Embun Skandivania

24 2 0
                                    

Kekosongan seolah menuntun langit subuh menuju kegelapan abadi, tiada awan yang berkejaran, bahkan cahaya bintang terlihat meredup. Waktu seakan terhenti, tak ada daun yang terjatuh atau serangga yang berderik, semuanya begitu sunyi. Membawa bumi dalam point of silence untuk yang ke sekian kalinya.

Dengan Langit yang masih menghabiskan sisa-sisa malamnya. Bulan dan venus membanggakan diri Menjadi satu-satunya yang bersinar diatas hamparan banyak rumah yang tertidur.

Kamar-kamar di Kos NurIklima masih terkunci rapat lengkap dengan penghuni di dalamnya, tak terkecuali kamar milik Dirandra dan Pras.
Kamar berukuran sedang yang hanya berisikan satu meja belajar, satu rak buku dan ranjang bertingkat. Beruntung dengan adanya Oshiire¹, ruangan itu terasa sedikit lebih lega.
Di sudut ruangan, dumbell dengan berbagai berat bertumpuk rapi bersebelahan dengan timbunan buku dan perkamen yang mulai berdebu.

Oshiire¹ lemari pakaian gaya jepang yang berada di dalam dinding.

Satu-satunya pencahayaan yang tersisa hanyalah lampu belajar milik Dirandra,warna kekuningannya menyebar samar di seluruh ruangan membuat tempat itu terkesan hangat dan nyaman. Seperti biasa, ranjang Dirandra selalu rapi, tentu saja bukan karna pemiliknya rajin. Hanya saja memang jarang ia tempati, sepanjang malamnya ia akan tertidur di atas meja belajar. Tak jarang ia dapat ditemukan tak tertidur sama sekali. ketika terlarut dalam dunianya waktu seolah mengkerut, menjadikannya sosok cahaya yang bergerak tanpa mengenal masa.

Lamat-lamat suara alunan musik gaya 90-an mulai terdengar diikuti nyanyian lembut yang mulai mengeras secara perlahan.

Someday when I'm awfully low

When the world is cold

I will feel glow just thinking of you

And the way you look tonight

*The Way You Look Tonight - Frank Santa

Pras perlahan bangun dari tidurnya, terduduk dengan mata yang masih terlihat berat. lagu masih terus mengalun, Ia meraba dimana ponsel nya untuk mematikan sumber darimana suara itu berasal.

Jam digital yang menempel di dinding menunjukkan pukul 4 dini hari. Masih terlalu dini, tapi tidak untuknya. Dengan segera ia beranjak dari tempat tidurnya dan menemukan Dirandra yang tertidur diatas meja dengan buku dan kertas menyangga kepalanya. Lagi-lagi menghabiskan malamnya bersama eksperimen dengan rumus-rumus yang tak pernah sekalipun Pras dapat mengerti.

Pras menggoyangkan bahu Dirandra pelan.
"Ndra, ke kasur gih." Suaranya terdengar parau-khas-pagi hari.

Tak menunjukan tanda akan segera terbangun, Dirandra hanya mendesah pelan, keningnya berkerut merasa tidurnya terganggu.

"Bocah kebiasaan," Pras berdecak, mematikan lampu belajar yang menyorot wajah Dirandra yang tertidur pulas. Tanpa pikir panjang ia memindahkan Dirandra ke atas ranjang, tak peduli ia akan menjatuhkannya atau menurunkannya pelan, Dirandra takkan pernah terbangun. siapapun yang melihatnya dapat dipastikan tak bisa membedakannya dengan mayat.

Pras membentangkan tubuhnya yang Kaku, meregangkan ototnya beberapa saat hingga ia merasa persendiannya mengendur. Jaket track yang baru saja ia kenakan tak bisa menyembunyikan badannya yang terlatih selama bertahun-tahun. Lengannya padat berisi, bahunya yang lebar berpadu dengan baik bersama pinggangnya yang mengerucut memberikan tubuh yang terkesan kokoh dan atletis.
Ia berjalan menuju pintu keluar untuk rutinitas paginya, meninggalkan Dirandra yang-tak akan bangun dalam waktu dekat.

Ketika pintu terbuka udara dingin menyambutnya, mengisi paru-paru nya dengan udara segar yang jarang di rasakannya di kota. Ia menyapukan pandangannya ke Kamar-kamar lain, hanya untuk menemukan pintu yang tertutup, beberapa memang terbuka dan akan selalu dapat dipastikan siapapun di dalamnya masih memejamkan matanya.

