Hari itu cerah, matahari dengan percaya diri menyombongkan sinarnya pada dunia, walau sepertinya banyak dari makhluk di bawahnya berharap ia bersembunyi di balik awan. Hawa panas yang dikirimnya cukup untuk membuat hampir seisi kelas menjadikan buku mereka beralih fungsi.
Tepat di bawah kipas tua, Alaya menyanggul rambutnya yang sedikit berantakan seraya mengibas-ngibaskan buku ke lehernya yang kegerahan. Erik, pria berambut belah-samping yang tak sengaja tertegun melihat Alaya mengalihkan pandangannya seketika. Ia merasa sesuatu mengocok-ocok suatu bagian diantara diafragma dan perutnya. Membuat darahnya berkumpul di sisi wajahnya yang mulai terasa hangat.
Di sudut ruangan, Dirandra sama sekali tak terpengaruh dengan Hawa panas yang menyengat. Seolah berkah dari dewi fortuna berada di sisinya, Bayangan Pohon dedalu yang tertanam di luar gedung melindungi area tempat duduknya. mempersilahkan semilir angin untuk membelainya, Membuat tidurnya semakin dalam dan lelap.
Pak Misbah atau begitulah bagaimana banyak orang memanggilnya. Nama resminya adalah Mislugen Bacharie. namun, tak sedikit orang kerap kali kesulitan mengucapkan namanya. Dan entah dari mana muncul-lah nama singkatan 'Misbah' untuknya. Sebenarnya, dia sama sekali tak memiliki darah ataupun genetik luar Negeri, hanya saja memang saat dia lahir orang tuanya cukup eksentrik.
Mislugen adalah salah satu guru yang selalu bersikeras untuk tak memberi tugas rumah, ia akan selalu mengatakan : 'waktu di luar sekolah adalah waktu dimana murid seharusnya bereksplorasi dan mengembangkan bakat minatnya.'
Entah mendapat angin darimana, tiba-tiba saja ia mengakhiri kelas lebih awal dari jam yang sesungguhnya. Memang, ini sudah di penghujung semester, segala ujian dan tetek bengeknya sudah lama usai. Hanya saja, sulit rasanya membayangkan 'Misbah yang disiplin' tak tepat waktu.
"Baik, jadi tugas liburan kalian adalah tentang eksplorasi dan pemetaan." Ucapnya di depan kelas yang sontak membuat kepakkan buku yang berusaha mendinginkan pemiliknya terhenti. Tak pernah, dalam benak mereka Seorang 'Misbah' akan memberi tugas rumah.
Bahkan Dirandra yang biasanya selalu acuh dengan keadaan sekitarnya terbangun dari tidurnya karena suara bisikan riuh rendah memenuhi kelas. Pras, cowok berambut oranye yang menyandang gelar sebagai ketua kelas berusaha menenangkan teman-temannya. Tak sedikit yang bercelometan mempertanyakan prinsip Mislugen,
walau alasan mereka yang sebenarnya hanyalah malas.belum Pras benar-Benar berhasil menenangkan teman-temannya, ketukan meja Mislugen membuat seisi kelas terdiam. Sorot matanya menusuk dan dingin, sangat jelas dia sama sekali tak ingin berkompromi. Sikunya menumpu diatas meja dengan jari-jari saling menghimpit satu sama lain, ia menghela nafas panjang dan membenahi postur duduknya sebelum akhirnya mengucapkan sesuatu yang seperti tak ingin keluar dari mulutnya.
"kumpulkan bulan depan. dokumentasi dan laporan dalam bentuk file," ucapnya dengan enggan sambil berdiri, mengemasi laptop dan tablet di mejanya. Ia memang tak pernah suka menggunakan kertas, sebisa mungkin tak menggunakan kertas katanya. Bisa di bilang sosoknya sangat aktif dalam gerakan penghijauan bumi, pencegahan global warming dan gerakan-gerakan serupa. Hanya saja ia tak suka melakukan demo atau gerakan anarkis lainnya, ia lebih suka melakukan segalanya secara damai.
Keheningan memenuhi ruang. tak ada sepatah kata pun terucap. Satu-satunya suara yang tersisa hanyalah suara langkah misbah yang semakin mendekati pintu keluar. Namun, sebelum ia benar-benar meninggalkan kelas sebuah suara menghentikan langkahnya.
"Anu, pak," Dirandra berdiri, mengerjapkan matanya yang masih terlihat berat, dan Tanpa diminta, dengan segera ia menjadi pusat perhatian. "Ni tugas kelompok apa gimana?" Tanyanya santai seolah tak sadar atau memang tak peduli dengan situasi dan kondisi di sekitarnya.
Mislugen menyipitkan matanya, menatap sosok yang berbicara padanya tanpa etika. Ia terdiam sesaat, membenahi kacamata yang bertengger di hidungnya, "kelompoknya saya yang menentukan, nanti malam saya kirim secara pribadi." Segera sosoknya menghilang dari pandangan, meninggalkan ruang kelas dengan tergesa.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Walkers (Hiatus)
AventuraSiapa yang menyangka tugas akhir semester akan berujung menjadi ajang bertahan hidup? hal ini dirasakan oleh serangkai pemuda di bawah langit Jogja. Keempat pemuda yang selalu berlawanan seperti arah mata angin terpaksa bersatu dan hidup berdamping...