Hari Yang Buruk (11)

6 2 0
                                    

Tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba mobil hitam Rea tak bisa dinyalakan. Rea sangat sebal dengan mobilnya. Percuma bagus tapi suka rusak.

"Gimana kak? Mobilnya nggak bisa nyala juga?" Hanna menghampiri putri sulungnya yang sedang menampilkan wajah frustasi.

"Ah, mami! Gimana dong, kakak bisa telat kalau gini. Papi tumben banget minta anter pak Adam," kata Rea sebal.

Hanna memikirkan bagaimana agar Rea tidak telat sekolah. "Kamu coba suruh Gavran jemput, siapa tau bisa,"

Tanpa babibu Rea merogoh kantong roknya mengambil ponsel. Ia menekan kontak Gavran dan segera menelponnya.

"Hm?"

"Lo bisa nggak jemput gue? Please... gue bener-bener urgent. Mobil gue nggak bisa nyala anjeng," Rea melirik sang Mami yang sedang menatapnya tajam. Dirinya tidak sadar kalau melampiaskan emosinya.

"Maaf, nggak bisa. Gue mau jemput kak Raina ke kantor papanya,"

Rea melotot. Ya Tuhan, mengapa hari ini
begitu sial? Gadis berkuncir dua itu menatap arloji yang menempel sempurna dipergelangan tangannya. Ia ber decak kencang.

"Yaudahlah, nggak guna juga ternyata!" kata Rea tak sadar ia melampiaskan emosi terus menerus.

Tuuttt.

Sambungan terputus lalu ia melirik sang Mami. "Nyesel kakak minjemin mobil merah ke uncle," ia cemberut menatap Hanna.

"Hehe, mau gimana lagi kak,"

Tiba-tiba saja suara motor sport terdengar. Rea dan Hanna melihat siapa pemilik motor itu, ternyata dia adalah Devan.

Devan turun dari motornya, ia menghampiri Rea yang sedang bersama Mami nya. Lelaki itu tersenyum manis kearah Hanna yang tengah menatapnya.

Ia menyalami Hanna dengan sopan. Lalu pandangannya beralih kepada gadis cantik disebelah Hanna. "Ayok berangkat," ajak Devan.

Rea menautkan alisnya. "Hah?" bingungnya. "Tunggu, tunggu. Ini kan gue minta tolongnya ke Gavran, kok jadi lo yang dateng?" heran Rea.

Lelaki itu terkekeh. "Gavran bilang ke gue, udah ah. Lo mau telat ya?" geram Devan pada sahabatnya yang masih bingung.

Dalam hati Rea sudah banyak pertanyaan. Raina seharusnya diantar oleh Devan yang notabenenya adalah adiknya. Tapi kenapa harus Gavran? Seperti ada yang tidak beres.

Rea mendengus kesal. "Mami, Rea berangkat dulu ya," ucapnya sambil menyalami tangan Hanna.

* * *

Diperjalanan Rea hanya diam saja. Moodnya benar-benar buruk hari ini, padahal ia tidak sedang datang bulan. Perasaan tak enak muncul dalam pikirannya, ia merasa Gavran mulai berubah karena kehadiran Raina.

"Kok diem aja?"

Rea berdehem. Ia menatap lelaki itu dari kaca spion. "Gapapa," jawabnya.

Devan merotasi bola matanya malas. Dipikir dirinya bodoh apa, tidak mengetahui arti kata 'gapapa'. Ia menghela napas mengetahui bahwa perempuan mengatakan 'gapapa' saat dirinya kenapa-kenapa. Ribet sekali pikirnya, kenapa tidak to the point?

"Kenapa? Ada yang mau ditanya Re?" Ah, sepertinya Devan peka.

"Kenapa harus lo yang anter gue? Kenapa harus Gavran yang jemput kak Raina ke kantor bokap lo? Aneh nggak sih," ucapnya tertawa lirih.

Devan menelan ludah nya susah payah.

"Kebetulan aja Gavran pagi-pagi ke rumah gue, kak Raina udah minta gue buat nemenin ke kantor, tapi gue lagi mandi. Yaudah kebetulan Gavran ada," alasannya begitu panjang lebar semoga membuat gadis itu percaya.

SECRET LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang