31. Who?

117 16 0
                                    




"Okayyy....bahan-bahan sudah disiapkan semua"

"Ah! Sudah mulai" Seokjin berlari kecil dan duduk menonton berita akhir pekan yang baru saja mulai.

Ia tersenyum saat sosok pria itu terlihat sekilas di awal pembukaan acara.

Pria kesayangannya tampak gagah dengan jas hitam juga surai abu-abunya yang tertata rapi.

"Oh...Namjoonie.....apakah aku harus khawatir jika kau tersenyum semanis itu"

"Jackson tak berhenti memperhatikanmu" Seokjin mengerucutkan bibirnya kesal.



"Para korban telah diamankan petugas kepolisian"
"Lima belas diantara mereka meninggal dunia"

Suara tegas dengan wajah tenang itu kembali mengulas senyum di wajah Seokjin.

"Masyarakat merasa lega kerusuhan itu tidak berujung keluar dari penjara"

"Memang benar bahwa tempat tersebut seharusnya menjadikan para tahanan lebih baik. Bukan hanya sekedar memberikan hukuman"

"Anda juga melihatnya seperti itu bukan, Namjoon-ssi?"
Jackson sedikit memiringkan tubuhnya menghadap sang rekan.

"Betul sekali"

"Para tahanan juga keluarga mereka masih berharap agar mereka mendapatkan perlakuan yang manusiwi disana"

"Karena beberapa diantara mereka belajar dengan sungguh-sungguh untuk menjadi orang yang lebih baik"

"Dan keluarga mereka yang menunggu di rumah pun bisa merasa bangga" Sejenak tatapannya kosong. Tangannya mengepal erat.

"Keluarga mereka..." Jackson melirik panik ketika Namjoon tak lagi membaca naskah yang tertulis di layar monitor di hadapan mereka.

"Kita hanya mampu berharap keluarga yang ditinggalkan bisa menerima kompensasi yang sesuai dengan apa yang mereka alami"

Namjoon terkekeh sinis. "Tidak semua, Jackson"

"Tidak ada sesuatu apapun yang bisa menggantikan nyawa seseorang"


Seokjin mendekatkan kepalanya ke arah televisi, pria yang beberapa menit lalu tersenyum manis itu bak tenggelam dalam pikirannya sendiri.

"No...no...no.....Namjoonie jangan.....please..."

Ia meremat ujung bantal sofa itu seiring dengan tatap mata sang pria yang mulai tajam.



"Jajangmyeon....ehem..." Bisikan itu membuat Namjoon tersentak dan mengerjapkan matanya.

"Apa Anda bilang barusan?" Senyumnya mulai terlihat.

"Ah...Saya bilang lanjutkan ke berita selanjutnya" Jackson menyunggingkan senyum lalu meneruskan membaca tulisan yang bergerak di layar monitor.

Namjoon menggeleng singkat, kembali menatap kamera dan mengulum senyumnya.

Beberapa menit berlalu dan acara itu pun selesai.



"What the hell was that, Namjoon?!"

Jackson berpura-pura tersenyum saat kamera masih merekam kemudian merapikan kertas-kertas di atas meja mereka.

"I'm so sorry, Jackson"

"Aku hampir kelepasan" Lesung pipi itu tetap terbentuk menghias senyumnya.

"Jajangmyeon huh?"

Jackson hampir tersedak tawanya sendiri. "Hanya itu yang terlintas di pikiranku untuk mengalihkan perhatian"

Keduanya pun tertawa.

"Thanks...." Namjoon tersenyum menatapnya.


"Anytime, Namjoon..."

"Are we still rolling?" Jackson berteriak pada kru yang dengan cepat melambaikan tangan mereka. Tanda acara sudah selesai.



"Apa yang kulihat barusan?" Seokjin terdiam di sofanya.

"Apakah Jackson baru saja mengacak rambut Namjoon?"

"Apa yang mereka bicarakan?" Ia masih menatap layar yang telah memutar beberapa iklan itu kosong.

Seokjin tersentak saat suara petir keras terdengar dari luar jendela. Ia bergegas meraih ponselnya bersamaan dengan nomor yang baru saja akan ia hubungi melakukan panggilan masuk.


"Namjoonie..."

"Hey....aku sudah selesai"

"Aku ingin cepat-cepat pulang dan makan malam bersamamu..." Setengah berbisik, Namjoon tersenyum di seberang sambungan.

Suara merdu itu sontak membuat hatinya tenang. Seokjin menghela napas lega. "Cepat pulang, Namjoonie..."
"Sepertinya sebentar lagi hujan deras sekali"

"I know..."
"Jackson akan mengantarku dengan mobilnya"
"Kau tak perlu khawatir aku kehujanan" Ia terkekeh.

"Kalian dekat sekali..." Seokjin mengerucutkan bibir, berjalan menuju jendela untuk menutup tirai.

Sesaat ia terdiam menatap ke luar jendela, mencondongkan kepala dan menegaskan pandangannya di gelap malam.

Sosok berjaket panjang dengan tudung kepala berdiri di bawah sebuah pohon. Melayangkan tatapannya ke arah jendela mereka.


"Aku hampir tidak bisa mengendalikan emosiku tadi" Namjoon mendengus.

"Kau tahu apa yang membuatku sadar?"
"Jackson membisikkan sesuatu yang langsung mengingatkanku padamu"

"Jajangmyeon..." Ia terbahak.

"Seokjin? Kau masih disitu?"


"Namjoonie....cepat pulang...."

"Ada seseorang yang mengawasi unitmu dari taman di seberang"

Seokjin kembali mengintip dan sosok itu telah menghilang.


"Seokjin. Kunci pintunya. Jangan bukakan untuk siapa-siapa okay"

"Aku segera pulang"

Tanpa menunggu jawaban, Namjoon mematikan sambungan dan bergegas mencari rekan kerjanya.

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang