tau malu ngincer lo mulu." ucap Hadi.
Asep yang baru keluar dari toilet ikut duduk di sebelah Maraka, "Tenang atuh, Rak. Nanti aing bantu doa dari sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Wardana: The Rich Sweet Family
Fanfiction[PUBLISH ULANG] content warning//harswords