"Empty as always," Pras menguap, berjalan memasuki ruangan utama-bangunan yang menyatu dengan kamar Nur dan Iklima sekaligus hanya itulah satu-satunya jalan jika keluar dari kos. Ia berjalan di lorong redup, di sepanjang lorong lukisan gaya surealis begitu mendominasi. dunia tak jelas, tempat yang berdiri di tengah-tengah abstrak dan solid.

cahaya dari lampu kuning redup yang menyoroti tiap-tiap lukisan menerangi jalannya, terlalu redup hingga andaikata ia melihat kebelakang ia hanya akan menemukan kegelapan tanpa akhir, seolah lampu-lampu tadi lenyap dan tak pernah ada.

Tak lama, pras akhirnya berhasil keluar, udara dingin dan segar kembali menyambutnya. Ruang tamu sekaligus teras itu tampak sedikit kotor dengan daun dan ranting berserakan yang berasal dari pohon sawo.

Gapura batu yang berdiri di hadapannya terus membesar setiap langkah ia akan keluar dari area kos. Perlahan Ia memulai joggingnya. berlari konstan, tidak cepat ataupun lambat. Udara dingin kembali menabraknya lebih kuat searah dengan kecepatannya berlari. jalanan paving yang di tapakinya membuat suara berdebam tiap kali dia menyentuh tanah. Di sebelahnya, pagar tanaman menjulang tinggi, sementara di sisi jalan lain hanya pepohonan rimbun berbaris menutupi langit. Sesekali embun jatuh mengenai wajahnya, membuatnya bernostalgia masa kecilnya di skandivania ketika sebuah bunga salju menyentuh ujung hidungnya untuk pertama kali.

Ia menghabiskan masa kecilnya di Skandivania dengan bimbingan militer kakeknya. Kakeknya adalah orang yang terlampau disiplin, sebagai mantan Perwira tinggi militer agaknya dia ingin Pras juga mengikuti jalannya. Menurutnya, kedisiplinan dan ketegasannya adalah bentuk rasa sayangnya pada Pras. Jarang sekali Pras protes kepada pendidikan kakeknya, atau bisa dibilang tak bisa, karna, ia tau bahwa itu bukanlah pilihan yang bagus dan beresiko membuat dia melakukan posisi kuda-kuda sepanjang hari. sejak berumur 7 tahun ia telah mendapat pelatihan. Sekali dalam seminggu kakeknya akan mengajaknya untuk berkemah di hutan, sungai, atau rawa. Hanya berbekal alat tanpa membawa makanan apapun. Mereka akan berburu, membuat tenda, dan memilih bahan makanan yang bisa di makan.

Hal yang masih ia ingat adalah ketika mereka berkemah di dekat sebuah padang rumput. Ketika malam hari tiba seluruh galaksi dan bintang-bintang akan terlihat jelas, bahkan mereka yang memiliki sinar paling lemah. Di bawah bintang, dengan kehangatan api unggun yang menemaninya ia akan tertidur dengan damai setelah ber jam-jam menatapi langit.

Suara gemuruh air menyadarkannya, ia tak merasa bahwa sudah berlari cukup jauh dari daerah kosan. belum pernah ia berada sejauh ini. Butir-butir air dari sungai yang terhembus angin menyentuh wajahnya, memberikan rasa dingin yang menjalar ke lehernya, memutuskan untuk mengistirahatkan tubuhnya sejenak.

Tak butuh waktu lama bagi tubuhnya yang terbiasa berolahraga untuk kembali normal. Ia meregangkan tubuhnya, menghirup udara segar itu dalam-dalam.

Langit tak lagi gelap, matahari mulai menyingsing, menyebarkan spektrum cahayanya sedikit demi sedikit. Tanda saatnya ia kembali ke kosan.
Ia kembali berlari menapaki jalan yang ia lalui tadi. Setelah beberapa saat dia melalui barisan pohon di bahu jalan. Burung mulai terbangun dan berkicau. sinar matahari menyusup melalui sela-sela daun dan ranting, membuatnya terlihat seperti puluhan pilar yang terbuat dari cahaya.

tertegun melihat pemandangan di hadapannya ia bergumam "Det er vakkert (indah sekali),"

The Walkers (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang