11. Hostage

154 20 0
                                    




Siraman air dingin yang menampar wajahnya membuat Namjoon tersadar. Ia mengerjap dan menggelengkan kepala yang terasa pening.

Pandangan mata yang masih kabur itu berkeliling ke sekitar.

Kamera yang menyala dengan sepuluh hingga lima belas orang berpenutup wajah berdiri berbaur di belakangnya. Masing-masing menggenggam senjata.

Bau asap ganja menyeruak di seluruh ruangan.

"Mereka habis berpesta" Pikirnya.

Ia memberontak ketika sadar kedua tangannya terikat di belakang kursi. Tubuh lemahnya tak mampu berontak lebih lama, kepalanya terasa ringan.

Seorang pria bertubuh besar berjalan menghampiri, berdiri tepat di sisinya.

"Kau lihat ini? Penuhi permintaan kami atau reportermu berakhir disini" Ia menjambak surai abu-abu itu hingga kepalanya menengadah.

Sebilah pisau telah menempel di lehernya.

Pria bertubuh besar itu berbicara pada kamera yang menghadap mereka.



"Pak. Apa yang harus kita lakukan sekarang?" Seorang penyunting video menoleh dari kursinya.

"Apa yang mereka inginkan?"

"Ponsel milik Pak Kim"
"Bukti-bukti di dalamnya bisa menghabisi sindikat itu hingga ke akarnya"
"Mereka juga menuntut agar peristiwa penyeludupan obat terlarang itu tetap menjadi rahasia"
"Juga sejumlah uang untuk mereka kabur"

Hae In menghela napas panjang seraya memijit dahinya.
"Tim spesial kepolisian telah mengepung mereka sekarang"
"Tunggu sampai mereka menelepon kembali"
"Ulur sebanyak mungkin waktu yang kalian bisa hingga rencana berikutnya"




"Seokjin?"
"Ayo....kita harus berangkat sekarang..."

"I-iya...baiklah"
Seokjin tersentak membalikkan tubuhnya.

"Kau penasaran dengan apa yang terjadi di ruang kerja para reporter?" Setengah berbisik, wanita itu merendahkan kepalanya pada sang pria yang baru saja ia dapati tengah berusaha menguping.

"M-maaf....aku menoleh ke ruang reporter dari bawah dan tak sengaja melihatnya tertutup. Tidak seperti biasanya..." Seokjin membereskan peralatan kameranya.

Mobil itu tengah berjalan menuju lokasi pemotretan. Hari ini mereka ditugaskan menangkap pemandangan di sekitar sungai Han.

Rintik tipis air hujan masih mengguyur kota sejak beberapa jam lalu.

Pikirannya tak mampu lepas dari kabar yang baru saja ia dengar.

"Pria itu seharusnya datang tergopoh, menyeka bahu dan celananya dari cipratan air hujan dengan penuh makian"

"Dia tidak pernah mau membawa payung, seperti wanita katanya"

"Dari lantai atas aku bisa melihat kerut tipis pada dahi yang tak tertutup poni abu-abunya"

"Tapi tidak pagi ini...."

"Namjoon menghilang....."


"Kabarnya mereka menyandera reporter baru itu, Seokjin"
"Mengerikan sekali...." Moonbyul berbisik mendekatkan kepalanya.

Tangan yang sibuk memasukkan beberapa perangkat foto itu berhenti bergerak.

"Aku mendengar Pak Hae In telah mengirimkan tim khusus kepolisian untuk mengepung bekas hangar terbengkalai tempat Pak Kim ditahan"

"Sindikat itu menginginkan tebusan dalam video ancamannya"

Berulang kali Seokjin menelan ludahnya, menatap kosong pada tas hitam yang berada di pangkuannya. Mobil itu bergoncang ketika melewati gundukan, membuatnya tersentak.

Berusaha kembali membereskan peralatannya, kedua tangan itu kini sedikit gemetar.
"M-mereka mengirimkan video?" Tuturnya lirih.

Moonbyul mengangguk. "Mereka tengah live saat kita berangkat tadi"
"Reporter baru itu benar-benar tak kenal takut"
"Jika Pak Kim tidak kembali malam itu, mungkin mereka telah berada di kantor pagi ini"

"Bagaimana dengan krunya? Apakah mereka menahannya juga?"

"Tidak, mereka berlindung di kantor kepolisian terdekat"
Moonbyul mengeluarkan ponselnya, membuka pesan yang dikirimkan oleh rekan kerjanya.

"Sandeul mengirimkan ini dini hari tadi..."

Kepala Seokjin terasa berputar, pria itu terikat di kursi dengan wajah memar dan tak sadarkan diri. Rambut abu-abunya basah dan berantakan, demikian pula dengan kemejanya yang kotor. Ia mengerjapkan matanya yang panas berulang kali.

"Kabar terakhirnya sindikat itu mengancam akan membunuhnya jika Pak Hae In tidak mengabulkan permintaan mereka..." Layar ponsel itu gelap sebelum rekan kerjanya memasukkan kembali benda kotak itu ke dalam saku celananya.

"Seokjin? Kau baik-baik saja?"
"Wajahmu pucat...kau sakit?" Ia menoleh dan merendahkan kepalanya.

Seokjin menggeleng pelan, berusaha menetralkan raut wajah tegangnya.

"Namjoon sendirian..."
"Apa yang telah mereka lakukan padanya?"
"Bagaimana keadaannya sekarang?"
"Bagaimana jika......."

"Seokjin, ayo turun....kita sudah sampai" Ucapan itu membuyarkan lamunannya.
Ia tersentak dan mengangguk, berusaha tersenyum di tengah kekhawatiranya.

"Hey.....kau yakin baik-baik saja?" Wanita itu melepas sabuk pengamannya sebelum sekali lagi menatap lekat wajah pucat Seokjin.

"Y-ya....hanya terkejut saja dengan peristiwa tadi"

"Namjoon......aku bertemu dengannya saat wawancara, kami saling mengenal"

"Jika....jika terjadi apa-apa..."

"Oh Seokjin.....maaf aku tidak menyadarinya..." Moonbyul mengusap lengannya pelan.

"Iya...Pak Kim baru satu minggu bekerja disini, sama sepertimu"

"Apakah kalian....."

"T-tidak...tidak....aku dan Namjoon hanya teman" Seokjin melambaikan kedua tangan di depan dadanya.

"Dia....hanya mengingatkan aku pada kenangan lama"

"Kenangan buruk..."

Tak menjawab, wanita itu hanya menatapnya iba.

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang