14. Rain Drops

153 21 0
                                    




"Kenapa? Ada sesuatu di wajahku?"

Seokjin membulatkan mata menepuk-nepuk pelan pipinya yang membulat berisi Spaghetti.

Namjoon terkekeh pelan, menggelang singkat kemudian menunduk dan meneguk minumannya.


"Waktu mereka menahanku, yang terpikir di otakku hanya bagaimana caranya agar aku bisa menerobos keluar dari ruang memabukkan itu"

"Tapi melihat banyaknya mereka dan aku yang hanya sendiri, terikat tak bergerak di kursi, sempat terpikir untuk menyerah saja"

"Terserah mereka akan menyiksaku lebih jauh atau bahkan menghabisi nyawaku. Aku tak peduli"

Seokjin berhenti mengunyah, diletakkannya garpu itu di tepi piring pastanya perlahan.


"Lalu aku teringat sesuatu yang membuatku sedikit menyesal" Namjoon menyandarkan tubuh dan melirik pria yang menatap lekat di hadapannya.

"Jangan melakukan hal bodoh...." Ia terkekeh pelan.

"Jika aku mati malam itu, itu kata-kata terakhir yang kudengar darimu"

"Namjoon stop....." Ucapnya lirih hampir tak terdengar.

"Dan itu kalimat terakhir yang kau ucapkan padaku..."

"Entah berapa banyak asap yang telah kuhisap, entah dari mana tenaga yang telah habis itu tiba-tiba kembali"

"Aku ingin memanfaatkan kesempatan hidupku sekali lagi"

"Ingin kembali dan membuktikan jika perbuatanku itu tidak sepenuhnya bodoh"

"Dan kesempatan itu ternyata masih ada"


"Stop...." Suaranya mulai bergetar. Kepala bersurai coklat itu tertunduk, garpu di tepi piringnya digenggam erat.


"Aku kembali"

"Perbuatanku tak sepenuhnya bodoh" Namjoon memiringkan kepala menatap lekat pria yang tengah berusaha mengatur napasnya.


"Kau tidak pernah tahu kesempatan itu akan datang berapa kali lagi, Namjoon..."


"Yang pasti aku kembali"


"Berhentilah mengagungkan diri atas perbuatan gegabahmu!"

"Then stop crying everytime I got wounded!"


"I'm not!" Seokjin menegakkan kepalanya, kedua mata merahnya membelalak kesal.

"You just did...." Namjoon berdiri, menarik pergelangan tangan yang masih terbujur kaku di atas mejanya.



"Namjoon, aku belum selesai makan!" Kakinya tersandung mengikuti langkah besar pria yang berjalan menarik pergelangan tangannya.

"Namjoon...kita mau kemana?"
"Say something!"

Namjoon berbalik kemudian mendudukkan Seokjin di atas bangku beton yang memanjang di sisi taman.

Titik-titik kecil air hujan mulai berjatuhan.

"I'm not Him, Seokjin..." Namjoon berjongkok diantara kedua lututnya.

"Aku bukan Jaehwan"


Seokjin tersentak. "How did You know?"


"Jadi benar itu alasannya..." Namjoon menunduk lalu menopangkan kedua lengannya di atas lutut sang pria.

"Dia kekasihmu?"

Seokjin menggeleng. Namjoon mengusap pelan air mata sang pria yang mulai mengalir.

Payung pink pucat itu diambil dan dibukanya, menaungi tubuh mereka walau tak sepenuhnya.

"Berbagilah ceritamu padaku, Seokjin..." Matanya menatap pria yang berada sedikit lebih tinggi dari kepalanya.

"Katakan dengan jelas apa alasanmu sehingga aku harus merasa bertanggung jawab atas nyawaku untuk orang lain"

"Karena sekarang aku mulai memiliki rasa takut"

"Bukan hanya takut kehilangan, tapi rasa takut akan mengecewakan orang yang menaruh perhatian padaku..."


"Namjoon....."

"Aku serius saat mengatakan aku menyukaimu, Seokjin..."

"Melihat foto kalian berdua dalam kameramu, aku menghapuskan harapan bahwa kau akan menaruh sedikit saja perasaan untukku"

"Dan mengetahui bahwa beliau telah pergi..."
"Terlintas dalam pikiranku untuk menggantikan posisinya dalam hidupmu"

"Walau hanya sebagai pelarian..."


"Jadikan aku pelampiasan kerinduanmu, Seokjin..."

"Berpesanlah setiap hari agar aku tidak berbuat bodoh, agar lebih berhati-hati dalam melakukan pekerjaanku...dan aku akan melakukannya agar kau tidak kehilangan sosoknya lagi"

"Agar kau tak menangis lagi"


"Namjoon....." Seokjin menggeleng kuat-kuat, isakan tangisnya semakin keras. Saling bersahutan dengan tetesan hujan di atas payungnya.

"Jaehwan baru akan bertunangan, Namjoon..."

"Kukira dia menyukaiku lebih dari seorang sahabat"

"Dia meninggalkanku dua kali..."

"Tapi aku tetap menyayanginya..."

"Aku bahkan tidak sempat bilang jika aku menyayanginya..."

Namjoon menarik belakang kepala yang kuyup itu.

Seokjin mengerang dan menangis di atas bahu sang pria yang mendekapnya erat.

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang